![]() |
Bambang Mulyono (Kanan) bersama PH-nya Dr. Sunarno Edy W |
Proyek kegiatan kewirausahaan itu menelan anggaran Rp 882 juta dari APBD Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya Tahun Anggaran (TA) 2013, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 672 juta rupiah.
Penantian terdakwa atas “Suara Palu” Hakim alias vonis terhadap dirinya akan dibacakan Majelis Hakim dengan Ketua Majelis, Sri Herawati, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat 14 Agustus 2015.
“Saya dan istri serta anak-anak, saat ini menunggu vonis dari hakim. Ibarat seoarang anak yang mendaftar di Perguruan Tinggi Negeri sedang menunggu pengumumaman diterima apa nggak,” ucap Bambang Mulyono saat ditemui di rumahnya, Jalan Sidodadi, Surabaya, Rabu 12 Agustus 2015.
Bambang dan istrinya yang saat itu ikut mendampingi, juga kelima anaknya dimana anak bungsunya yang berusia 8 tahun, sejak lahir mengalami cacat fisik hanya bisa tidur seperti bayi, berharap ada keadilan yang sesungguhnya sesuai hati nurani Majelis Hakim.
“Apakah keadilan itu ada? Apakah saya korban dari ketidak adilan itu? Tuhan akan memberikan dan menunjukkan janjinya pada kebenaran. Saya yakin akan bebas karena saya tidak merasa merugikan negara, dari apa yang saya kerjakan seperti dakwaan jaksa pada saya,” tandas Bambang.
“Tapi suami saya sudah dicap masyarakat sebagai seorang koruptor seperti awal-awalnya diberitakan dibeberapa media massa,” sahut istri Bambang. “Apa yang saya kerjakan selama ini sesuai dengan aturan dalam Perpres 54 tahun 2010 seperti yang diubah dengan Perpres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa. Pekerjaan yang saya lakukan berdasarkan surat kontrak kerja dan surat perintah kerja,” papar Bambang melanjitkan.
Kegiatan Kewirausahaan Menggunakan Kontrak Jenis Lumpsum Tidak Ada Rincian
Selanjutnya, Bambang selaku Direktur CV Usaha Mandiri ini, membeber asal muasal dirinya terseret dalam kasus dugaan Korupsi yang saat ini disidangkan di Pengadilan Tipikor. Berawal pada tahun 2013 lalu, Bambang mengikuti lelang kegiatan kewirausahaan pelatihan Otomotif di Disnaker melalui ULP secara Online.
“Semua persyaratan lelang saya penuhi. Dalam dokumen lelang tidak ada rincian karena memang menggunakan kontrak jenis Lumpsum dengan Standar Satuan Harga berdasarkan SK Wali Kota,” terang Bambang.
Hasil lelang, Bambang ditetapkan sebagai pemenang oleh ULP dan PPk. Harga dalam Dokumen atau HPS sebesar Rp 1 milliar lebih dan harga penawaran Bambang, Rp 882 juta, dengan volume pekerjaan sebanyak 280 peserta dalam waktu 20 hari.
“Anggaran ini kan menggunakan kontrak jenis Lumpsum, penghitungan global. Tidak ada RAB tapi ada peruntukkannya yang diatur dalam spesifikasi tetapi tidak tertuang rupiah. Ini menggunakan SSH berdasarkan SK Walikota No. 188.45/348/436/.1.2/2012, tanggal 1 Nopember 2012 tentang standar satuan harga belanja daerah Kota Surabaya TA 2013. Kegiatan saya laksanakan berdasarkan surat kontrak kerja dan surat perintah kerja,” urai Bambang. Namun pada tahun lalu, lanjut Bambang, dia mulai diperiksa oleh tim Penyidik Kejaksaan Negeri Tanjung Perak dibawah Komando Gatot Haryono, selaku Kepala Seksi Pidana Khusus (saat ini menjabat Kasi Pidum Kejari Mojokerto).
“Ini awalnya tanggal 31 Desember 2014 lalu. Saat itu saya dipanggil lagi ke Kejari Perak, menemui Jaksa Eko Nugroho, Erik dan Gatot Haryono. Mereka menekan saya untuk membuat RAB. Tapi saya nggak mau karena memang kegiatan itu tidak ada RAB-nya. Karena saya nggak mau, terus pada tanggal 2 Januari 2014, Jaksa memanggil Siswo Apriatmono mantan PPKm,” ungkap Bambang.
Yang diketahui Bambang, saat itu juga dimunculkan rincian biaya pelatihan otomotif, SSH (standar satuan harga ) milik CV Ilham Zidan Jaya oleh Kasi Pidsus, Gatot Haryono,SH, dan memaksa, menekan Siswo Apriatmono. Kemudian Siswo meneruskan ke Kasubag Keuangan Disnaker Surabaya, Syamsul Hadi, supaya CV Usaha Mandiri mencontoh seperti milik CV Ilham Zidan Jaya. Kop Suratnya disuruh mengganti menjadi kop CV Usaha Mandiri. Dan apa yang perlu dikurangi hingga mencapai harga total Rp 63 juta dengan harga satuan Rp3.150 000. Yang seolah-olah rincian biaya pelatihan otomotif tersebut, atas nama CV Usaha Mandiri.
“Setelah saya dari Kejaksaan, saya ditelepon Siswo untuk ketemu di Dinas. Saat itu kami ketemu diruang kerja Samsul. RAB atas nama CV Ilham Zidan Jaya, menurut Siswo, diperoleh dari kejaksaan untuk di contoh. Kemudian oleh Siswo diserahkan ke Samsul. Samsul memfoto copy dengan melipat Kop Surat CV Ilham Zidan Jaya. Dan Foto copinya itulah diserahkan ke saya di situ sudah ada petunujuk nilai rupiah untuk saya contoh,” beber Bambang didengar istri dan anak-anaknya.
Bambang menambahkan, RAB tersebut diantarkan ke Banyu Urip, salah satu tempat diadakannya kegiatan pelatihan otomotif. “RAB itu memang saya tanda tangani karena tekanan tapi bukan saya yang membuatnya melainkan Edy yang tinggal di tempat pelatihan Banyu Urip. Menurut Edy, RAB itu diantarkan oleh Siswo. Setelah itu, Edy pun mengantarkan ke Dinas. Dan oleh Siswo diantarkan ke Kejaksaan. Saya telah melaksanakan tugas pokok Sesuai Perpres N0 54 tahun 2010 yang sudah diubah Perpres No 70 tahun 2012. Pasal 19, penyedia Barang/Jasa pada huruf (L), secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikat diri pada kontrak atau SPK yang mengatur tata tertib antara hak penyedia dan Dinas,” rinci Bambang.
“Saya tidak memanipulasi apa lagi memalsu data peserta. Saya hanya melaksanakan sesuai kontrak untuk 280 orang peserta yang sudah dinyatakan lulus seleksi oleh tim Disnaker Kota Surabaya sesuai pada spesifikasi pada poin 8 sub G dalam dokumen,” tegas Bambang.
Terdakwa Mengungkapkan, Dirinya Di Telepon Kasi Pidsus Dan Diminta Mencarikan Uang Rp 300 Juta
Bambang juga menjelaskan terkait uang sebesar Rp 300 juta yang diantarkannya ke Kejari Perak pada 6 Januari 2104, yang kemudian Gatot Haryono mengantarkan Bambang ke BRI Cabang Jalan Pahlawan, Surabaya untuk mentransfer uang tersebut ke rekening atas nama Kejari Tanjung Perak, Surabaya.
“Awalnya menurut Jaksa, peserta yang mengikuti tapi tidak penuh, sebanyak 100 orang. Jadi tanggal 31 Desember itu, saya ditekan dan disuruh menyediakan uang sebesar Rp 300 juta sebagai pengganti kerugian negara dengan janji akan dibantu dan diselesaikan. Kalau tidak, saya akan ditahan, ” ungkap Bambang.
Kemudian, lanjut Bambang, pada tanggal 3 Januari 2014, dia di telepon lagi sama Gatot mengenai uang Rp 300 juta. Dan di tanggal 6 Januari 2014, Bambang membawa uang tunai Rp 300 juta ke Kejari. “Tapi saya diantar oleh Gatot, Kasi Pidus dan Aryo ke BRI Jalan Pahlawan untuk mentransfer uang tersebut ke Rek. BRI Nomor : 0211-01-000633-30-7 atas nama Kejaksaan Negeri Tanjung Perak. Yang bawa uang itu dari Kejari ke Bank dan mentrasfer adalah Gatot Haryono. Yang mengisi slip transfer adalah Ariyo, saya berdiri disamping mereka dan disuruh menandatangani slip nya aja,” kata Bambang.
“Sepulang dari Bank kembali ke Kejari. Saya langsung ditetapkan sebagai tersangka dengan menyita bukti transfer sebagai uang titipan. Pada hal, uang itu bukan titipan tapi karena saya ditekan, terpaksa saya menjual apa aja yang ada termasuk perhiasan istri dan anak-anak supaya bisa mencukupi,” keluh Bambang.
“Inikah cara jaksa memberantas korupsi sesuai prosedur hukum? Pada saat pemeriksaan sebagai tersangka tanggal 8 Januari 2014, saya tidak didampingi Penasehat Hukum (PH). Pada hal, penyidik telah menunjuk Yuliana Cs sebagai PH saya tanpa saya minta dan tanpa diberi kebebasan untuk memilih pengacara. Tapi karena dijanjikan akan dibantu dan diselesaikan, saya pun mengikutinya. PH yang ditunjuk hanya saat penandatanganan BAP, saya tidak diperbolehkan berkomunikasi,” lanjut Bambang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Fakta Persidangan, Tidak Satupun Saksi Yang Dihadirkan Jaksa Memberatkan Terdakwa
Atas kasus yang kini menimpanya Bambang pun mengutip keterangan pakar hukum Pidana, Dr. Krisnadi Nasution, (persidangan Kamis,19 maret 2015) yang menjelaskan bahwa itu adalah, Pelanggaran kode etik dan pidana.
“Menurut Dr. Krisnadi, apabila seorang penegak hukum memaksa seseorang /tersangka untuk membuat keterangan palsu dan dimasukkan dalam dokumen negara, maka itu adalah pidana. Itu kan kata Pakar hukum pidana,” ucap terdakwa.
Tak hanya itu Bambang juga mengungkap fakta-fakta dipersidangan, mulai dari keterangan saksi dari ULP maupun Disnaker yang menyatakan, bahwa CV Usaha Mandiri miliknya telah melaksanakan sesuai prosedur. Namun Jaksa tidak bisa menghadirkan bahkan tidak membacakan keterangan ahli hukum Pidana seperti dalam BAP, kecuali Jaksa hanya mengadirkan BPKP.
“Tidak Satupun saksi yang dihadirkan Jaksa memberatkan saya. Semua menjelaskan sesuai prosedur, karena memang mereka (PPK, PPTK, PPHP) datang ke lokasi kegiatan. Semula Jaksa mengatakan ada 100 orang peserta yang tidak mengikuti secara penuh 20 hari. Kemudian dari 100 menjadi berubah 119 orang. Jaksa tidak bisa menghadirkan bahkan tidak membacakan keterangan saksi ahli dalam persidangan seperi yang tercantum dalam BAP. Yang dihadirkan hanya BPKP. Menurut Jaksa, ada 119 peserta yang tidak mengikuti dengan penuh 20 hari. Tapi Jaksa tidak bisa menjelaskan berapa hari mengikuti, berapa hari tidak mengikuti dan mengapa tidak mengikiti. Dari 119 orang peserta, hanya 13 orang yang diperiksa sebagai saksi. Mengapa saat dipersidangan, Jaksa tidak mengungkap siapa yang menyuruh peserta untuk memperbolehkan meminjam KTP, KSK dan Ijazah ? Seharusnya 119 orang itupun harus dijadikan sebagai tersangka atas pemalsuan data. Kalau 119 orang tidak mengikuti dikali 3.150.000 ribu sama dengan Rp 374 juta rupiah bukan seperti dakwaan Jaksa 672 juta,” terang Bambang panjang lebar atas fakta-fakta dipersidangan.
Bambang pun mengutip kesaksian Dr. Herry Sinurat dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan/barang jasa milik Pemerintah) yang dihadirkannya dalam persidangan sebagai Ahli Pengadaan setelah mendapat penetapan dari Pengadilan. “Kesaksian para pihak dan fakta dipersidangan serta tingkat kepatuhan terhadap regulasi PBJP, serta keyakinan hakim sesuai KUHP pasal 191, memberikan ruang keadilan tidak hanya berdasarkan tuntutan Undang-undang. Tetapi berdasarkan tuntutan Tuhan (kebenaran),” pungkas Bambang.
Tuntutan Jaksa Tidak Sesuai Fakta Persidangan
Dalam perkara ini, selain Bambang Mulyono, selaku pimpinan CV Usaha Mandiri sekaligus pelaksana kegiatan (perkara tersendiri), juga menyeret Plt Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK/perkara terpisah), Nasuchi Ali, panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP/Satu perkara), Harjani, Amin Wahjoe Bagiyo dan Anggoro Dianto. Dalam sidang Kamis 21 April 2015, Bambang, Pimpinan CV Usaha Mandiri, dituntut pidana penjara selama 3,6 tahun denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan dan hukuman tambahan. Juga dituntut mengganti kerugian negara sebesar Rp 372.998.0000 rupiah ditanggung renteng, subsidair 1,6 tahun penjara. Untuk terdakwa Nasuchi Ali selaku PPTK, JPU menuntutnya lebih ringan satu tahun dari terdakwa Bambang yakni 2,6 tahun penjara. Dan untuk tiga terdakwa lainnya selaku PPHB yakni, Harjani, Amin Wahjoe Bagiyo dan Anggoro Dianto, dituntut masing-masing 2,3 Tahun.
Sementara untuk denda dan uang pengganti sama-sama ditanggung renteng. Ke lima terdakwa tersebut dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kegiatan ini, Disnaker memperuntukkan untuk 280 orang peserta pelatihan bagi warga Surabaya dengan lamanya kegiatan 20 hari. Sehingga anggaran yang tecantum dalam HPS (harga perkiraan sendiri) sebesar Rp 1.186.500.000 rupiah atau (Rp4.237.500 X 280 orang= 1.186.500.000).
Sementara dalam penawaran CV Usaha Mandiri sebesar Rp 882 juta rupiah atau (Rp 882.000.000 : 280 orang peseta = Rp 3.150.000 rupiah). Sehingga sisa anggaran dalam kas negara (APBD Surabaya) sebesar Rp Rp304.500.000 rupiah atau (Rp 1.186.500 – Rp 882.000.000 ). Dalam persidangan, JPU tidak dapat membuktikan dakwaannya untuk menghadirkan 119 orang peserta yang dimaksud, kecuali hanya 13 orang. Ke 13 orang tersebut tidak semuanya peserta. Karena ada yang hanya meminjamkan dokumen berupa foto copy KTP, Ijazah dan KSK kesaudaranya masing-masing.
Menurut JPU, ke 13 orang tersebut dapat mewakili yang lainnya. Dalam persidangan, JPU juga tidak dapat mengungkap siapa yang menyuruh peserta untuk melakukan (meminjam) dokumen berupa KTP, KSK Dan Ijazah. Padahal, dalam dokumen pelaksanaan, daftar hadir dalam absensi sama dengan nama peserta dan sama pula dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh pelaksana (CV Usaha Mandiri) dan diperkuat dengan keteranagan para saksi dipersidangan.
Tidak hanya itu, dalam dokumen lelang, pesrta sudah dinyatakan lulus seleksi oleh tim seleksi Disnaker. Belum lagi JPU yang tidak bisa menghadirkan dan membacakan keterangan saksi Ahli Pidana yang dalam BAP sudah disumpah di persidangan. Padahal, Ketua Majelis sudah memberikan waktu dua minggu kepada JPU. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :