0
Ilustrasi
Surabaya, bk – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof. Edward Omar Syarif Hiariej menilai Kejaksaan Tinggi Jatim telah melakukan pembangkangan terhadap institusi Pengadilan.

Penegasan itu disampaikan Edward saat menjadi saksi ahli dalam lanjutan sidang praperadilan atas penetapan Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka pada perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim 2012 untuk pembelian saham IPO Bank Jatim, Kamis 7 April 2016.

Dikatakan Edward, praperadilan sebelumnya dalam perkara dana hibah Kadin untuk pembelian IPO yang diajukan oleh Diar Kusuma Putra telah dikabulkan. Sehingga Sprindik umum pada saat itu terkait material tersebut telah bersifat “erga omnes”, atau berlaku untuk semua orang. Artinya material sudah dipertanggungjawabkan, sehingga material tersebut tidak bisa dibuka lagi.

“Kalau dibuka lagi, maka kejaksaan telah melakukan pembangkangan terhadap keputusan pengadilan,” tukas Edward menanggapi pertanyaan kuasa hukum pemohon atas apa yang dilakukan penyidikan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur membuka kembali perkara dana hibah Kadin Jatim setelah adanya putusan praperadilan yang diajukan Diar.

Prof. Edi, panggilan akrab Edward, juga mematahkan argumen jaksa yang mengatakan bahwa, sudah pernah memeriksa La Nyalla sebagai saksi sebelum menetapkan sebagai tersangka. Dikatakan Edward, pemeriksaan La Nyalla sebagai saksi dilakukan di Sprindik lama dengan tersangka Diar dan Nelson Sembiring. Bukan dalam Sprindik baru, yang menetapkan dirinya menjadi tersangka.

“Harus diperiksa dalam Sprindik baru, karena Sprindik yang lama tidak ada pasal 55. Dalam putusan Diar itu disebut bersama-sama hanya dengan Nelson. Dalam dakwaan jaksa pun dinyatakan bahwa Diar bersama-sama dengan Nelson (tertulis di halaman 51 putusan). Sedangkan La Nyalla, tidak pernah dipanggil sebagai saksi dalam Sprindik baru, yang menetapkan dirinya sebagai tersangka itu,” urai Edward di ruang sidang Cakra PN Surabaya.

Pakar Hukum : Tolong Dipahami Bahwa KUHAP pasal 50 dan 51 Itu Tentang Hak, Bukan Kewajiban

Ahli hukum dari UGM ini juga menyindir Jaksa untuk mempelajari lagi materi kuliah pengantar ilmu hukum semester satu. Sindiran itu disampaikan Edward ketika kuasa termohon menyoal sikap La Nyalla yang tidak memenuhi panggilan penyidik. Padahal di KUHAP pasal 50 dan 51 jelas disebut tentang hak tersangka untuk mendapatkan proses hukum yang cepat, baik di tingkat penyidikan maupun persidangan.

“Tolong dipahami bahwa KUHAP pasal 50 dan 51 itu tentang hak, bukan kewajiban. Hak itu bersifat fakultatif, sehingga hak itu boleh digunakan, boleh tidak. Itu kan ada di pengantar ilmu hukum semester satu. Apalagi dalam kasus La Nyalla, dirinya sedang menguji keabsahan penetapan dirinya sebagai tersangka melalui praperadilan. Sehingga dia menyampaikan surat kepada penyidik untuk tidak hadir sembari menunggu hasil praperadilan,” tandasnya seraya mengatakan secara logika hukum hal itu benar.

“Saya pun kalau dalam posisi La Nyalla, juga tidak akan datang untuk diperiksa sebagai tersangka. Karena saya sedang menguji keabsahan penetapan saya sebagai tersangka di praperadilan. Kalau saya datang menjadi aneh dan logika hukum saya korslet dong,” tukasnya.

Mengenai dalil adanya kerugian negara baru yang dinyatakan dalam jawaban termohon senilai Rp. 1,1 miliar atas keuntungan penjualan saham juga dimentahkan oleh ahli hukum acara pidana UGM ini. Sesuai perundangan yang berhak menghitung kerugian negara adalah BPK dan instansi yang kompeten dalam melakukan penghitungan kerugian Negara. Kerugian baru tersebut belum dihitung oleh BPK.

Apalagi dalam perkara Diar dan Nelson, kerugian negara atas dana hibah Kadin Jatim di tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014, sudah dihitung oleh BPKP sebesar Rp. 26 miliar, yang di dalamnya sudah termasuk dana yang digunakan untuk pembelian IPO Bank Jatim di tahun 2012. Sementara, ahli hukum acara dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Dr. Arif Setiawan SH, MH, menyatakan, bahwa Sprindik tersangka yang tidak mencantumkan pasal yang disangkakan adalah tidak sah. Karena dasar penerbitan Sprindik itu sudah melalui suatu proses bahwa telah terjadi perkara tindak pidana. Maka harus jelas pasal yang disangkakan.

“Jika tidak ada, boleh dianggap tidak sah,” tandas Arif mengomentari fakta Sprindik terhadap tersangka La Nyalla yang tidak mencantumkan pasal yang disangkakan. Sementara, menanggapi hal itu, Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus, Dandeni Herdiana menjelaskan kepada media ini, bahwa harus mencermati lebih jelas mengenai putusan Majelis Hakim dalam sidang Praperadilan yang diajukan Diar.

“Liat dulu dong putusannya seperti apa, biar lebih jelas dan tidak salah. Kami ini alat Negara yang berkewajiban untuk melindungi kepentingan publik secara luas berdasarkan Undang-undang. Disini ada peran tersangka yang turut serta merugikan keuangan negara dan ada kerugian negara berupa keuntungan dari penjualan saham IPO yang belum dikembalikan. Kami harus bagaimana selaku penegak hukum? Apakah kami harus diam saja dan membiarkan hal itu seolah-olah itu dibenarkan? Sekali-sekali kita semua harus berfikir dari kacamata kepentingan publik dan negara dong, jangan dari sisi kepentingan seseorang saja,” terang Dandeni.

Intinya, menurut Dandeni, mari kita sama-sama melihat hakikatnya. “Perbuatan tersangka yang menggunakan dana hibah untuk membeli saham pribadi kmudian menikmati keuntungan dari penjualan saham itu benar atau salah,” ucapnya

Penyidik Kejati Hanya Mejalankan Undang-undang Semi Kepentingan Publik Maupun Negara

Menurut Dandeni, apa yang dilaksanakan oleh penyidik Kejati Jatim, hanyalah menjalankan Undang-undang demi kepentingan publik maupun negara. “Kami hanya melaksanakan Undang-undang demi kepentingan publik atau negara. Selaku penegak hukum, kami tidak menyelewengkan pengertian Ne Bis In Idem,” kata Dandeni.

Terpisah. Pakar Hukum Pidana yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Aurlangga (Unair) Surabaya, Prof. Frans Limahelu, saat diminta tanggapannya terkait kasus dugaan Korupsi pembelian IPO Bank Jatim yang saat ini sedang ditangani Kejati Jatim mengatakan, Undang-Undang Korupsi tidak memberi batasan selama penyidik menemukan alat bukti baru dengan tersangka yang lain. Namun, Prof. Frans juga mengatakan, bahwa Majelis Hakim bisa juga menerima permohonan praperadilan apa bila dalam putusan sidang Korupsi terdahulu disebutkan.

“Walaupun sudah divonis tetapi, apa bila penyidik menemukan alat bukti baru dengan tersangka yang berbeda, bisa aja penyidik menyelidiki. Jaksa kan sebagai penyelidik dan sebelum ke penyidikan, kan dilakukan dulu penyelidikan. Undang-Undang Korupsi itu sangat luas,” kata Prof. Frans melalui sambungan telepon pribadinya.

Guru Besar FH Unair itu pun juga menambahkan, bahwa penyidikan kasus dugaan Korupsi pembelian IPO Bank Jatim tidak hanya ditangani Kejati melainkan, KPK juga sedang menyelidikinya.

“KPK juga sedang menyelidiki ke pihak Bank terkait pembelian IPO oleh La Nyalla. Dalam pertemuan minggu lalu dengan Ketua Bidang Penindakan KPK, ada tiga yang dibahas temasuk pembelian IPO. Biasanya kamu ikut kalau ada pertemuan dengan KPK. Untuk pertemuan yang akan datang ini, KPK tidak lagi membahas dugaan Korupsi, tapi kalau ada bukti langsung diserahkan ke mereka (KPK) dan untuk ditindak lanjuti,” ujar Prof. Frans.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top