0
Dugaan Proyek Fiktif Di PT DOK Surabaya Semakin Jelas
Dari kiri, Joedy Punggih H selaku senior Manager engineering PT. Dok Perkapalan Surabaya, Afrizal (Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina) dan Gembong Primadjaya (Dirut PT. Berdikari Petrol)
 #Kerugian keuangan negara Dalam kasus dugaan Korupsi proyek fiktif antara PT DOK Surabaya dengan PT Berdikari Petrol pada Thn 2010 sebesar US$ 3,963,725 atau Rp 35.063.047.625#

beritakorupsi.co - Kasus perkara Korupsi yang merugikan keuangan negara sebanyak US$ 3,963,725 atau setara dengan nilai rupiah sebesar Rp 35.063.047.625 yang diduga akibat terjadinya proyek fiktif tengki pendam penyimpanan dan penyaluran BBM (Bahan Bakar Minya)  di Jobber, Muara Sabak Jambi antara PT Dok dan perkapalan Surabaya (Persero) dengan PT Berdikari Petrol pada tahun 2009 - 2011 muali terungkap.

Terungkapnya dari keterangan saksi dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Suarabaya, dengan agenda mendengarkan keterangan 3 orang saksi dari JPU untuk 4 (Empat) terdakwa, yakni Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama (Dirut) PT Dok dan Perkapalan Surabaya, Nana Suryana Tahir (Direktur Administrasi dan Keuangan PT Dok dan Perkapalan Surabaya), I Wayan Yoga Djunaedi (Direktur Produksi), dan Muhammad Yahya selaku Deriktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT Dok Perkapalan Surabaya (perkara masing-masing terpisah).

Ke- 3 orang saksi yang dihadirkan JPU kehadapan Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosisawan, diantaranya Joedy Punggih H selaku senior Manager engineering PT. Dok Perkapalan Surabaya (Persero/BUMN),; Afrizal, Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina (Persero/BUMN) dan Gembong Primadjaya selaku Direktur Utama (Dirut)  PT. Berdikari Petrol.

Dihadapan Majelis Hakim terungkap, bahwa Gembong Primadjaya selaku Direktur Utama PT. Berdikari Petrol membuat perjanjian kontrak kerja dengan Afrizal selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina, Nomor 010/F00000/2009-S3 tentang jasa penerimaan, penyimpanan  dan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) atau tengki pendam di Jobber, Muara Sabak Jambi pada tanggal 26 Agustus 2009 lalu, dengan jangka waktu pelaksanaan selama 18 bulan dimulai sejak ditandatangani yaitu tanggal 26 Agustus 2009 sampai dengan 26 Februari 2011, dengan lingkup pekerjaan jasa penerimaan, penyimpanan dan penyaluran Bahan Bakar Minyak di Jobber, Muara Sabak, Jambi Tanjung Jabung Timur, dengan  nilai kontrak pekerjaan sebesar Rp 141.800.00.000

Pada hal, PT Berdikari Petrol belum pernah melaksanakan kegiatan baik konstruksi maupun investasi. Sementara dalam isi kontrak antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina dengan Nomor: 010/F00000/2009-S3 tanggal 26 Agustus 2009, PT Berdikari Petrol melaksanakan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak Jambi dan setelah beroperasi, maka PT Pertamina akan menyimpan BBM di tangki pendam tersebut dengan sistem membayar sewa kepada PT Berdikari Petrol.

Selain itu, dalam pasal 6.1 berbunyi, “Pihak Kedua (PT Berdikari Petrol) wajib mendapatkan perizinan sesuai ketentuan yang berlaku untuk pembangunan di Jobber yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang terdiri dari; 1. AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan),  sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 perjanjian ini; 2. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi berwenang yang menyatakan, pembangunan Jobber  dapat dilaksanakan; 3. Izin pengelolaan pelabuhan yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan selambat-lambatnya 180 hari terhitung sejak tandatangan perjanjian ini, serta menyerahkan fotokopi perjanjian sebagaimana disebutkan di atas kepada pihak Pertama (PT Pertamina). Jika PT Berdikari Petro tidak memenuhi persyaratan izin tersebut di atas, maka hal itu diatur pada pasal 6.2 yang berbunyi, “Apabila pihak Kedua belum menyerahkan fotokopi seluruh perjanjian dan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.1 perjanjian ini, maka hal tersebut sudah cukup membuktikan bahwa pihak Kedua tidak mempunyai hak untuk melaksanakan pembangunan Jobber di atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 perjanjian ini, dan pihak pertama mempunyai hak untuk melakukan pemutusan perjanjian secara sepihak dan diterima oleh pihak kedua tanpa tuntutan berupa apapun kepada pihak pertama. Hal ini juga tertuang dalam surat dakwaan JPU.

Anehnya, perjanjian kontrak kerja antara PT Berdikari Petrol dengan PT Pertamina ternyata sudah tidak berlaku, karena PT Berdikari Petrol tidak dapat memenuhi isi perjanjian yang disepakati.

Yang lebih anehnya lagi, perjanjian kontrak kerja antara PT Berdikari Petrol dengan PT Pertamina sudah tidak berlaku karena PT Berdikari Petrol tidak memiliki kemampuan dan modal untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak Jambi serta tidak memenehi isi perjanjian yang dibuat. Kemudian PT Berdikari Petrol mencari investor modal yang mau untuk mengerjakan pembangunan pembuatan tangki pendam tersebut.

Pada tahun 2010, Gembong Primadjaya bertemu dengan Frederick dan Luke L. Tumboimbela. Dalam pertemuan tersebut, Frederick maminta Gembong primajaya untuk datang ke PT Dok dan Perkapalan Surabaya, karena PT Dok dan Perkapalan Surabaya akan melaksanakan pekerjaan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak Jambi.

Selanjutnya, terdakwa M. Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya bersama dengan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, diantaranya Nana Suryana Tahir (Direktur Administrasi dan Keuangan PT Dok dan Perkapalan Surabay), I Wayan Yoga Djunaedi (Direktur Produksi) dan Muhammad Yahya Yahya selaku Deriktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT Dok Perkapalan Surabaya, menyetujui untuk menerima pekerjaan pembuatan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi dari PT Berdikari Petrol, dengan menggunakan sistem pembayaran Turn Key, yaitu seluruh biaya pembangunan yang timbul dalam pekerjaan tangki pendam dibebankan kepada PT Dok dan Perkapalan Surabaya, dan setelah tangki pendam tersebut beroperasi maka PT Berdikari Petrol mendapatkan pembayaran sewa dari PT Pertamina yang selanjutnya, uang sewa tersebut digunakan oleh PT Berdikari Petrol untuk pembayaran kepada PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan cara diangsur tanpa adanya pembayaran uang muka oleh PT Berdikari Petrol.

Terkait hal ini, saksi Afrizal selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina (Persero/BUMN) beralasan tidak mengetahi.

“Saya tidak menegertahui,” jawab saksi Afrizal

Untuk mengungkap kasus ini lebih lanjut, JPU akan mnghadirknya Frederick pada persidangan yang akan datang. Hal itu disampaikan oleh JPU kepada wartawan media ini seusai persidangan.

“Sidang berikutnya, kita akan menghadirkan Frederick. Kalau dari keterangan saksi tadi sudah jelas, bahwa perjanjian kontrak kerja anatara PT Berdikari Petrol dengan PT Pertamina sudah tidak berlaku tetapi kemudian dibait lagi perjanjian kerja antara PT Berdikari dengan PT DOok,” ujar salah seoarng JPU.

Sementara itu, menurut Dr. Abdul Salam selaku Penasehat Hukum terdakwa Muhammad Yahya mengatakan, bahwa dalam kasus yang menjerat kliennya tidak ada unsur  pidananya dan tidak ada kerugian negara. Sebab menurut Ketua Peradi Surabaya ini, karena tidak ada pembayaran antara PT Berdikari Petrol terhadap PT Dok dan Perkapalan Suaranaya.

“Kasus ini tidak ada unsur pidananya dan tidak ada kerugian engara. Sebab tidak ada pembayaran sama sekali dari PT Dok ke PT Berdikari, jadi tidak ada kerugian negara,” kata Abdul Salam.
 Seperti yang diberitakan sebelumnya. Kasus ini berawal pada tanggal 26 Agustus 2009 lalu, dimana Gembong Primadjaya selaku Direktur Utama PT Berdikari Petro bersama dengan Afrizal, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina menandatangani perjanjian Nomor 010/F00000/2009-S3 tentang jasa penerimaan, penyimpanan  dan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jobber, Muara Sabak, Jambi dengan jangka waktu pelaksanaan selama 18 bulan dimulai sejak ditandatangani yaitu tanggal 26 Agustus 2009 sampai dengan 26 Februari 2011 dengan lingkup pekerjaan jasa penerimaan, penyimpanan dan penyaluran Bahan Bakar Minyak di Jobber, Muara Sabak, Jambi Tanjung Jabung Timur, dengan  nilai kontrak untuk pekerjaan tersebut sebesar Rp 141.800.00.000

Bahwa perusahaan PT Berdikari Petro didirikan berdasarkan Akta Nomor 8 tanggal 14 Juli 2008 dibuat dihadapan Soetati Muchtar, SH Notaris di Jakarta, yang telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-16059.AH.1.01. tahun 2009 tanggal 27 April 2009, sebelum mendapatkan perjanjian jasa dari PT Pertamina, perusahaan ini belum pernah melaksanakan kegiatan baik konstruksi maupun investasi. Bahwa isi kontrak Nomor 010/F00000/2009-S3 antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina tersebut, PT Berdikari Petro melaksanakan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi dan setelah beroperasi, maka PT Pertamina akan menyimpan BBM di tangki pendam tersebut dengan sistem membayar sewa kepada PT Berdikari Petro.

Dalam kontrak Nomor 010/F00000/2009-S3, antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina tentang jasa penerimaan, penyimpanan dan penyaluran BBM di Jobber, Muara Sabak, Jambi tersebut, di dalam pasal 6.1 berbunyi, “Pihak Kedua (PT Berdikari Petro) wajib mendapatkan perizinan sesuai ketentuan yang berlaku untuk pembangunan di Jobber yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang terdiri dari; 1. AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan),  sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 perjanjian ini; 2. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)atau izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi berwenang yang menyatakan pembangunan Jobber  dapat dilaksanakan; 3. Izin pengelolaan pelabuhan yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan selambat-lambatnya 180 hari terhitung sejak tanda tangan perjanjian ini, serta menyerahkan fotokopi perjanjian sebagaimana disebutkan di atas kepada pihak Pertama PT Pertamina). Jika PT Berdikari Petro tidak memenuhi persyaratan izin tersebut di atas, maka hal itu diatur pada pasal 6.2 yang berbunyi, “Apabila pihak Kedua belum menyerahkan fotokopi seluruh perjanjian dan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.1 perjanjian ini, maka hal tersebut sudah cukup membuktikan bahwa pihak Kedua tidak mempunyai hak untuk melaksanakan pembangunan Jobber di atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 perjanjian ini, dan pihak pertama mempunyai hak untuk melakukan pemutusan perjanjian secara sepihak dan diterima oleh pihak kedua tanpa tuntutan berupa apapun kepada pihak pertama.

Selain persyaratan Administrasi tersebut di atas, PT Berdikari Petro berkewajiban untuk menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada PT Pertamina, dan hal tersebut diatur dalam kontrak Nomor 010/F00000/2009-S3 antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina tentang jasa penerimaan, penyimpanan dan penyaluran BBM di Jobber, Muara Sabak, Jambi pada pasal 24.1  berbunyi, ”Sebelum penandatanganan perjanjian ini, pihak kedua wajib menyerahkan kepada pihak pertama jaminan pelaksanaan selama masa pembangunan Jobbel yang diterbitkan oleh Bank umum atau lembaga keuangan non Bank, yang direkomendasikan pihak pertama sebesar 5% dari nilai capex Jobber sebesar Rp 141.800.00.000 yang berlaku untuk jangka waktu 18 bulan dan ditunjukkan kepada Vice President Keuangan Hilir Direktorat Keuangan pihak pertama".

Setelah batas waktu yang telah ditentukan selama 180 hari sesuai pasal 6.2 dalam kontrak Nomor 010/F00000/2009-S3 antara PT Berdikari PT dengan PT Pertamina tentang jasa penerimaan,  penyimpanan dan penyaluran BBM di Jobber, Muara Sabak, Jambi, PT Berdikari Petro tidak dapat memenuhi Dua persyaratan tersebut khususnya pengurusan Izin pelabuhan, dan PT Berdikari Petro tidak pernah menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada PT Pertamina, sehingga berdasarkan pasal 66.2 perjanjian tersebut maka kontrak antara PT Berdikari petrol dengan PT Pertamina sudah tidak berlaku.

Karena PT Berdikari Petro tidak memiliki kemampuan dan modal untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak Jambi, maka PT Berdikari Petro mencari investor modal yang mau untuk mengerjakan pembangunan pembuatan tangki pendam tersebut.

Kemudian pada tahun 2010, Gembong Primadjaya selaku Direktur PT Berdikari bertemu dengan Frederick dan Luke L. Tumboimbela. Dalam pertemuan tersebut, Frederick maminta Gembong primajaya untuk datang ke PT dok dan perkapalan Surabaya, karena PT Dok dan Perkapalan Surabaya akan melaksanakan pekerjaan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak Jambi.

Selanjutnya, terdakwa M. Firmansyah Arifin selaku Dirut PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) beralamat di Jalan Tanjung Perak Barat No 433 -  435 Surabaya, bersama dengan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya lainnya, antara lain Nana Suryana Tahir (Direktur Administrasi dan Keuangan PT Dok dan Perkapalan Surabay, I Wayan Yoga Djunaedi (Direktur Produksi) dan Muhammad Yahya Yahya selaku Deriktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT Dok Perkapalan Surabaya, telah menyetujui untuk menerima pekerjaan pembuatan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi dari PT Berdikari Petrol dengan menggunakan sistem pembayaran Turn Key, yaitu seluruh biaya pembangunan yang timbul dalam pekerjaan tangki pendam dibebankan kepada PT Dok dan Perkapalan Surabaya, dan setelah tangki pendam tersebut beroperasi maka PT Berdikari Petro mendapatkan pembayaran sewa dari PT Pertamina yang selanjutnya uang sewa tersebut digunakan oleh PT Berdikari Petrol untuk pembayaran kepada PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan cara diangsur tanpa adanya pembayaran uang muka oleh PT Berdikari Petro.

Terdakwa M. Firmansyah Arifin menandatangani kontrak antara PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan PT Berdikari Petro yang diwakili Gembong Primadjaya dengan Nomor : 09/VII/ /PS-BP/2010 (tidak ada tanggal) Agustus 2010 senilai US$ 20.216.645 atau setara Rp 179.928.141.879 dengan melihat estimasi 8.900 Satu Dollar, sedangkan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya yang lainnya yaitu Muhammad Yahya, Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedi turut menyetujui dengan menandatangani selaku saksi pada kontrak tersebut.

Padahal kontrak antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina Nomor 010/F00000/2009-S3 tanggal 26 Agustus 2009 sebagai dasar pembuatan kontrak antara PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan PT Berdikari Petro sudah tidak berlaku, karena PT Berdikari Petro tidak memenuhi izin yang dipersyaratkan yaitu selama 180 hari kalender sejak penandatanganan kontrak antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina yaitu izin pengelolaan Pelabuhan sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 kontrak antara PT Pertamina dengan PT Berdikari Petro.

Disamping itu, terdakwa Firmansyah Arifin bersama direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya lainnya yaitu Nana Suryana Tahir, I Wayan Yoga Djunaedi dan Muhammad Yahya tidak melakukan klarifikasi kepada PT Pertamina sesuai dengan prinsip kehati-hatian untuk memastikan legalitas termasuk keberlakuan dari kontrak PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina, karena skema pembayaran pembangunan tangki pendam digantungkan kepada kontrak tersebut.

Walaupun PT DPS tidak memiliki pengalaman dibidang pembangunan tangki pendam, namun terdakwa Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT DPS bersama Direksi lainnya, yaitu Nana Suryana Tahir, Muhammad Yahya dan I Wayan Yoga Djunaedi tetap melakukan kontrak dengan PT Berdikari Petrol yang dalam pelaksanaannya, terdakwa M. Firmansyah Arifin bersama dengan Direksi lainnya melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan AE Marine Pte Ltd di Singapura sebagai subkontrak untuk melaksanakan pekerjaan EPC (engginering, procrutmen,  conttuksi) pembangunan tangki pendam Muara Sabak Jambi tanpa melalui proses pengadaan barang yang berlaku di PT DPS. Dan Marine Pte Ltd bukan Mitra dari PT Dok dan Perkapalan Surabaya,  dan terdakwa M. Firmansyah Arifin beserta 3 Direksi lainnya tidak pernah meminta penawaran kepada rekanan lainnya sebagai Mitra dari PT DPS untuk pembanding harga. Terdakwa Firmansyah Arifin justru menandatangani kontrak dengan AE Marine Pte Ltd  Nomor 0100/Proc/ AEMarine/DPS/2010 tanggal 24 Agustus 2010 dengan nilai UD$ 19.032.011   yang juga disetujui oleh Muhammad Yahya, Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedi selaku Diriksi yang bertindak sebagai saksi dalam kontrak tersebut, dan dalam kontrak pembangunan tangki pendam dengan AE Marine Pte Ltd tersebut tidak ada pasal persyaratan untuk AE Marine Pte Ltd sebagai kontraktor menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada PT DPS sebesar 5% dari biaya pekerjaan.

Bahwa terdakwa M. Firmansyah Arifin bersama 3 Direksi lainnya menyetujui untuk melakukan pembayaran uang muka dengan cara transfer kepada AE Mariane Pte Ltd di Bank OCBC Singapore dengan Nomor rekening 503-009979-8301 secara bertahap sebanyak 4 tahap sebesar UD$ 3,963, UD$ 75.000 tanpa adanya jaminan atau Bank garansi, serta bukti pendukung lainnya antara lain; kuitansi, laporan fisik pekerjaan dan berita acara terima barang dari AE Mariane Pte Ltd melainkan hanya berupa invoice penagihan AE Mariane Pte Ltd.  Selanjutnya terdakwa M. Firmansyah Arifin bersama tiga Direksi lainnya menandatangani dokumen pencairan berupa invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan untuk dilakukan pembayaran kepada AE Mariane Pte Ltd, serta Nana Suryana Tahir juga menandatangani aplikasi bukti transfer uang kepada AE Mariane Pte Ltd melalui Bank BII  Surabaya dan Bank UOB Surabaya tanpa Ada progres pekerjaan yang dilakukan oleh AE Mariane Pte Ltd di lapangan. Adapun pencairan pembayaran melalui transfer kepada AE Mariane Pte Ltd terjadi sebagai berikut ;

1. Tahap pertama pada tanggal 15 November 2010 sebesar UD$ 800.000 ekuivalen Rp 7.148.800.000 yang dibayarkan melalui Bank UOB Buana Jalan Embong Malang Surabaya, dan yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana. Sedangkan yang memberikan paraf pada invoice penagihan dari AE Marini Pte Lld sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, yaitu terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan Muhammad Yahya,  Nana Suryana dan I Wayan Yoga Djunaedi.

2. Tahap ke- II Pada tanggal 17 Februari 2011 sebesar UD$ 100.000 ekuivalen Rp 903.818.510, dibayarkan melalui bank BII Jalan Pemuda Surabaya yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan Nana Suryana Tahir  dan Direktur Produksi I Wayan Yoga Junaedy. Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

3. Tahap ke- III pada tanggal 21 Februari 2011 sebesar UD$ 2.563.7215 ekuivalen Rp 22.676.147.625 yang dibayar melalui Bank UOB Buana Buana Jalan Embong Malang Surabaya yang mendatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana Tahir dan Direktur Pemasaran dan Pembangunan Usaha yaitu Muhammad Yahya. Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

4. Tahap ke IV pada tanggal 11 April 2011 sebesar UD$ 500.000 ekuivalent Rp 4.335.500.000  yang dibayar melalui Bank UOB Buana Jalan Embong Malang Surabaya yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana Tahir dan Direktur Pemasaran dan Pembangunan Usaha yaitu Muhammad Yahya.  Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi.

Pembayaran dari PT PDS ke AE Mariane Pte Ltd tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara PT PDS dengan AE Mariane Pte Ltd yang seharusnya dengan cara Letter of Credit (L/C) dan tidak ada kewajiban PT PDS untuk melakukan pembayaran uang muka kepada AE Marine Pte Ltd.

Bahwa pada bulan Desember 2010 Joedy Punggih H selaku senior Manager engineering bersama dengan Agus Hadi Utomo selaku Project monitoring atas perintah Muhammad Yahya menandatangani progres fisik fiktif sebesar 25% atas pekerjaan tangki pendam di Muara Sabak Jambi, seolah-olah di lapangan sudah ada pekerjaan dengan progress sebesar 25% dan Muhammad Yahya selaku Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha membuat debet nota invoice kepada PT Berdikari Petro Nomor 28/DPS-F1/10 tanggal 30 Desember 2010 dengan nilai Rp 52.247.000.000 dengan mengacu kepada bobot fiktif tersebut seolah-olah PT DPS akan melakukan penagihan kepada PT Berdikari Petro yang tujuannya progres dan invoice tersebut digunakan oleh terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan 3 Direksi lainnya untuk dijadikan pengakuan pendapatan perusahaan. Sehingga para Direksi PT DPS mendapatkan tantiem atau bonus akhir tahun terhadap prestasi kerja PT DPS atas pekerjaan tangki pendam di Muara Sabak Jambi.

Bahwa pembayaran yang diterima oleh AE Mariane Pte Ltd dari PT DPS tersebut tujuannya bukan untuk pembayaran pekerjaan pembuatan tangki pendam di Muara Sabak Jambi, melainkan digunakan untuk menutupi kekurangan pembelian bahan material pembuatan Dua kapal tanker milik PT Pertamina kepada Zhan Hong Pte Ltd sebesar UD$ 3,830,150 sebagaimana surat Protocol of agreement nomor 180/BA/DS/9/III/11 tanggal 19 September 2011 antara PT DPS  dengan yang Zhang Hong Pte Ltd dan AE Marine Pte Ltd yang ditandatangani oleh Muhammad Yahya dari pihak PT DPS, dan Wong Cheng Lim dari pihak Zhang Hong Pte Ltd serta Chia Lee Mee dari pihak AE Marine Pte Ltd. Pada hal untuk pembuatan kapal tanker milik PT Pertamina telah mempunyai kontrak antara PT DPS dengan PT Pertamina serta telah mempunyai anggaran tersendiri.

Penunjukan Zhang Hong Pte Ltd sebagai supplier tunggal untuk pembelian bahan material pembuatan 2 unit kapal tanker milim PT Pertamina tidak melalui mekanisme yang berlaku sesuai Surat Keputusan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya Nomor 025/kpts/DS/2/I/08 tentang peraturan pengadaan barang PT Dok dan Perkapalan Surabaya, yang seharusnya dengan RAB (rencana anggaran biaya) untuk pembelian bahan material pembuatan kapal tanker milik PT Pertamina dengan nilai UD$ 9,535,418 untuk 1 Kapal, PT DPS sudah mendapatkan keuntungan jika pembelian kepada mitra-mitra PT DPS, namun oleh karena terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan 3 Direksi lainnya melakukan penunjukan langsung kepada Zheng Hong Pte Ltd  sebagai supplier tunggal untuk pengadaan bahan material pembuatan kapal milik PT Pertamina tersebut yang mengajukan penawaran senilai US$ 12, 607,750 untuk 1 unit kapal melampaui senilai US$ 9,535,418, maka harga barang untuk pemenuhan satu kapal menjadi sebesar US$ 12,607,750 atau lebih mahal dari pada pembelian kepada mitra-mitra PT DPS.

Bahwa selisih kekurangan biaya tersebut oleh terdakwa Firmansyah Arifin yang disetujui oleh Direksi lainnya, diambil dari pembayaran pekerjaan pembuatan tangki pendam di Muara Sabak Jambi kepada AE Marini Pte Ltd senilai US$ 3,963,721.

Sehingga perbuatan tersebut telah bertentangan dengan pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang BUMN, Surat Keputusan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, prosedur standar operasional atau standar operating prosedur (SOP)

Bahwa akibat perbuatan terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan 3 Direksi lainnya, yakni Muhammad Yahya, Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedy telah mengakibatkan kerugian terhadap keuangan negara sebesar US$ 3,963,725 US ekuivalen Rp 35.063.047.625 sebagaimana laporan hasil audit BPKP RI dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara Nomor SR-1205/ D5/2/2017 tanggal 28 Desember 2017.  (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top