0
La Nyalla jadi saksi di Sidang Korupsi Kadin (Dok)

Surabaya, bk – Setelah gugatan praperadilannya dikabulkan oleh Hakim PN Surabaya beberapa bulan lalu, terkait dengan Sprindik yang dikeluarkan oleh Kejati Jatim dalam kasus Korupsi dan tindak pidana pencucian uang dana hibah Kadin, Diar Kusuma Putra kembali angkat bicara.

Diar Kusuma Putra, yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Jatim, sekaligus pengelola dana yang diterima Kadin Jatim dari Pemprov Jatim tahun 2011 hingga 2014 lalu, baru saja bebas setelah menjalani hukuman sebagai terpidana dalam kasus perkara Korupsi dana hibah Kadin Jatim, menyatakan bahwa konstruksi hukum yang dibangun Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tidak sesuai dengan fakta yang dia alami, ketahui dan dijalani.

Hal itu dikatakan Diar, atas pemberitaan di berbagai media cetak, elektronik maupun televisi, terkait dengan penyidikan kasus perkara Korupsi dana hibah Kadin Jatim, oleh Kejati Jatim dengan menetapkan Ketua Umum Kadin Jatim, La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai tersangka.

“Apa yang saya baca dan ikuti di media, tentang alur cerita hukum yang dibangun Kejaksaan, yang menyatakan Pak Nyalla, korupsi dana hibah Kadin untuk pembelian saham perdana Bank Jatim, tidak sesuai dengan fakta. Karena saya yang menjalani dan mengalami sendiri. Tidak seperti itu faktanya,” ungkap Diar, Sabtu, 9 April 2016.

Diar, Berinisiatif Menggunakan Dana Hibah Kadin Sebagai Talangan Sementara Karena Dana Belum terkumpul Saat Itu

Diar menjelaskan, dirinya yang berinisiatif menggunakan dana hibah Kadin sebagai talangan sementara untuk membeli IPO Bank Jatim di bulan Juli 2012 silam. Karena dana dari pengurus dan anggota Kadin belum terkumpul saat itu, sementara batas akhir penyerahan dana ke Bank Jatim sudah deadline di tanggal 6 Juli 2012.

“Itu accident. Karena saya berfikir, itu hanya talangan sementara yang akan dikembalikan. Apalagi dana itu belum dibutuhkan untuk kegiatan. Dan yang terpenting, dana itu sudah kembali lagi untuk kegiatan Kadin, lunas pada November 2012, dan tidak ada keuntungan dari pembelian saham tersebut,” ungkap Diar.

Diar menambahkan, apa yang disampaikan Kejaksaan, bahwa dana itu tidak pernah kembali ke Kadin, itu tidak benar. Karena dirinya yang menerima langsung pengembalian itu. “Kan saya yang menerima pengembalian dana itu, kok dikatakan uang tidak kembali ke Kadin. Terkait perkara itu, saya juga sudah diperiksa dulu oleh penyidik, dan saya juga sudah diadili oleh Pengadilan. Kok sekarang disebut lagi kalau uang itu tidak kembali ke Kadin. Uang yang mana?” tanya Diar.

Terkait kwitansi dan materai yang tidak sesuai tanggal, hal itu diakui Diar, sebagai upaya melengkapi administratif saja. Menurut Diar, karena kwitansi-kwitansi yang lama sudah hilang, karena memang saat itu, tahun 2012, kegiatan dan termasuk LPJ juga sudah selesai. Dan tidak ada perkara hukum apapun. “Belakangan, tiga tahun kemudian, ada perkara, sudah banyak berkas kecil-kecil yang tidak lengkap dan hilang. Sehingga dibuatkan saja kwitansi untuk kebutuhan kelengkapan administrasi. Tapi substansinya, uang itu sudah saya terima,” tegasnya.

Terkait dengan bukti transfer, anggota tim advokat Kadin Jatim, yang juga penasehat hukum Diar Kusuma Putra, Adik Dwi Putranto menyatakan, sangkaan penyidik bahwa dana hibah untuk pembelian IPO Bank Jatim tidak kembali ke Kadin, tidak sesuai fakta.

Andik : Bisa dicek melalui PPATK

Karena menurut Adik, dari salah satu tahap pengembalian itu, di tahun 2012, ada dana yang pengembaliannya ditransfer ke rekening Nelson Sembiring, yang juga menjadi terpidana bersama Diar dalam perkara tersebut.

“Bukti transfer bisa dilihat oleh penyidik. Bisa dicek melalui PPATK. Dari lima tahap pengembalian, sesuai kwitansi yang diragukan penyidik Kejati, ada satu yang melalui transfer bank. Itu kan bisa dilihat faktanya,” ungkap Adik, sambil mengungkapkan urutan pengembalian dana tersebut, yang masing-masing adalah, pada 23 Juli 2012, pengembalian sebesar Rp 850.000.000 diterima oleh Nelson Sembiring.

Lalu tanggal 1 Oktober 2012, sebesar Rp 920.000.000 diterima Nelson Sembiring. Selanjutnya tanggal 1 Oktober 2012, sebesar Rp 226.011.000 diterima Diar Kusuma Putra, dan pada tanggal 29 Oktober 2012, sebesar Rp 100.000.000 diterima Nelson Sembiring. Dan pada tanggal 7 November 2012, pengembalian sebesar Rp 3.263.468.150 diterima oleh Diar Kusuma Putra.

Adik menegaskan, bahwa terkait perkara tersebut, semua pihak telah diperiksa oleh penyidik pada tahun 2015 lalu. Dan pengadilan tipikor Surabaya, telah menyidangkan dan mengadili kedua terdakwa/terpidana yakni Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring atas perkara penyimpangan penggunaan dana hibah Kadin Jatim tahun kegiatan 2011, 2012, 2013, dan 2104. “Termasuk di dalamnya dana hibah tahun 2012, dimana sempat digunakan untuk pembelian IPO Bank Jatim,” ungkap Andik, pada Sabtu, 9 April 2016.

Pembelian Saham IPO Bank Jatim, Menndak Lanjuti Himbauan Gubernur Jatim

Terkait dengan nama La Nyalla Mahmud Mattaliti, sebagai pemegang saham Bank Jatim tersebut, Adik menjelaskan, ikhwal pembelian saham IPO Bank Jatim itu bermula dari rapat di Kadin Jatim, pada 4 Juli 2012 yang dipimpin oleh Deddy Suhajadi, selaku wakil ketua umum Kadin. Rapat itu dihadiri sejumlah pengurus, di antaranya, Diar Kusuma Putra, Haries Purwoko, Santoso Tedjo, Mochamad Rizal, Agus Muslim dan Akil Halim. Agendanya adalah, menindaklanjuti himbauan Gubernur Jatim, agar para pengurus dan anggota Kadin Jatim berpartisipasi untuk membeli saham perdana Bank Jatim.

“Pak Nyalla, malah tidak ada di rapat itu, karena sedang tidak berada di Surabaya,” ujarnya. Dalam rapat tersebut, tambah Andik, disepakati para pengurus dan anggota Kadin akan patungan, dengan nominal nilai di kisaran Rp 5 miliar untuk membeli saham perdana itu. Disepakati pula di dalam rapat tersebut, jika pembelian saham oleh pengurus dan anggota Kadin itu diatasnamakan Ketua Umum Kadin Jatim, La Nyalla Mattalitti.

“Karena Kadin sebagai institusi, tidak bisa membeli, maka diputuskan perorangan, ex-officio ketua umum. Jadi disepakati pakai nama Pak Nyalla,” bebernya, seraya menambahkan bahwa rapat menugaskan Diar, menindaklanjuti untuk meng-collect dana patungan dari pengurus dan anggota Kadin untuk pembelian saham itu. Selanjutnya, pada tanggal 5 Juli 2012 malam, Diar dihubungi oleh pihak Bank Jatim, menanyakan kepastian pembelian saham perdana oleh Kadin Jatim. Karena batas waktu pembelian saham perdana tersebut 6 Juli 2012.

“Faktanya, sampai tanggal 6 Juli pagi, Diar belum berhasil meng-collect dana dari pengurus dan anggota Kadin. Artinya secara teknis belum terkumpul di tangan Diar. Karena sudah deadline pembelian di Bank Jatim, Diar sebagai pengelola dana hibah Kadin, dan dia tahu persis dana itu belum diperlukan untuk kegiatan, dan masih ada di rekening Kadin di Bank Jatim, maka Diar mengambil inisiatif untuk menggunakan sementara dana hibah Kadin sebagai dana talangan,” ungkap Adik.

Lebih lanjut Adik menambahkan, La Nyalla selaku ketua umum Kadin tidak mengetahui persoalan ini. Baru pada tanggal 9 Juli 2012, saat La Nyalla berada di Surabaya, barulah diketahui ikhwal pinjam pakai talangan dana hibah tersebut. Kontan La Nyalla meminta Kadin, dengan atas nama dirinya selaku ketua umum, untuk membuat surat utang atas dana tersebut.

“Karena Pak Nyalla mengetahui, bahwa apa yang dilakukan Diar itu salah secara administrasi. Karena itu, dana itu harus segera dikembalikan. Hal itu menunjukkan, bahwa tidak ada modus dan motif tindak pidana dari penggunaan dana hibah yang dipinjam pakai sebagai talangan sementara saat itu,” ungkapnya.

Dan setelah itu, sejumlah pengurus dan anggota Kadin Jatim yang berkomitmen membeli saham perdana Bank Jatim mulai menyetorkan uang pribadinya kepada Ketua Umum Kadin, yang kemudian dikembalikan secara bertahap kepada pengelola dana hibah Kadin Jatim, Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, sesuai dengan nilai yang dipinjam pakai oleh Diar. Hingga pada 7 November 2012, semua dana hibah yang dipinjam pakai oleh Diar senilai Rp.5,3 miliar telah lunas dan utuh kembali.

Yang penting untuk dicatat di sini, ungkap Adik, ada tiga hal. Pertama, sampai dana itu utuh kembali pada 7 November 2012, tidak ada perkara hukum yang timbul. Artinya, tidak dipidanakan pada saat itu (tahun 2012). Yang kedua, perkara dana hibah Kadin yang diperiksa pada tahun 2015 lalu, dan diadili di persidangan pada tahun yang sama, adalah perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014. Artinya sudah termasuk dana di tahun 2012. Dan perkara tersebut sudah diadili dan inkrah. Diar dan Nelson sudah menjalani hukuman ( terpidana), karena dianggap bersalah atas pengelola dana hibah Kadin yang tidak sesuai peruntukannya.

Dan yang ketiga, dana hibah yang dipinjam pakai dan kemudian berubah menjadi piutang Kadin Jatim, dan telah dikembalikan, itu faktanya sama sekali tidak menimbulkan keuntungan satu rupiah pun kepada pengurus dan anggota Kadin, yang memiliki saham Bank Jatim. Karena faktanya, sesuai laporan pihak sekuritas hingga 31 Maret 2013, tidak ada keuntungan sama sekali. Apalagi dana hibah yang dipinjam pakai sudah kembali utuh pada 7 November 2012. Baru pada bulan April 2013, ada pengurus Kadin Jatim yang memperoleh keuntungan setelah melepas sahamnya.

Jadi, tambah Adik, tidak benar konstruksi alur cerita yang disampaikan penyidik, bahwa dana hibah Kadin dipakai untuk membeli saham oleh La Nyalla, lalu dana itu tidak kembali dan keuntungan saham tersebut juga dinikmati La Nyalla. “Kalau melihatnya dengan mengabaikan fakta, ya memang begitu. Tetapi kan harus dilihat juga bahwa ada latar belakang dan peristiwa yang melingkupi,” pungkasnya.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top