0
#Mahkamah Agung RI memvonis Bebas Dua Komisioner Bawaslu Jatim yaitu Dr. Sufyanto dan Sri Sugeng Pujiatmiko dalam perkara Korupsi dana Hibah Pilgub Jatim Tahun 2013#
BERITAKORUPSI.CO –
“Gampang-gampang sulit”. Kalimat inilah yang kadang dialami oleh Wartawan saat meliput kegiatan di beberapa instansi/lembaga pemerintah, salah satunya di Kejaksaan Negeri. Tak sulit dan tak sedikit Wartawan yang meliput kegiatan Kejaksaan khususnya saat penetapan serta penahanan seseorang tersangka dalam kasus perkara Tindak Pidana Korupsi, karena memang diadakan acara jumpa Pers atau Pres Release, sehingga masyarakat luaspun dapat mengetahui  serta membicarakannya yang berakibat sebagai hukuman sosial bagi tersangka termasuk keluarganya

Anehnya, saat Kejaksaan mengeksekusi atau melaksanakan putusan bebas Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) terhadap terdakwa perkara Tindak Pidana Korupsi, ternyata tak mudah alias sulit bagi Wartawan untuk meliput kegiatan tersebut tanpa ada penjelasan, seperti yang terjadi di Kejaksaan Negeri Surabaya pada Rabu, 30 Juni 2021, dimana beberapa Wartawan tidak diperbolehkan masuk untuk meliput
Pada Rabu, 30 Juni 2021, Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, mengeksekusi atau melaksanakan Putusan Mahkamah Angung Republik Indonesia (MA RI) Nomor : 644 K/PID.SUS/2019 tanggal 8 Juli 2019 yang memvonis bebas terdakwa Dr. Sufyanto selaku Ketua Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) Jawa Timur (dan Sri Sugeng Pujiatmiko, anggota Komisioner Bawaslu Jatim) dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Dana Dana Pilgub (Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur) Jawa Timur (Jatim) tahun 2013 lalu sebesar Rp11 milliar untuk tahapan Pilgub yang dipergunakan oleh Bawaslu Jatim, dari total anggaran Rp142 milliar yang bersumber dari NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov Jatim) yang merugikan keuangan negara senilai Rp127,5 juta sebagai perjalan dinas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (bagian dari total kerugian keuangan negara sejumlah Rp5,6 M). Sementara terdakwa Andreas Pardede yang juga anggota Komisioner Bawaslu Jatim masih menunggu

Sebelumnya, Ketiga Komisioner Bawalu Jatim ini (Dr. Sufyanto, Sri Sugeng Pujiatmiko dan Andreas Pardede), juga di Vonis Bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Jumat, 2 Desember 2016 lalu.

Sedangkan tuntutan JPU terhadap Dr. Sufyanto adalah dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp50 juta subsidair 4 bulan kurungan. Untuk Sri Sugeng Pujiatmiko, dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan denda sebesar Rp50 juta subsidair 4 bulan kurungan dan membayar uang pengganti senilai Rp66 juta subsidair pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, serta untuk Andreas Pardede dituntut pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan  denda sebesar Rp50 juta subsidair 4 bulan kurungan dan membayar uang pengganti senilai Rp61.5 juta subsidair pidana penjara selama 1 tahun 9 bulan

Dan kemudian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dan Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim) melakukan upaya hukum Kasasi ke MA RI atas putusan bebas dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya

Pelaksanaan eksekusi Putusan Bebas tersebut, bukan berdasarkan surat undangan atau surat panggilan dari Kejari Surabaya, melainkan atas surat permohonan dari Suryono Pane selaku  Penasehat Hukum Dr. Sufyanto dan Sri Sugeng Pujiatmiko. Hal itu seperti yang dikatakan langsung oleh Suryono Pane sesaat setelah usai pelaksanaan Eksekusi bebas

“Bukan inisiatif dari Kejaksaan, tapi kita yang mengajukan permohonan Dua Minggu yang lalu, dan baru terlaksana hari ini,” kata Pane kepada beritakorupsi.co
Suryono Pane mengatakan, Kejaksaan Negeri Surabaya melaksanakan Putusan Mahkamah Agung, dimana Kasasi Kejaksaan Negeri Surabaya ditolak dan memvonis bebas Pimpinan Bawaslu Jawa Timur, yaitu Dr. Sufyanto, Sri Sugeng Pujiatmiko dan Andreas.

“Kejaksaan punya kewajiban untuk melaksanakan perintah itu, yaitu memulihkan harkat dan martabat Ketiga Pimpinan Bawaslu ini, Dua iya, yang Satu masih belum turun kalau yang Dua selesai hari ini. Selain memulihkan harkat dan martabat Pak Dr. Sufyanto dan Pak Sri Sugeng Pujiatmiko, Kejaksaan juga hari ini mengembalikan barang bukti berupa uang sebesar Rp76 juta kepada Pak Sufyanto,” ujarnya.

Saat ditanya terkait bentuk atau cara Kejaksaan Negeri Surabaya memulihkan harkat dan martabat Dr. Sufyanto dan Sri Sugeng Pujiatmiko, Suryono Pane mengatakan bahwa Kejaksaan membacakannya dihadapan Dr. Sufyanto dan Sri Sugeng Pujiatmiko yang juga dihadiri istri Sufyanto

“Dibacakan langsung tadi, ada bentuk tertulis. Pimpinan Bawaslu ini adalah pendekar pemilu yang kemampuannya masih dibutuhkan oleh masyarakat di Jawa Timur,” ucap Pane kepada beritakorupsi.co

Sementara Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Surabaya, Ari Prasetya Panca Atmaja saat dihubungi beritakorupsi.co melalui telepon selulernya tak meresponya.

Kasus Korupsi Dana Hibah Pilgub Jatim tahun 2013 lalu sebesar Rp11 milliar dari total anggaran Rp142 M untuk pelaksanaan tahapan Pilgub yang dipergunakan oleh Bawaslu Jatim, yang bersumber dari dana NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp5,6 milliar ini, berawal dari laporan Samudji Hendrik Susilo Bali atau Hendrik (status terpidana), selaku Pejabat Pengadaan Bawaslu Jatim ke Polda Jatim tahun 2015

Kemuidan penyidik Polda Jatim menetapkan sebanyak 14 orang tersangka baik dari Bawaslu Jatim termasuk Samudji Hendrik Susilo Bali sendiri maupun dari pihak Swasta selaku penyedia ‘yang dibagi Empat Jilid’. Dari 14 orang tersangka/terdakwa, Tiga diantaranya di Vonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Dr. Sufyanto Andreas Pardede dan Sri Sugeng Pujiatmiko
Dalam jilid I, sebanyak Empat orang tersangka yaitu Amru, selaku Sekretaris Bawaslu Jatim sekaligus selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), Gatot Sugeng Widodo (Bendahara Bawaslau), Anang Kuswaini (Calo yang juga rekanan), Endriyono (Rekanan/Pimpnan CV Canopus). Keempatnya dinyatakan bersalah dan di Vonis pidana penjara

Jilid II, Tiga orang tersangka selaku Komisioner Bawaslu Jatim yaitu Dr. Sufyanto Andreas Pardede dan Sri Sugeng, Ketiganya di Vonis bebas di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya maupun di Mahkamah Agung RI. Kasasi JPU ditolak oleh MA

Sedangkan dalam jilid III, sebanyak Tiga tersangka yaitu Rochmat Budi Utomo, Firdaus dan Ali Sodikin (Ketiganya rekanan). Ketiga terdakwa ini dinyatakan bersalah dan di Vonis pidana penjara

Dan jilid IV, sebanyak Empat tersangka yaitu Arif Rasmadin, Imam Widodo, Darmini Binti Jumiati (swasta) dan Samudji Hendrik Susilo Bali atau Hendrik selaku Pejabat Pengadaan Bawaslu Jatim. Keempat terdakwa ini juga dinyatakan bersalah dan di Vonis pidana penjara

Dugaan Korupsi Korupsi adalah pengadaan fiktif dan dana THR (Tunjangan Hari Raya) dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2013 lalu, dengan anggaran bersumber dari dana hibah APBD dalam bentuk NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah), antara Ketua Bawaslu dengan Gubernur Jawa-Timur, sebesar Rp 142 M.

Kasus ini terjadi pada tahun 2013 lalu sekaligus untuk pertama kalinya Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Jatim menerima dana Hibah dari APBD dalam bentuk NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) untuk pelaksanaan Pilgub Jatim 2013 sebesar Rp 142 milliar, dan 11 milliar rupiah dipergunakan oleh Bawaslu Jatim untuk pelaksanaan tahapan Pilgub, dan sisanya dipergunakan oleh 38 Panwaslu (Panitia Badan Pengawas Pemilu) Kabupaten/Kota se-Jawa Timur.

Dana sebesar Rp11 M yang dipergunakan Bawaslu Jatim untuk pengadaan barang dan jasa, diantaranya  mencetak Spanduk sebanyak 2.400.000 dengan 5 tahapan, mencetak buku panduan dan kaus sebanyak 8600 potong termasuk dana untuk perjalanan dinas oleh Bawaslu Jatim. Dana tersebut baru dicairkan sekitar Maret 2013, sementara Bawaslu sudah mulai melaksanakan tahapan Pilgub pada Januari 2013. Selama pelaksanaan tahapan pilgub, Bawaslu menggunakan uang pribadi dan dana pinjaman. Penggantian dana tersebut baru dibayarkan menjelang hari Raya Idul Fitri 2014.
Untuk pengadaan barang dan jasa di Bawaslu Jatim, Amru selaku Sekretaris yang juga menjabat sebagai KPA, menunjuk CV Canopus untuk mengerjakan sebanyak 2.400 Spanduk untuk 5 tahapan yang nilanya masing-masing tahapan dibawah 200 juta rupiah, termasuk untuk mencetak buku panduan. Menurut Amru dalam persidangan, penunjukan CV Canopus karena Pejabat Pengadaan belum membuat persiapan, sementara waktu pelaksanaan Pilgub semakin dekat.

Ternyata dalam pelaksanaan, ada 4 profil CV (rekanan) yang dipinjam Pasaru Palembangan dan Anang Kusaeni atas perintah Hendrik. Ke 4 CV tersebut semula hanya sebagai pembanding untuk mengerjakan pengadaan 8600 potong kaus. Karena yang mengerjakan adalah rekanan dari Jakarta. Namun faktanya, ke 4 CV tersebut justru mengerjakan semua pekerjaan dalam pengadaan di Bawaslu.

Hendrik mengetahui, kalau CV Canopus telah mengerjakan Spanduk dan buku. Pembayaran sudah dilakukan di Kantor Bawaslu. Hal ini terungkap dalam persidangan Jilid I. untuk mengerjakan dokumen-dokumen pengadaan ke 4 CV tersebut dikerjakan oleh Sapto atas perintah Hendrik.

Ada yang Aneh dalam perkara ini. Dokumen CV Canopus selaku rekanan yang ditunjuk oleh Amru termasuk hasil audit BPKP atas permintaan Sekretaris Bawaslu, tidak dijadikan menjadi bukti dalam perkara ini. Yang lebih anehnya lagi, Pegawai BPKP Jatim yang menjadi Ahli dalam kasus Jilid II, membuat keterangan palsu dalam persidangan. Bahkan ahli dari BPKP itu sempat diancam akan dilaporkan ke Polisi oleh Suryono Pane selaku Penasehat Hukukum terdakwa.

Tidak hanya itu. Beberapa saksi dari Panwaslu Kabupaten/Kota yang dihadirkan di persidagan dalam Jilid II mengakui di hadapan Majelis Hakim, bahwa dana yang semula adalah dana perjalanan dinas, yang dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dikatakan menjadi dana THR (Tunjangan Hari Raya) adalah, karena para saksi mendapat tekanan dari penyidik Polda Jatim. Dan masing-masing saksi diminta mengembalikan dana tersebut ke penyidik. Kalau para saksi tidak mau mengembalikan, diancam akan disalahkan.

Belum lagi keterangan saksi dari salah seorang Manager Hotel di Malang yang dipakai Bawaslu Jatim dalam tahapan Pilgub yang mengatakan kepada Majelis Hakim, bahwa sisa anggaran sebesar Rp 160 juta dikembalikan kepada Hednrik dalam dua tahap.

Dalam persidangan (Jumat, 12 Pebruari 2013) juga terrungkap atas keterangan saksi yang juga terdakwa, yaitu Ahmad Khusaini yang mengatakan, yang meminjam profil CV adalah dirinya atas perintah Samudji Hendrik Susilo Bali dan Pasaru Palembangan dengan imbalan uang sebesar 300 ribu rupiah.

Pada Senin, 11 Juni 2017, hal ini terungkap lagi dalam persidangan Jilid IV, oleh Amru yang dihadirkan oleh JPU dalam persidangan yang di Ketuai Hakim Rochmad. Dihadapan Majelis Hakim, Amru menjelaskan secara jelas mulai dari asal anggaran hingga penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik Polda Jatim.

Amru menjelaskan, kalau dirinya pernah membuat surat pembatalan kontrak atas 4 CV setelah diketahui ada kejanggalan, namun dokumen itu hilang. Setelah hilangnya dokumen itu, hingga amru membuat nota Dinas karena selama 8 bulan, Bendahara belum juga membuat laporan pengeluaran. Kemudian menurut Amru, dirinya pernah diminta menandatangani surat berupa LPJ yang dibuat oleh Ketua Bawaslu Jatim kepada Gubernur. Namun Amru menandatangani dengan membuat catatan dibawah surat yang intinya, bahwa surat tersebut tidak dapat dipergunakan. Namun faktanya, surat tersebut menurut Amru, dikirimkan ke Gubernur Jatim.
Tidak hanya disitu. Kepada Majelis, Amru mengatakan, kalau dirinya sudah pernah melaporkan ke Gubernur termasuk meminta BPKP untuk melakukan audit di Bawaslu dengan Nomor : 966/PW13/2/2014 tanggal 25 Juli 2014. Dari hasil audit tersebut ditemukan adanya penyimpangan sebesar Rp 3.702.084.546. dan sebagai petunjuk BPKP, meminta kepada Ketua Bawaslu untuk memerintahkan Sekretaris Bawaslu melaporkan ke Gubernur dan kepada Aparat Penegak Hukum.

“Saya sudah melaporkan ke Gubernur. Saya juga sudah pernah meminta BPKP untuk melakukan audit, ada kerugian negara sebesar Rp 3.702.084.546. Ini ada dokumen yang baru saya temukan, yang tidak pernah diperiksa penyidik,” kata Amru saat itu kepada beritakorupsi.co.

“Ini kan tanggung jawab saudara selaku KPA. Harusnya melaporkannya ke Gubernur. Kalau tidak mampu, kenapa nggak menolak,” ucap Ketua Majelis Hakim yang “sedikit ceramah” dan tidak mempertimbangkan keterangan amru. Karena Amru dianggap bersalah dan bertanggung jawab mengenai dana hibah Pemprov Jatim.

Apapun yang dijelaskan Amru, sejujur apapun Amru, bersumpah apapun Amru, semuanya sudah tidak berarti. “Nasi sudah jadi bubur”, dirinya pun sudah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya maupun Mahkamah Agung.

Sementara pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya untuk Tiga terdakwa, yaitu Dr. Sufyanto, Sri Sugeng Pujiatmiko dan Andreas Pardede adalah, bahwa BPKP perwakilan Provinsi Jawa Timur, tidak jujur. Apa yang dikatakan Majelis Hakim dalam pertimbangannya, bisa jadi ada benarnya sesuai fakta persidangan. Sebab, dari hasil audit BPKP seperti dalam dakwaan maupun tuntutan JPU menyatakan, bahwa terdakwa (Dr. Sufyanto, Andreas Pardede dan Sri Sugeng) tidak dapat mempertanggung jawabkan dana perjalan dinas sebesar Rp127,5 juta yang berasal dari dana hibah NPHD Pilgub Jatim 2013. Pada hal, seluruh biaya perjalanan dinas sudah di SPJ kan, dan telah disita oleh penyidik Polda Jatim.

Dalam fakta persidangan, dana perjalanan dinas berubah menjadi uang THR sesuai keterangan para saksi dari Panwaslu se-Jatim. Anehnya, dokumen SPJ perjalanan dinas yang disita penyidik, tidak pernah ditunjukkan JPU dalam persidangan jilid I maupun jilid II. Yang lebih aneh lagi, bahwa keterangan para saksi dari Panwaslu Kabupaten/Kota se-Jatim yang menyatakan bahwa yang dibagikan pada saat menjelang hari raya Idul Fitri 2013 lalu adalah uang THR, ternyata karena diarahkan oleh penyidik sesuai keterangan saksi di persidangan. Ironisnya, dana perjalanan dinas yang seharusnya adalah milik para saksi karena sudah melakukan tugasnya dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur yang berjalan sukses, ikut juga disita oleh penyidik.

R. Wahyudi, selaku Ahli dari BPKP yang melukan penghitungan atas kerugian negara, setelah menerima data-data dari penyidik namun tidak melakukan konfirmasi kepada terdakwa dengan alasan, karena keterbatasan waktu. Namun R. Wahyudi mengakui di persidangan Jilid II, dia diminta oleh penyidik Polda untuk memberikan pendapat terkait kwitansi yang disita penyidik.

Tidak hanya itu. Ahli dari BPKP perwakilan Jatim ini pun tidak melakukan konfirmasi ke pemberi hibah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jatim. Karena memang belum ada audit yang dilakukan oleh Inpektorat, sebab dana perjalanan dinas yang dipergunakan Bawaslu dalam tahapan pilgub, sudah di SPJ kan.

Sementara, hasil audit BPKP jauh sebelum ada penyelidikan maupun penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polda Jatim atas permintaan Amru, selaku Sekretaris Bawaslu kepada BPKP pada tanggal 25 Juli 2013, dan saran yang dianjurkan oleh BPKP sendiri kepada Bawaslu dalam hasil audit tersebut, menyarankan kepada Ketua Bawaslu Provinsi Jatim, agar mengintruksikan kepada Sekretaris Bawaslu untuk ; Melaporkan kembali kepada Gubernur Jatim tahun 2013, sesuai dengan hasil reviu, dan melaporkan kepada aparat penegak hukum. Namun hal itu dibantah juga oleh R. Wahyudi dari BPKP ini. R. Wahyudi, justru merasa yakin dan mengatakan kepada Majelis Hakim saat itu, bahwa hasil audit dan saran BPKP tidak ada.

Tindakan yang dilakukan oleh Amru, meminta BPKP untuk melakukan audit adalah untuk mengamankan keuangan Negara. Alasannya, karena bendahara, terbukti tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan negara sebesar Rp 3.702.084.546 berdasakan hasil audit BPKP Perwakilan Jatim Nomor : 966/PW13/2/2014 tanggal 25 Juli 2014, setelah bendahara pengeluaran melarikan diri selama 8 bulan. Namun pada kenyataanya, terdakwa sendiri terjerat oleh kwitansi. Sementara yang diserahkan bendahara ke penyidik Polda jatim adalah kwitansi sementara yang sudah di SPJ dan tidak berlaku lagi. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top