0

#Tak lama lagi, KPK akan menyidangkan 3 Tersangka Korupsi Suap “uang ketuk palu” APBD Kab. Tulungagung dan ‘menyeret’ Tersangka Baru Kasus dugaan Korupsi Dana Bantuan Keuangan (BK) APBD Jatim ke Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Lainnya. Lalu bagaimana nasib Suharminto, anggota DPRD Tulungagung dari Farkasi PDIP yang menerima aliran uang Rp1.2 M? Apakah KPK akan jadi Tersangka?#

Terdakwa Tigor Prakasa (foto dalam layar monitor)
BERITAKORUPSI.CO -
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya , Rabu, 10 Agustus 2022 menghukum Terdakwa Tigor Prakasa (35 thn), Pengusaha muda warga Medang Kamulan Rt.032 / Rw.008 No 33 Kelurahan Balowerto, Kecamatan Kota, Kota Kediri, Jawa Timur dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 2 bulan karena terbuti melakukan Tindak Pidana Korupsi Suap Fee Proyek APBD Tahun Anggaran (TA) 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp14.414.829.000 terhadap Bupati (mantan) Tulungagung Syahri Mulyo (Terpidana 8 tahun penjara)

Baca juga: Tigor Prakasa, Penyuap Bupati Syahri Mulyo Sebesar Rp14.4 M Dituntut 3.6 Tahun Penjara - http://www.beritakorupsi.co/2022/07/tigor-prakasa-penyuap-bupati-syahri.html

Baca juga: KPK Mencegah BS (Dr. Ir. Budi Setiawan, M.MT) Mantan Kepala Bapeda Jatim - http://www.beritakorupsi.co/2022/08/kpk-mencegah-bs-dr-ir-budi-setiawan-mmt.html


Kasus yang menyeret Terdakwa Tigor Prakasa, berawal pada tanggal 6 Juni 2018 lalu. Saat itu, KPK menangkap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Kabupaten Tulungagung Sutrisno (Terpidana 8 tahun penjara), Agung Prayitno (orang dekat Bupati Syahri Mulyo,Terpidana 5 tahun penjara) dan Susilo Prabowo atau Embun (mantan Terpidana), pengusaha Kontraktor di Tulungagung dan Blitar yang memiliki 5 perusahaan yang bergerak dibidang Konstruksi
 
Syahri Mulyo menjabat sebagai Bupati Tulungagung sejak 2012 - 2017 untuk periode pertama. Dan kemudian terlipilih lagi untuk periode kedua 2018 - 2023. Diakhir jabatan peride pertama, Syahri Mulyo Tertangkap Tangan KPK karena saat itu diduga menerima sejumlah duit suap dari beberapa Kontraktor sebagai fee proyek APBD Kabupaten Tulungagung.   
Foto dalalam layar monitor, Terpidana Syahri Mulyo
Anehnya, sekalipun Syahri Mulyo saat itu sudah meringkuk di Tahanan KPK, masyarakat Tulungagung masih memilih Syahri Mulyo sebagai Bupatinya. Namun di periode ke 2, Syahri Mulyo menjabat sebagai Bupati Tulungagung hanya 5 menit saja karena karena harus menjalani proses hukum

 Nah! Dari fakta hukum yang terungkap di persidangan saat Si Syahri Mulyo, Sutrisno dan Si Agung Prayitno di adili, bahwa total duit suap yang diterima Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung sejak 2012 - 2018 maupun melalui Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kab. Tulungagung adalah sebesar Rp138.434.647.619.

Duit suap sebesar Rp138.434.647.619 itu adalah berasal dari pengusaha Susilo Prabowo alias Embun (mantan Terpidana) sebesar Rp38.331.136.616 dan dari Tigor Prakoso sebesar Rp14.414.829.000 termasuk dari sejumlah Ketua Assosiasi Konstruksi yang ada di Kabupaten Tulungagung yang masing-masing memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai anggaran proyek APBD Kab. Tulungagung TA 2016, 2017 dan 2018

Pengurus Assosiasi Kontruksi yang terlibat pemberian fee proyek sebesar 15 persen dari nilai anggaran proyek itu diantaranya; 1.Abror, pengurus Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) Kabupaten Tulungagung; 2. Anjar Handriyanto, pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung; 3. Santoso, pengurus Apaksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung; 4. Rohmat (pengurus Gapeknas) Kabupaten Tulungagung; 5. Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung dan 6. Ari Kusumawati selaku Ketua Apeksindo (Asosiasi pengusaha Konstruksi Indonesia)

Sedikit menarik tentang wanita cantik Ari Kusumawati. Menariknya, saat ini Ari Kusumawati berstatus Tersangka dalam kasus dugaan Korupsi Proyek APBD Kab. Tulungagung yang sejak awal penetapan Tersangka tidak ditahan oleh penyidik Kejari Tulungagung, dan akhirnya  menambah pekerjaan Kejaksaan untuk mencari keberadaan wanita cantik tersebut yang masuk dalam daftar DPO (Daftar Pencarian Orang)
Ari Kusumawati

Kita kembali ke si Syahri Mulyo dan si Tigor Prakasa.  
Uang haram ternyata tidak hanya dinikmati oleh Syahri Mulyo dan Sutrisno, melainkan mengalir juga ke sejumlah pejabat lainnya diantaranya Ketua DPRD Kab. Tulungungagun Supriono dari F-PDIP sebesar Rp4.8 miliar,; Sekda Kab. Tulungagung Indra Fauzi 2 miliar rupiah,; Kepala BPAKD Tulungagung  Hendry Setiyawan Rp2.985 milliar,; Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur sejumlah Rp8.025 milliar,; Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Timur sebesar Rp3.750.000 milliar,; Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur Rp6.750 milliar,; Chusainuddin Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2014 - 2019 sebesar Rp1 milliar dan  Ahmad Riski Sadiq anggota DPR RI periode 2014 - 2019  sebesar Rp2.931 milliar

Dalam putusan Majelis Hakim saat menjatuhkan hukuman terhadap Syahri Mulyo, Sutrisno dan Agung Prayitno mengatakan, bahwa dari total duit suap yang diterima Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung sejak 2012 hingga 2018 melalui Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR sebesar Rp138.434.647.619 masih ada uang suap sebesar Rp41 miliar yang dapat dilakukan penuntutan oleh KPK

Nah! Itulah sebabnya KPK melakukan pengembangan pada tahun 2020 dan menyeret Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung dari F-PDIP periode 2014 - 2019 ke Pengadilan Tipikor untuk diadili, dan saat ini Supriyono pun sudah berstatus terpidana selama  8 tahun penjara.

Namun duit haram itu tidak hanya dinikmati oleh Supriyono selaku Ketua DPRD “sekaligus sebagai “Powerful alias orang yang paling berkuasa” di Kabupaten Tulungagung. Namun hampir seluruh anggota Legislator Kabupaten Tulungagung periode 2014 - 2019 (tak jauh beda dengan kasus DPRD Kota Malang periode yang sama) yang menerima “Uang Ketuk Palu” dan fee Pikor (pkok-pokok Pikiran), yaitu; 1. Heru Santoso Rp 75 juta ; 2. Nurhamim Rp 46 juta ; 3. Choirurrohim Rp 135 juta ; 4. Muti'iin Rp 55 juta ; 5. Mashud Rp 14.5 juta ; 6. Subani Sirab 70.5 jut ; 7.  Sunarko Rp 35 juta ; 8. Riyanah Rp 60 juta ; 9. Asrori Rp 60 juta ; 10. Adrianto Rp 25 juta ; 11. Gunawan Rp 25 jut ; 12. Faruq TriFauzi Rp 30 juta ; 13. Widodo Prasetyo Rp150 juta ; 14. Fendy Yuniar Rp 85 juta ; 15. Imam Koirodin Rp 80 juta ; 16. SaifulAnwar Rp 50 juta ; 17. Basroni Rp 95 juta ; 18. Adib Makarim Rp 230 juta ; 19.  Susilowati Rp 34 juta ; 20.  Sutomo Rp 55 juta ; 21.  Imam Kembali Rp 130 juta ; 22.  Agus Budiarto Rp 270 juta ; 23. Ahmad Baharudin Rp 100 juta ; 24.   Joko Tri Asmoro Rp 60 juta ; 25.  Wiwik Triasmoro Rp 5 juta ; 26.  Amag Armanto Anggito Rp 20 juta ; 27.  Suprapto Rp 117 juta ; 28.  Imam Ngakoib Rp 57 juta ; 29.  Makin Rp 35 juta ; 30.  Marikan Al Gatot Susanto Rp 20 juta ; 31.  SamsuI Huda Rp 110 juta ; 32.  Sumarno Rp 80 juta ; 33.  Agung Darmanto Rp 40 juta ; 34.  Indra Fauzi (Sekda) Rp 97 juta dan 35.  Michael Utomo Rp 5 juta 
saksi para anggota DPRD Tulungagung periode 2014 - 2019
Baca juga: KPK Tahan Wakil Ketua DPRD Tulungagung Terkait Dugaan Korupsi Suap - http://www.beritakorupsi.co/2022/08/kpk-tahan-wakil-ketua-dprd-tulungagung.html

Kemudian pada tahun 2021, KPK kembali melakukan pengembangan dan hasilnya menetapkan Tigor Prakasa sebagai Tersangka Tindak Pidana Korupsi pemberian suap kepada Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp14.414.829.000. tulah sebabnya si Tigor Prakasa diadili

Ternyata tidak berhenti disini. Pada tahun 2022, KPK kembali melakukan pengembangan kasus dua Korupsi di Tulungagung, yaitu yang pertama terkait kasus Korupsi “uang ketuk palu” pembahasan Perubahan APBD kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015 dengan menetapkan Tiga Tersangka selaku anggota DPRD Tulungagung periode 2014 - 2019 dan menahannya di gedung merah putih KPK, yakni Adib Makarim dari Fraksi PKB saat ini menjabat Wakil Ketua DPRD Tulungagung, Agus Budiarto dari Fraksi GERINDRA dan Imam Kambali dari Fraksi HANURA saat sebagai anggota DPRD Tulungagung

Anenya, kasus ini masih meninggalkan ‘duri yang belum dicabut’ oleh KPK terkait nama Suharminto selaku anggota DPRD Tulungagung sejak 2014 hingga sekarang dari Fraksi PDIP. Fakta hukum yang terungkap dalam persidangan adalah, adanya aliran uang suap ke Suharminto sebesar Rp1.2 miliar yang belum dikembalikan.

Suharminto adalah adik kandung Terpidana Supriono (mantan Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 - 2019). Kedua kakak beradik ini dijuluki sebagai “Powerful alias orang paling berkuasa” di kabupaten Tulungagung. Dan itu terbukti, ketika Suharminto bersama satu orang temannya membuat keributan di Pendopo Kabupaten Tulungungung karena tidak bertemu dengan Bupati, Kapolres dan Kajari Tulungagung “takut” menyeret Suharmonto ke Pengadilan. Yang diseret ke Pengadilan adalah temannya Suharminto

Lalu pertanyaannya adalah, apakah KPK akan menyeret Suharminto untuk menyusul kakandanya di Hotel Prodoe alias penjara? Atau Suharminto akan tetap menjadi “Powerful alias berkuasa” di Kabupaten Tulungagung?.

Kasus kedua di Tulungagung yang ditangani KPK adalah dugaan Korupsi Suap Dana BK (Bantuan Keuangan), DAU (dana alokasi Umum) dan DAK (dana alokasi khusus) ke Kabupaten Tulungagung dan beberapa Kabupaten/Kota lainnya yang ada di Jawa Timur tahun 2014 hingga 2018

Dalam kasus ini, KPK telah mencegah Dr. Ir. Budi Setiawan, MMT selaku Kepala Bapeda Jatim (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Timur) tahun 2016 - 2019 untuk bepergian ke Luar Negeri selama 6 bulan kedepan hingga Desember 2022. Sedangkan Budi Jiniarto selaku Kabid (Kepala Bidang) Fisik dan Prasarana Bapeda Jawa Timur sudah ditetapkan sebagai tersangka pada tahun lalu namun Budi Juniarto dikabarkan telah meninggal

Pintu Masuk KPK untuk mengungkap Korupsi yang jauh lebih besar
Perkara Korupsi Suap Bupati (mantan) Tulungagung Syahri Mulyo ini ibarat pintu masuk bagi  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap kasus Korupsi yang jauh lebih besar, yaitu terkait kasus dugaan Korupsi dana BK atau Bantuan Keuangan dan DAU (dana alokasi Umum) dari APBD Provinsi Jawa Timur serta DAK (dana alokasi khusus) dari APBN ke Kabupaten Tulungagung dan beberapa Kabupaten/Kota lainnya yang ada di Jawa Timur yang sudah masuk dalam tahap penyidikan dan bahkan penyidik KPK telah menetapkan beberapa Tersangka baik dari pejabat Tulungagung maupun dari Provinsi Jawa Timur. Siapa mereka?

Baca juga: KPK Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Suap Dana BK Pemprov Jatim Ke Kaab. Tulungagung - http://www.beritakorupsi.co/2022/06/kpk-tetapkan-tersangka-kasus-dugaan.html

Berdasarkan data beritakorupsi.co maupun fakta hukum yang terungkap di persidangan adalah, pada tahun 2014 - 2018, Pemerintah Kabupubaten (Pemkab) Tulungagung menerima kucuran dana BK (Bantuan Keuangan) dan DAU (Dana Alokasi Umum) yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pemerintah pusat yang bersumber dari APBN  
 
Cairnya dana BK, DAK dan DAU ini berawal dari terpilihnya Syahri Mulyo sebagai Bupati periode 2013 - 2018. Dan pada tanggal 24 April 2013, Bupati Syahri Mulyo mengajak Kepala Dinas PUPR Sutrisno, Sudigdo Prasetyo selaku Kepala Bappeda Kabupaten Tulungagung dan Hendry Setyawan selaku Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung untuk menemui Kepala Bapeda Provinsi Jawa Timur Fatayasin (saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Pamekasan, Madura, Jawa Timur) dan kemudian Budi Setiwan guna mendapatkan dukungan pembangunan di Kabupaten Tulungagung.

Kemudian Bupati Syahri Mulyo memerintahkan Kordinator Asosiasi Kontroksi yaitu  Santoso, Endro Basuki, Anjar Handriyanto dan Wawan untuk mengurus Dana DAU, DAK dan BK Prov Jatim ke Kabupaten Tulungung

“Saya menemui Fatayasin dan Budi Setiawan untuk mengurus dan bantuan,” kata Syahri Mulyo, (06 Juli 2022)
 
Sementara Sutrisno saat memberikan keterangan sebagai Terdakwa maupun sebagai saksi untuk Terdakwa/Terpidana Syahri Mulyo dan Terdakwa/Terpidana Supriyono maupun sebagai saksi untuk Terdakwa Tigor Prakasa menjelaskan, bahwa untuk memperoleh dana BK, DAU dan DAK tidak cair begitu saja ke Pemkab Tulungagun, tetapi ada istilah ‘mahar’ yang besarnya adalah 7.5 persen sedangkan untuk DAK sebesar 6.5 persen.

“Untuk pengurusan Bantuan Propinsi, ada peran yang besar oleh kordinator Asosiasi yaitu  Santoso, Endro Basuki, Anjar Handriyanto dan Wawan. Merekalah yang berperan mengurus anggaran Ban Prop (Bantuan Provinsi) kepada Budi Juniarto. Hubungan mereka sangat dekat  karena Santoso dan Wawan  masih mempunyai hubungan Keluarga dengan mantan Kabid (Kepala Bidang) Fisik sebelum Budi Juniarto. Sehingga mulai tahun 2014, 2015 dan tahun 2016, Empat orang inilah yang berperan  melakukan pungutan unduhan kepada anggota Asosiasi yang lain  sebesar 10 % dan menyetorkan  unduhan ke Kabid Fisik sebesar  7,5 %,” kata Sutrisno kepada Majelis Hakim dalam persidangan, Kamis, 3 Januari 2019 dan keterangan Sutrisno ini kembali disampaikan pada persidangan tanggal 06 Juli 2022

“Ada maharnya. Tidak mungkin cair dana bantuan ke setiap Kabupatena Kota di Jawa Timur kalau tidak ada mahar. Untuk dana BK maharnya tujuh setengah persen dan untuk DAK sebesar 6 setengah persen dibayar didepan. Untuk DAK ke Chusainuddin Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dan DAK ke Ahmad Riski Sadiq anggota DPR RI,” lanjut Sutrisno saat itu (Kamis, 3 Januari 2019) dan keterangan Sutrisno ini kembali disampaikan pada persidangan tanggal 06 Juli 2022   

1. Tahun 2014, dana BK Jatim ke Kab. Tulungagung yaitu DAU sebesar Rp3.807 miliar, Unduhan (istilah untuk mendapatkan) DAK sebesar Rp1.4 miliar, dana BK Prov sebesar Rp3.760 miliar, dan di akhir pekerjaan Rp1.368 miliyar. Total sebesar Rp10.335 miliyar.

2. Tahun 2015, DAU Rp5.605 miliyar, Unduhan DAK Rp2.300 miliar, BK Prov Rp4.000 miliar, di akhir pekerjaan Rp1.278 miliyar. Total Rp13.183 miliyar.

3. Tahun 2016, DAU Rp6.381 miliar, Unduhan DAK Rp12.965 miliar, BK Prov Rp2.400 miliar, akhir pekerjaan Rp3.365 miliar. Total Rp25.111 miliyar.

4. Tahun 2017, DAU Rp7.046 miliar, Unduhan DAK Rp4.600 miliar, BK Prov Rp4.000 miliar, akhir pekerjaan Rp1.764 miliar. Total Rp17.410 miliar.

5. Tahun 2018, DAU Rp4.000 miliar, Unduhan DAK Rp7.600 miliar, BK Prov Rp6.000 miliar. Total Rp17.600 miliyar

Sebagai Terdakwa mapun sebagai saksi, Sutrisno pun membeberkan aliran duit haram kesejumlah pejabat sejak tahun 2014 hingga 2018, yaitut;  

1. Tahun 2014, Budi Juniarto selaku Kabid Fisik Prasarana Bapeda Jatim sebesar Rp3.25 M, Supriyono (Terpidana), Ketua DPRD Tulungagung sebesarRp150 juta, Komisi D sebesar R180 juta, untuk operasional Bupati Syahri Mulyo sebesar Ro3.25 M, Kepala DPPKAD sebesar Rp2.507 M, Operasional Dinas 100 juta, untuk Bina Lingkungan sebesar Rp273 juta;

2. Tahun 2015 Budi Setiawan, Kepalada Bapeda Jatim sebesar Rp3.750 M, Supriyono selaku Ketua DPRD Rp150 juta, Komisi D Rp180 juta, Operasional Bupati Syahri Mulyo sebesar Rp4 M, Kepala DPPKD Rp4.405 M, Operasional Dinas Rp125 juta, Bina Lingkungan Rp173 juta;

3. Tahun 2016 Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) Rp10.530 M, Budi Juniarto Rp2.250 M, Ketua DPRD Rp150 juta, Komisi D Rp180 juta, Operasional Bupati Rp3.850 M, DPPKD Rp5.381 M, Operasional Dinas Rp150 juta, Bina Lingkungan Rp915 juta;

5. Tahun 2017, Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) Rp2.990 M, Toni Indrayanto Rp2.250 M, Ketua Dewan Rp150 juta, Komis D Rp180 juta, Operasional Bupati Rp2.256 M, Kepala DPPKD Rp6.740 M, Kusainudin (anggota DPRD Jatim) Rp1 M, Operasional Dinas Rp150 juta, Bina Lingkungan Rp754 juta

5. Tahun 2018, Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) Rp4.940 M, Toni Indrayanto Rp4.500 M, Ketua Dewan Rp150  juta, Komisi D Rp175 juta, Kepala DPPKAD Rp3.500 M, Renovasi rumah Dinas dan Kantor Sentra Polres Rp500 juta, Operasional Bupati Syahri Mulyo Rp2.500 M, Operasional Dinas Rp100 juta, Bina Lingkung Rp85 juta.

Pengakuan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda Provinsi Jawa Timur dan Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Sarana dan  Prasarana Bapeda Provinsi Jawa Timur  
Pada Selasa, 9 Juni 2020, Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Sarana dan  Prasarana Provinsi Jawa Timur yang pensiun dini, dan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda Provinsi Jawa Timur yang kemudian menjabat sebagai Komisaris Bank Jatim memberikan keterangan dipersidangan dihadapan Majelis Hakim sebagai saksi untuk Terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD Kab. Tulungaung saat diadili dalam perkara Korupsi penerima suap sebesar Rp3.8 miliar

Saat itu (Selasa, 9 Juni 2020), kepada Majelis Hakim, Budi Juniarto dan Budi Setiyawan mengakui menerima duit, namun berapa jumlahnya, keduanya sama-sama menjawab lupa. Menurut Budi Juniarto, bahwa besaran uang yang ditermima terkait Ban Prov(Bantuan Provinsi)  adalah 7 persen dari jumlah anggaran yang dicairkan. Dana BanProv yang dicairkan adalah ke 25 Kabupaten Kota di Jawa Timur

“Kepala Bapeda Ir. Zaenal Abidin, kemudian  digantikan Fatayasin dan  Fatayasin digantikan Budi Setyawan. Bantuan Keuangan Pemprov atas usulan Kabupaten. Terima, saya lupa,” kata saksi Budi Juniarto kepada Majelis Hakim.

Pada tahun 2020, KPK telah menetapkan Budi Juniarto sebagai Tersangka. Namun kabar yang diterima beritakorupsi.co dari sumber terpecaya, bahwa Budi Juniarto telah meninggal dunia tahun lalu

Sementara Budi Setyawan hanya menyebutkan jumlah uang haram yang diterimanya dari Sutrisno selaku Kepala Dinas PU Kabupaten Tulungagung yaitu sebesar Rp2.5 milliar.

“Lupa. Dua setengah miliar, saya terima dari Sutrisno. Saya tidak menerima tapi hanya partisipasi, sukarela,” jawab saksi Budi Setiawan enteng

Mendengar jawaban pejabat Pemprov Jatim ini yang tidak jujur dan mengatakan lupa berapa jumlah uang ‘haram’ yang diterimanya, anggota Majelis Hakim Kusdarwanto pun saat itu marah

“Lupa karena terlalu banyak ya ?. Dari setiap Kabupaten, berapa yang saudara terima. Di Jawa Timur ada 38 Kabupaten Kota,” tanya Anggota Majelis Hakim saat itu, yang dijawab Budi Setiawan, “menerima dari 5 Kabupaten yang mengajukan dana Banprov”.

Baca juga: Jubir KPK Ali Fikri : KPK Memastikan Akan Melakukan Pengembangan Kasus Suap Ketua DPRD Tulungagung - http://www.beritakorupsi.co/2020/06/jubir-kpk-ali-fikri-kpk-memastikan-akan.html?m=1

Lalu pada Jumat, 12 Juni 2020, Jubir KPK Ali Fikri kepada beritakorupsi mengatakan, “Bahwa fakta-fakta hukum dalam persidangan tentu sudah dicatat dengan baik oleh JPU dan akan menjadi bahan analisa yuridis. KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan UU. Perkembangannya tentu nanti KPK akan sampaikan kepada masyarakat dan rekan-rekan media”.  

Sementara dalam persidangan yang berlangsung secara Virtual (Zoom) di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur pada Rabu, 10 Agustus 2022 adalah agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim terhadap Terdakwa Tigor Prakasa dengan Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Poster Sitorus, SH., MH dan Manambus Pasaribu, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Sujarwati, SH yang dihadiri Tim JPU Andy Bernard Desman Simanjuntak dkk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Penasehat Hukum Terdakwa, Budi Mustika Nugraha dkk dan dihadiri pula oleh Terdakwa secara Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negera) gedung Merah Putih KPK karena kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019)

Dalam putusannya Majelis Hakim mengatakan, bahwa total uang suap dari fee proyek yang diberikan Terdakwa terhadap Bupati Syahri Mulyo melalui Sutrisno selaku Kepada Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2016, 2017 dan 2018 adalah sebesar Rp14.414.829.000

Majelis Hakim mengatakan, terkait pemberian uang kepada Bupati Syahri Mulyo yang tidak diakui oleh Terdakwa haruslah dikesampingkan keran berdasarkan alat bukti, surat, keterangan Sutrisno telah berkesesuaian

Majelis Hakim mengatakan, bahwa perbuatan Terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan Kesatu melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan kesatu

“MENGADILI: 1. Menyatakan Terdakwa Tigor Prakasa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara berlanjut sebagaimana dakwaan Kesatu melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana

2. Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Tigor Prakasa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan denda sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersbut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan

3. Menetapkan masa penahanan yang dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ucap Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan, SH., MH

Diakhir putusan, Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan, SH., MH menyebutkan, beberapa barang bukti dikembalikan kepada penyidik untuk perkara lain.

Atas putusan tersebut, Terdakwa Tigor Prakasa langsung mengatakan banding. Sedangkan JPU KPK masih pikir-pikir. (jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top