0
Yuni ( Sales Manager PT Royal, berdiri paling kiri) jadi saksi di sidang Korupsi Bawaslu
Surabaya – Dugaan adanya rekayasa dalam kasus dugaan korupsi Bawaslu Provisi Jawa Timur pasca pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim pada 2013 lalu, secara pelan-pelan mulai terungkap dalam persidangan.

Rekayasa yang diduga dilakukan orang dalam sendiri dalam kasus Korupsi ditubuh Bawaslu Jatim yang merugikan negara snilai 5,6 M dari total dana hibah dalam bentuk NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) sebesar 141 milliar rupiah untuk “menggulingkan” beberapa pejabat di Instansi tersebut. Hal itu bisa dilihat dari keterangan para saksi yang dihadirkan JPU di hadapan Majelis Hakim Tipikor dalam persidangan mapun keterangan saksi dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh penyidikan kepolisian Polda Jatim juga terungkap pula dipersidangan. Dalam BAP tersebut ada pula yang disimpulkan oleh penyidik dan bukan berdasarkan apa yang dijelaskan para saksi.

Sehingga Majelis Hakim Tipikor yang menani perkara tesebut dibuat semakin menguras tenaga, perhatian maupun pikiran agar semuanya terungkap apa yang sebenarnya. Dua kali persidangan sebelumnya (14 dan 21 Desemebar 2015), JPU telah mengahadirkan Dua saksi kunci yakni, Samudji Hendrik Susilo Bali (Hendrik) selaku Pejaabat Pengadaan Bawaslu sekaligus sebagai pelapor ke Polda Jatim dan Sapto Sauprihatnadi pegawai honorer Bawaslu. Sapto ini adalah bawahan langsung oleh Hendrik bahkan dalam satu ruangan hanya mereka berdua.

Keterangan Saksi Hendrik Di Persidangan Berbeda Dengan BAP

Dalam persidangan, keterangan Hendrik dan Sapto dihadapan mejelis Hakim juga keterangan keduanya di dalam BAP sangat berbeda. Hendrik menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa yang membuat dokumen pengadaan adalah Sapto atas perintah terdakwa Amru selaku PPKm. Sementara Sapto menjelaskan dihadapan Majelis Hakim (sidang 21/12), bahwa yang memerintahkan dirinya untuk membuat (mengetik) dokumen pengadaan yang “tidak” sesuai dengan aturan adalah Hendrik dan Pasaru Palembangan (kordinator keuangan) dengan memberikan File untuk dicontoh (dalam BAP Amru, Hendrik juga ditetapkan sebagai tersangka namun belum jelas hingga saat ini karena belum P21).

Sementara keterangan saksi Rizky (staf honorer Bawaslu), terkait uang perjalan dinas fiktif/THR dan pembuatan laporan sehubungan perjalan dinas dimaksud, menjelaskan atas perintah Pasaruaru Palembangan dan ditandangani Catur.

Pada Senin, 28 Desember 2015, dalam sidang lanjutan yang digelar diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor dengan Ketua Majelis Hakim Tahsin, dengan agenda mendendengarkan keterangan 5 orang saksi yang dihadirkan JPU Endriyanto Cs dari Kejati Jatim. Kelima saksi yangdimaksud antara lain, Ratna (Panwaslu Kabupaten Lamongan), Nanang (Panwaslu Kabupaten Bangkalan), Kurniadi (Panwaslu Kabupaten Malang), Yuni ( Sales Manager PT Royal) dan Eka (swasta).

Yuni Mengatakan, Bukan Cas Beck tapi kelebihan Yang Dikembalikan dan Yang Menerima Adalah Hendrik

Dihadapan Majelis Hakim, saksi Yuni mengungkapkan bahwa uang dimaksud para saksi sebelumnya termasuk Hedrik adalah Cas Beck dibantah keras oleh Saksi Yuni. Saksi mengungkapkan kepada Majelis, bahwa uang tersebut adalah kelebihan dari kegiatan di hotel. Dan uang itu diserahkan langsung oleh Yuni kepada Hendrik dengan Tiga tahap. Tahap pertama sebesar 63 juta dan tahap kedua dan ketiga sebesar 111 juta rupiah. Itu diungkapkan Yuni kepada Majelis Hakim dalam persidangan. “Bukan Cas Beck tapi klebihan,” jawab Yuni.

Misalnya kegiatan itu 3 hari 4 malam tapi pelaksanannya tidak sampai segitu. Apakah itu yang dimaksud kelebihan jadi bukan cas beck, berapa kelebihannya. Tanya Hakim Tahsin kepada saksi. Saksipun menjawab ia. “Yang menerima Hendrik. Dia (hendrik) tau jumlahnya. Ya itu kelebihan dari kegiatan itu. Di Nota Infoce sesuai dengan kegiatan. Jadi kelebihan itu yang dikembalikan. Tahap pertama sebesar 63 juta dan tahap kedua dan ketiga sebesar 111 juta rupiah,” ungkap Yuni.

Namun ada kejanggalan yang terungkap dalam persidangan. Yakni keterangan saksi Ratna dari Panwaslu Kabupaten Lamongan. Kejanggalan tersebut yaitu penyetoran kelebihan dana di Panwaslu Kabupaten Lamongan disetorkan langsung ke Rekening Kasda (Kas Daerah) bukan melalui Rekening bendahara Bawaslu. Pada hal, penyetoraN/pengembalian kelebihan dana di Panwaslu Daerah Lainnya melalui Bendahara Bawaslu yakni terdakwa Gatot.

Terkait dana transportasi yang diterima peserta (undangan) dari Bawaslu kepada Panwaslu menurut ketiga saksi terrsebut, tidak pernah menerima dari Bawaslu karena sudah ada dari Panwaslu (Daerah). “Tidak pernah menerima uang dari Bawaslu,” jawab saksi
Uasi Persidangan, terdakwa Amru dan saksi dari staf Bawaslu pada persidangan sebelumnya yang sengaja menghadiri persidangan berencana untuk melaporkan beberapa pihak kepada Kepolisian adanya keterangan palsu hingga menimbulkan adanya kerugian negara senilai 5,6 milliar.

“Ini kan sudah nggak benar. Darimana BPKP menyatakan ada pemberian uang sebesar 1 juta. Tidak pernah Bawaslu memberikan uang. Ini kan bisa dilaporkan pidana,” kata Amru yang diamini yang lain.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top