0
Sumaro, salah Satu Kuasa Hukum La Nyalla
Surabaya, bk – Ferdinandus, selaku Hakim tunggal dalam sidang permohonan praperadilan atas penetapan Ketua Umum Kadin Jatim, La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka, menolak 2 (dua) saksi fakta yang diajukan oleh Kejati Jatim selaku termohon, yaitu Dandeni Herdiana dan Andre. Alasan Hakim menolak kedua saksi itu, karena merupakan bagian dari pihak termohon. Sebab Keduanya adalah penyidik di Kejati Jatim.

“Sesuai UU Kejaksaan, Kejaksaan adalah satu kesatuan. Jadi tidak mungkin jaksa bersaksi untuk dirinya sendiri,” tegas Ferdinandus dalam persidangan di PN Surabaya, Jumat, 8 April 2016.

Keputusan hakim itu langsung diprotes keras oleh pihak Kejati. Jaksa Alilah, dari Kejati Jatim mengajukan sejumlah argumentasi, lalu ditanggapi oleh Fahmi Bachmid dari Tim Advokat Kadin Jatim. Kuasa hukum pemohon itupun ditanggapi keras oleh Jaksa Alilah dengan berteriak kencang, “Tolong dengarkan saya!”

Suasana gaduh pun tak terhindarkan. Aristo Pangaribuan, dari Tim Advokat Kadin Jatim menenangkan suasana. “Ibu, mohon jangan berteriak?-teriak. Ini persidangan,” ujar Aristo. Keputusan Hakim Ferdinandus pun tak dapat diubah. “Tidak bisa Jaksa bersaksi untuk dirinya sendiri,” tegasnya lalu mengetuk palu. Kedua saksi dari Kejati Jatim itu pun diminta dengan hormat meninggalkan ruang persidangan.

?Sementara itu, Tim Advokat Kadin Jatim Aristo Pangaribuan mengatakan, proses penetapan tersangka terhadap La Nyalla, mengingkari HAM terkait pidana. La Nyalla dinyatakan tersangka tanpa pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebagaimana dipersyaratkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014. Ironisnya, sambung Aristo, ?saksi ahli dari termohon, Adnan P, menyatakan, saat penyelidikan pun sebenarnya sudah bisa ditetapkan adanya tersangka. ?Padahal, kata Aristo, tersangka hanya bisa ditetapkan saat tahap penyidikan. Penyelidikan hanyalah tahap awal pemeriksaan, di mana bisa dinaikkan ke tahap penyidikan untuk mengetahui ada atau tidak adanya penyidikan.

“Bahaya kalau pemahamannya seperti itu. Artinya, kita menganut crime control mode. Yang penting orang dipenjara tanpa due process. ?Pikiran begini artinya penegak hukum dipenuhi prasangka bersalah?, bukan praduga tak bersalah. Ini bahaya karena memeriksa orang dengan pikiran-pikiran jahat yang ada di benaknya. Ditarget dulu, cari alasan belakangan,” tegasnya Aristo Pangaribuan, yang sama-sama berasal dari Sumatra Utara dengan Kajati Jatim, Maruli Hutagalung.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top