0
Aristo Pangaribuan
Surabaya, bk – Kasus dugaan Korupsi penggunaan dana hibah Kadin Jatim jilid II, yang kini kembali disidik dan ditetapkan adanya tersangka, yaitu La Nyalla Mattalitti, bisa dimungkinkan terjadi karena sarat dengan nuansa politis.

Hal itu disampaikan pakar hukum acara pidana dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan terkait penetapan Ketua Umum Kadin Jatim, La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai tersangka dalam kasus Korupsi dana hibah Kadin Jatim untuk pembelian IPO Bank Jatim tahun 2012 lau, kembali digelar di PN Surabaya, Jumat, 8 April 2016.
Dalam persidangan tersebut, pemohon menghadirkan Pakar Hukum acara Pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul. Dalam persidangan, Chudry menilai, perkara hukum dapat dipengaruhi oleh kepentingan di luar hukum, sebab kejaksaan adalah bagian dari penguasa. Apalagi jaksa dalam bekerja juga menjalankan perintah atasannya.

“Kita ketahui bersama, pemohon dalam hal ini, La Nyalla Mattalitti sedang berperkara dengan penguasa atau pemerintah dalam perkara yang lain, yaitu gugatan di PTUN terhadap keputusan Pemerintah yang membekukan PSSI, di mana pemohon, juga merupakan ketua umum PSSI,” ujar Chudry.

Oleh karena itu, sambung Chudry, diperlukan hakim sebagai filter untuk melihat dengan jernih dan menghindarkan terjadinya pengaruh kepentingan di luar kepentingan hukum. “Praperadilan bisa menjadi kontrol atas langkah-langkah Kejaksaan untuk menguji apakah ada abuse of power, ada kesewenang-wenangan, ketika Kejaksaan yang full power berhadapan dengan seorang warga sipil,” tegas Chudry.

Dalam sidang tersebut, tim advokat Kadin Jatim menanyakan, apakah penetapan La Nyalla sebagai tersangka, yang tidak didahului pemeriksaan sudah sesuai prosedur hukum atau menyalahi prosedur. Chudry menjawab, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014, penetapan tersangka harus dilengkapi dengan bukti dan pemeriksaan calon tersangka. “Terkait penyidikan perkara ini yang dibuka kembali, padahal telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada Desember 2015, dan adanya putusan praperadilan sebelumnya di PN Surabaya pada Maret 2016 atas perkara yang sama. Perkara hukum itu, harus ada akhirnya untuk memberi kepastian hukum kepada warga negara,” jelas Chudry.

Seperti diketahui, putusan Pengadilan Negeri Tingkat I Surabaya dalam perkara Praperadilan Nomor: 11/PRAPER/2016/PN. tanggal 7 Maret 2016 atas nama Diar Kusuma Putra selaku Pemohon, yang menyatakan Sprindik terhadap perkara ini yang diterbitkan Kejati Jatim, tidak sah. Diar yang merupakan terpidana perkara ini dan telah menjalani semua vonis pengadilan pada tahun lalu, mengajukan praperadilan karena menghadapi ketidakpastian hukum, lantaran kasus yang sudah dia tanggung semua hukumannya, ternyata dibuka lagi oleh Kejati Jatim.

Meski PN Surabaya sudah menyatakan Sprindik atas perkara dana hibah itu tidak sah, tak lama kemudian Kejati Jatim kembali menerbitkan Sprindik baru atas perkara yang sama. “Putusan pengadilan dalam perkara apapun adalah mengikat kepada siapa saja, kepada pemohon, termohon, maupun terkait obyek perkara. Jadi seharusnya putusan praperadilan sebelumnya ditaati karena obyek perkaranya sama,” jelas Chudry kembali. Chudry menambahkan, jika dalam perkara ini disebutkan, posisi seseorang tidak disebutkan kaitannya dengan terdakwa sebelumnya, maka tidak bisa serta-merta seseorang itu disidik dan ditetapkan sebagai tersangka.

Seperti diketahui, berdasarkan surat dakwaan, surat tuntutan maupun putusan pengadilan tindak pidana korupsi dalam kasus dana hibah Kadin Jawa Timur Nomor: 125/Pid.sus/TPK/2015 tanggal 18 Desember 2015, atas nama terdakwa Diar Kusuma Putra dan putusan Nomor: 126/Pid.sus/TPK/2015 tanggal 18 Desember 2015 dan terdakwa Nelson Sembiring, sama sekali uraian perbuatan kedua terdakwa tersebut di-yountokan dan tidak disebutkan kaitannya dengan Pemohon, dalam hal ini La Nyalla Matalitti, sebagai penyertanya (deelneming).

Untuk penggunaan dana hibah Kadin Jatim termasuk untuk pembelian saham IPO Bank Jatim yang disangkakan kepada La Nyalla Mattalitti adalah, perkara yang telah diputus pengadilan Tipikor pada Desember 2015 lalu, dengan dua terpidana dari jajaran pengurus Kadin Jatim. Kerugian negara sebagaimana hasil audit BPKP, juga telah dibayar dan dibebankan tanggung jawabnya kepada kedua terpidana tersebut. Namun, perkara yang sudah inkracht itu, dibuka kembali seiring diterbitkannya Sprindik baru oleh Kejati Jatim pada Januari dan Februari 2016.

Sprindik itulah yang kemudian oleh Diar, yang dalam putusan praperadilan tersebut, dinyatakan tidak sah oleh pengadilan. Meski demikian, Kejati Jatim kembali menerbitkan Sprindik baru atas perkara lama dengan penetapan, La Nyalla sebagai tersangka, dan kini kembali dipraperadilankan.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top