0
Surat kuasa yang ditandatangai Dewi
#Dewi : Saya sangat kecewa dan “curiga” atas putusan Majelis Hakim Yang menolak gugtan saya, belum lagi laporan di Polda Metro Jaya sudah 3 tahun lebih tak kunjung tuntas dan semua lembaga sudah saya surati tak ada tanggapan#


beritakorupsi.co – Kecewa dan “curiga” ! Itulah yang diucapkan oleh Sri Dewi Kartika atau Dewi, ahli waris dari alm. Rahman Rahim Salam, warga Jatisampurna Cibubur, Kota Bekasi kepada wartawan media ini, terkait perkara gugatannya yang ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuai Isworo, setelah tertunda 4 (Empat) kali, sidang putusan itu barulah dibacakan pada Senin, 26 Maret 2018 lalu.

Dalam perkara ini Dewi adalah istri sah almarhum Rahman Rahim Salam selaku penggugat. Sementara PT. Bank Kesejahteraan Ekonomi, di Gedung IKP RI, Jalan RP. Suroso No. 21. Cikini, Menteng, Jakarta Pusat adalah Tergugat I, Bank Kesejahteraan Ekonomi, Kantor Cabang Pembantu Kemayoran, di Wisma Iskandarsyah,  Jalan Iskandarsyah Kav 12 - 14. Blok. B No 10 Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (tergugat II), Lusi Lusmiati (Kepala Kesejahteraan Ekonomi Cabang Pembantu Kemayoran), warga Komplek Walikota, Jalan Nuri Blok. A2/19 RT 001/RW 006 Kel. Sukapura, Kec. Cilincing Jakarta Utara (tergugat III) dan Elvira Emilia Salam, warga Jl. Asem Baris Raya No. 124 RT 002 RW 007 Kel. Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan (tergugat IV) serta OJK (Otoritas Jasa Keuangan) selaku turut tergugat.

“Gugatan saya ditolak. Saya tidak mecari kemenangan melainkan keadilan. Saya akan banding dan melaporkan Hakimnya ke KY,” kata Dewi mengawali pembicaraan dengan wartawan media ini disalah satu restoran Town Square Cilandak Jakarta Selatan, Jumat, 27 Maret 2018.

Menurut Dewi, dirinya kecewa atas putusan tersebut karena pertimbangan Majelis Hakim terkait surat kuasa yang diberikannya terhadap Elvira Emilia Salam atau Elvira (tergugat IV) adik kandung almarhum, warga Jl. Asem Baris Raya No. 124 RT 002 RW 007 Kel. Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan pada tanggal 24 Pebruari 2013 lalu, yang isinya untuk mengurus harta peninggalan almarhum berupa tabungan deposito atau simpanan lainnya di Bank Kesejahteraan Ekonomi Jakarta dianggap sah.

Pada hal menurut Dewi, dalam surat kuasa yang diminta Elvira untuk ditandatangani Dewi bersama  dua anaknya yang masih dibawah umur, sebelum 40 hari suaminya meninggal (22 Januari 2013), tidak menyebutkan jenis tabungan dan nomor rekening serta alamat Bank Kesejahteraan Ekonomi tempat almarhum menabung.

Anehnya, Elvira justru menggunakan surat kuasa itu untuk menutup semua jenis tabungan almarhun di Bank Kesejahteraan Ekonomi. Yang lebih anehnya lagi, pihak Bank Kesejahteraan Ekonomi mengabulkan penututp bukuan semua rekening almarhum yang diajukan Elvira berdasarkan surat kuasa yang dipegangnya tanpa ada konfirmasi dari pihak Bank ke Dewi selaku ahli waris yang sah, mengingat dalam surat kuasa tersebut tidak mencantumkan nama jenis tabungan termasuk nomor rekening.

“Yang membuat saya kecewa adalah, pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa surat kuasa tidak cacat dan prestasi sudah diberikan ke ahli waris atau ke saya. Kog pertimbangannya bisa menyatakan seperti itu tanpa ada bukti. Dalam surat kuasa itu kan, saya tidak menyebutkan alamat Bank maupun jenis tabungan termasuk nomor rekening almarhum suami saya. Isi surat kuasa itu bersifat umum bukan penupan rekening, tapi hanya mengurus. Apakah Undang-undang Perbankan atau aturan lain, menegani penutup bukuan rekening nasabah melalui orang lain atau kuasa, tidak perlu dijelaskan jenis tabungan dan nomor rekening serta alamat Bank dimana pemberi kuasa menabung ? Apakah ini hukum yang berlaku ?,” kata Dewi dengan nada bertanya.

“Saya sangat kecewa dan “curiga” atas putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang menolak gugatan saya. Pembacaan putusan Emapt kali tertunda, atau hampir Dua bulan. Ternyata putusan Majelis Hakim menolak gugatan saya. Majelis Hakim sepertinya tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang saya ajukan melalui Kuasa Hukum saya dalam persidangan,” kata Dewi kemudian

Tidak hanya itu. Hasil penutup bukuan rekening almarhum di Bank Kesejahteraan Ekonomi tidak dilaporkan oleh Elvira hingga saat ini kepada Dewi  selaku ahli waris yang sah bersama kedua anaknya. Selain itu, lanjut Dewi, ada tiga surat kuasa yang ditandatangani Dewi saat itu, diantaranya surat kuasa untuk mengurus harta peninggalan almarhum berupa tabungan deposito atau simpanan lainnya di Bank Kesejahteraan Ekonomi Jakarta, mengurus harta peninggalan almarhum berupa tabungan deposito atau simpanan lainnya di Bank OCBC Jakarta, dan surat kuasa untuk mengurus saham almarhum di PT Garuda Indonesia. Namun hingga saat ini, tak satupun yang dilaporkan Elvira kepada Dewi. Dewi mengetahui jumlah uang almarhum suaminya dalam tabungan setelah melaporkannya ke Polda Metro Jaya pada Desember 2015 lalu.

Karena Dewi merasa laporannya di Polda Metro Jaya sejak 2015 lalu hingg saat ini tak kunjung tuntas, Ia pun telah berkirim surat kepada beberapa lembaga/Instansi pemerintah yang ada di negeri ini diantaranya, Komisi III DPR RI, Kementerian Hukum dan HAM, Komnas Ham, Kaplori, Ombusmen Presiden RI, Ir. Joko Widodo selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, namun hasilnya sama.

“Satu minggu setelah suami saya meninggal, Elvira meminta saya untuk ketemu dimakan, karena saya kira mau jiarah bersama, saya pun menuruti dan mengajak kedua anak-anak. Sesampainya dimakan, Elvira minta saya untuk menandatangani surat keterangan waris. Anak saya sempat marah saat itu, tapi kata Elvira kerena dia sedang ditunggu Lurah. Saya tidak mau rebut dan saya juga tidak merasa curiga makanya saya tandatangani. Satu bulan kemudian yaitu tannggal 24 Pebruari 2013, Elvira sama Wiwit yang masih kakaknya datang kerumah membawa 3 surat kauasa untuk saya tandatangani, yaitu ke Bank Kesejahteraan Ekonomi, ke Bank OCBC dan mengurus saham ke PT Garuda Indonesia. Tapi tidak satupun yang dilaporkan Elvira ke saya. Berapa jumla uang almarhum suami saya di Bank Kesejahteraan Ekonomi tidak pernah ada laporan, bentuk buku tabungan setelah penutup bukuan pun tidak pernah ditunjukkan hingga saat ini. lalu dari mana Majelis Hakim menyatakan tidak cacat dan dan prestasi sudah diberikan ke saya sebagai ahli waris ?,” ungkap Dewi menceritakan.

“Saya mengetahui jumlah uang dalam tabungan deposito dan tabungan biasa milik almarhum sebesar Rp 6 milliar lebih, setelah saya melaporkannya ke Polda Metro Jaya pada tanggal 24 Desember 2015 lalu, dengan Nomor Laporan  LP/5543/XII/2015 Dit Reskrimum tanggal 24 Desember 2015. Namun entah mengapa, kasus ini pun hingga saat ini belum tuntas. Saya pun telah berkirim surat kesemua lembaga atau instansi pemerintah termasuk ke Bapak Presiden. Kalau dari Bank OCBC, mereka pernah konfirmasi kesaya dengan mengirim surat, jumlahnya Rp 11 juta,” lanjut Dewi

Saat disinggung terkait laporannya di Polda Metro Jaya, Dewi mengatakan, bahwa Propam Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan terhadap peyidik. Sebelum Ia (Dewi) memenuhi panggilan Propam melalui telepon, dirinya pernah dihubungi oleh salah seorang penyidi Polda dan meminta agar Dewi mencabut laporannya ke Presiden, serta mengajak bertemu empat mata, namun Dewi tak menghiraukannya karena merasa takut.

“Dua bulan lalu saya pernah ditelepon oleh Propam dan diminta datang ke Polda, dan saya pun kesana. Katanya karena laporan saya ke Presiden. Kata Propam, mereka telah melakukan pemeriksaan terhadap penyidik dan ditemukan adanya pelanggaran SOP. Katanya saya akan dikirimi surat. Tapi sebelum itu, saya pernah dihubungi oleh Kuswanto salah satu penyidiknya waktu itu, dan meminta saya supaya mencabut laporan saya yang ke Presiden. Beberapa hari setelah saya dari Propam, saya di telepon lagi dan diajak bertemu empat mata, karena saya takut makanya saya tidak hiraukan,” ungkap Dewi

Dewi menambahkan, laporannya di Polda Metro Jaya pun dianggap janggal. Karena berdasarkan surat dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait permintaan berkas perkara dalam SPDP yang dikirim penyidik Polda Metro jaya, ternya dalam surat itu disebutkan ada nama tersangkanya. Namun aneh, hingga saat ini laporan saya pun tak kunjung tuntas.

Saat ditanya langka selanjutnya yang akan ditempuh Dewi terkait putusan perkara gugatan di PN Jakarta Pusat, menurutnya akan melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan melaoporkan Majelis hakim kepada Komisi Yudisial (KY).

Terkait ucapan Dewi yang mengatakan, bahwa dirinya pernah dihubungi oleh penyidik Polda Metro Jaya Kuswanto, wartawan media ini pun mencoba mengkonfirmasi dengan mengirim pesan melaui Nomor WastAppnya, namun tak ada tanggapan, walau pesan tersebut sudah dibaca, pada Sabtu, 31 Maret 2018.

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Kasus ini bermula pada tahun 2013 lalu, saat suami penggugat sebagai ahli waris dari alm. Rahman Rahim Salam, yang meninggal dunia pada tanggal 22 Januari 2013. Semasa hidup alm Rahman yang berprofesi sebagai konsultan perusahaan Jepang, alm. Rahman mempekerjakan 2 adik kandungnya di kantornya, yaitu Edwin Salim dan Elvira Emilia Salim yang baru lulus dari salah satu Universitas.

Karena keduanya adik kandung, alm. Rahman tak pernah merasa curiga apa bila suatu saat terjadi sesuatu terhadap dirinya. Dan istri alm pun tak pernah mencampuri urusan kantor suaminya. Namun petaka yang tak pernah diduga sebelumnya datang juga. Berawal setelah Rahman Rahim Salam meninggalkan istri dan kedua anaknya pada tanggal 23 Januari 2013.

Satu minggu setelah Rahman meninggal, Elvira menghubungi Dewi untuk ketemu dimakan, karena dikira akan jiarah bersama, Dewi pun menuruti serta mengajak kedua anak-anaknya atas permintaan Elvira. Sesampainya dimakam, Elvira yang ditemani Edwin dan keluarganya minta Dewi untuk menandatangani surat keterangan waris. Salah satu anak Dewi  sempat marah, namun menurut Dewi, karena Elvira memaksa dengan alasan sedang ditunggu Lurah, surat yang diminta Elvura pun akhirnya ditandatangani Dewi.

Satu bulan kemudian yaitu tannggal 24 Pebruari 2013, Elvira bersama Wiwit yang masih kakak kandung Elvira, kembali mendatangi Dewi kerumahnya dengan membawa 3 surat kauasa untuk tandatangani, yaitu ke Bank Kesejahteraan Ekonomi, ke Bank OCBC dan mengurus saham almarhun ke PT Garuda Indonesia.

Namun hingga saat ini, Dewi tidak pernah menerima laporan apapun dari Elvira. Berapa jumla uang almarhum suaminya di Bank Kesejahteraan Ekonomi tidak diketahuinya, termasuk bentuk buku tabungan almarhum.

Beberapa bulan setelah sang adik kandung alm. Memperoleh yang “diinginkan”, sejak itupula tak ada kabar, tak ada laporan sama sekali. Berulang kali Dewi menghubungi Elvira, Elvira terkesan menghindar dengan berbagai alasan. Beberapa bulan kemudian, Elvira mengajak Dewi berkumpul di rumah orang tua alm. Rahman. Dalam pertemuan tersebut, Elvira memberitahukan, ada uang sebanyak 3 milliyar rupiah. Namun 2 milliar telah dibuat untuk membayar pengobatan alm Rahman selama di Rumah Sakit tanpa menunjukkan bukti kwitansi,

Janji tinggal janji, bukti kwitansi pembayaran hutang alm. Sebesar Rp 2 milliyar tak kunjung ada. Benarkah alm. Meninggalkan hutang di Rumah Sakit sebesar Rp 2 milliyar tanpa sepengetahuan istri alm Rahman ? Andaikan benar, mengapa pihak Rumah Sakit tidak memberitahukannya kepada Dewi selaku istri alm. Rahman dan justru memberitahkannya kepada pihak lain (Elvira) ?.

Tak tinggal diam. Dewi pun menemui pihak Rumah Sakit, dan ternyata diketahui bahwa biaya pengobatan alm selama beberapa hari di rumah sakit hanya sebesar Rp 95 juta dan selama 3 tahun sekitar Rp 700 juta.

Tragis ! Usaha Dewi untuk mengetahui jumlah tabungan dan deposito sang alm. Suaminya ke Bank Kesejahteraan Ekonomi tak diperolehnya, seperti informasi dari pihak rumah sakit. Kepala Cabang Bank Kesejahteraan Ekonomi hanya mengatakan, kalau uang alm. tak banyak.

Anehnya, untuk memberikan keterangan terkait jumlah tabungan alm. Rahman ke Sistrinya, pihak Bank harus mendapat persetujuan dari Elvira. Ada apa antara Kepala Cabang Bank Kesejahteraan Ekonomi dengan Elvira terkait jumlah tabungan alm. Rahman ?. Berbagai cara telah dilakukan, termasuk mengirim surat melalui OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan menyurati Bank Indonesia selaku induk perbankan di Indonesia, juga tak berhasil.

Untuk mencari kepastian dan keadilan hukum, Dewi pun akhirnya melaporkannya ke Polda Metro Jaya dengan memberikan kuasa agar penyidik Polda dapat memperoleh informasi dari pihak Bank. Alhasil, ternyata uang alm. Rahman yang dicairkan Elvira sekaligus menutup rekening sekitar Rp 6 milliar lebih. Sementara yang diberitahukan Elvira adalah sebesar Rp 3 milliyar dikuarangi hutang alm. Rahman sebanyak Rp 2 milliyar.

Dari kejadian inilah, Dewi menempuh jalur hukum dengan melayangkan gugatan dan laporan ke Polisi. Gugatan di PN Jakarta Pusat sudah mulai disidangkan, sementara laporan di Polda Metro Jaya, 3 tahun tak kunjung tuntas. Hingga saat ini, pelapor hanya menerima surat SP2HP sebanyak 6 kali. Dan sampai kapan pelapor akan menerima surat SP2HP juga belum diketahui.  (Redaksi) 

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top