0
beritakorupsi.co - “Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak dengan udara dingin dan nyamuk-nyamuk nakal yang sewaktu-waktu menggodainya”. Mungkin itulah yang saat dirasakan Siswo Eriana, mantan anggota Dewan yang terhormat (DPRD) di Kabupaten Jombang periode 2009 - 2014.

Sebab, Siswo Eriana saat ini telah meringkuk di kamar penjara milik Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur yang terletak di Jalan Raya Ahmad Yani sejak beberapa bulan yang lalu, yang tertunda sejak tahun 2016.

Sebab, pada saat penyidik Polda Jatim melimpahkan perkara ini ke Kejati Jatim tahun 2016, nama Siswo Eriana masuk dalam P19 dari Kejati Jatim. Namun Siswo Eriana selaku politikus PDI Perjuangan ini lolos dari tangan penyidi Polda Jatim.

Hal itu seperti yang disampaikan oleh  Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Kasidik Pidsus) Kejati Jatim, Dandeni Herdiana saat itu (16 Juni 2016). Menurut Dandeni, nama Siswo Eriana tercantum dalam petunjuk (P19) Jaksa ke penyidik Polda Jatim.

“Memang sudah kita kasih petunjuk. Kami sih siap aja mengangkat perkara itu. Kalau penyidik awalnya Kepolisian, lebih bagus kalau ditindaklanjuti oleh Kepolisian,” kata Dandeni saat itu saat dihubungi wartawan media ini (16 Juni 2016)

Dalam fakta persidangan, nama Siswo Eriana, mantan anggota DPRD Kabupaten Jombang di tahun 2009 dari Fraksi-PDIP ini terungkap, bahwa aliran dana dari Bank Jatim Cabang Jombang masuk ke rekening pribadinya sebesar Rp 500 juta. Hal itu diakuinya dalam persidangan dengan alasan, bahwa buku rekeningnya dipinjam.

Karena keterangannya yang berbeli-belit, Ketua Majelis Hakim yang saat itu H.R. Unggul Warsomukti, memerintahkan JPU untuk menghadirkan dengan pengawalan ke mantan anggota Dewan yang terhormat itu untuk hadir dalam persidangan berikutnya, serta memerintahkan kepada Siswo Eriana membawa bukti berupa buku tabungan rekeningnya.

Anehnya, mantan politikus itu, juga tak bisa menunjukkan buku tabungan rekening pribadi yang dimaksud. Tak hanya disitu. Ketua Majelis Hakim meminta ke JPU untuk menjadikan Siswo Eriana menjadi tersangka.

Terdakwa Siswo Eriana terseret dalam kasus Korupsi usaha rakyat (KUR) fiktif pada tahun 2010 hingga 2012 lalu senilai Rp 24.850.000.000 yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp 19.388.656 900,92 dan menjerat Kepala Cabang Bank Jatim Cabang Jombang, Bambang Waluyo (sudah divonis 10 tahun penjara oleh Hakim PT), 2 penyelia dan 8 analisis Bank Jatim Cabang Jombang.

Kasus Korupsi KUR fiktif senilai Rp24,8 miliar yang merugikan negara senilai Rp 19,5 milliar, Penyidik Subdit Perbankan Ditreskrimsus Polda Jatim, justru mengabaikan petunjuk (P19) Jaksa Kejati Jatim, terkait salah satu nama yakni, Siswo Eriana.

“Kelicinan” Siswo Eriana untuk lolos dari kasus KUR ini tak dapat dielakkan. Buktinya, JPU Kejari Jombang dan Kejati Jatim akhirnya menyeret Siswo Eriana ke Pengadilan Tipikor Surabaya (Kamis, 15 Maret 2019) dan didudukkan di kursi pesakitan untuk diadili dihadapan Majelis Hakim yang di Ketuai Agus Hamzah, dengan didampingi Penasehat Hukumnya Fahmi H. Bachmid yang berkantor di Jakrta dan Surabaya.

JPU pun masih memperlakukan Siswo Eriana bukan sebagai terdakwa Korupsi. Karena JPU tidak memborgol tagan terdakwa, dan juga tidak memberikannya pakaian kebesaran para terdakwa Korupsi, berbeda dengan 16 petani warga Kabupaten Malang yang terseret kasus korupsi “Sapi”. “Tebal tipisnya perut terdakwa, sepertinya berbeda pula memperlakukannya”

Apakah karena Siswo Eriana adalah mantan anggota DPRD Kab. Jombang ? Atau memang berbeda cara perlakuan Jaksa Kejari dengan Jaksa KPK (walau sama-sama dari satu lembaga Adhiyaksa) terhadap terdakwa Korupsi dengan memperhatikan latar belakang yang berbeda?.

Sebab terdakwa kasus Korupsi yang ditangani KPK, apakah itu anggota Dewan, pengusaha atau Kepala Daerah, “Emas putih” alias borgol dipasangkan ke kedua pergelanagan tangan terdakwa dengan pakaian kebesaran yang bertuliskan “Tahanan KPK”.

Bukan politikus namanya kalau tidak berusaha mengelak tuduhan Jaksa Penuntut Umum. Surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU dihadapan Majelis Hakim, ditolaknya dengan mengajukan Eksepsi atau keberatan melalui Penasehat Hukumnya.
“Ia benar, ini kasus KUR. Tadi pembacaan surat dakwaan, minggu depan eksepsi,” kata salah seorang Tim JPU.

Hal yang sama juga dikatakan Fahmi H. Bachmid selaku Penasehat Hukum terdakwa, saat ditemui wartawan media ini seuai persidangan.

“Minggu depan baru Eksepsi,” katanya singkat.

Kasus ini bermula pada tahun 2010 lalu, saat pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengadakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) lewat Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (PT Bank Jatim) selaku pelaksana kepada pelaku usaha selaku Debitur.

Dalam proses pengajuan kredit, antara dokumen dengan fakta dilapangan yang diajukan oleh 55 debitur tidak sesuai. Hal itu pun telah disampaikan para terdakwa ke pimpinan cabang. Namun karena sebagai pegawai bawahan, pekerjaan yang diberikan sang Bos, tetap mereka kerjakan walaupun sudah dilaporkan fakta yang sebenarnya yang tidak sesuai Karena salah satu debiturnya adalah orang terhormat dan terpandang di Kabupaten Jombang yaitu Siswo Eriana, saat itu sebagai anggota DPRD dari F-PDIP periode 2009 – 2014, maka dokumennya pun tetap dikerjakan oleh para terdakwa setelah ada perintah dari sang pimpinan dengan mengatakan, “Jangan lihat dokumennya, tapi lihat siapa yang bawa (mengajukan).” Itulah perintah dari Bambang Waluyo, seperti yang terungkap di persidangan serta diakui sendiri oleh mantan orang nomor satu di Bank Jatim, Jombang itu.

Tak enak memang jadi pegawai bawahan, hanya bisa patuh pada pimpinan ibarat “buah simalakama”, tidak patuh pimpinan, bisa jadi berujung ke pemutusan hubungan kerja alias di pecat, mematuhi perintah lisan pimpinan, bisa jadi masuk penjara. Terkait ketaatan bawahan ke pimpinan, mungkin berlaku disemua jenis usaha maupun instansi/lembaga pemerintah.

Setelah di proses, dana KUR pun mengalir ke salah satu debitur yaitu Siswo Eriana sebesar Rp 12 milliar dan beberapa debitur lain dengan pencairan dana antara 400 hingga 500 juta per debitur. Sehingga, total dana KUR yang dicairkan Bank milik Pemprov Jatim cabang Jombang itu berjumlah Rp 24.850.000.000.

Ibarat peribahasa, sepintar-pintarnya orang menyembunyikan bangkai, akan tercium juga. Pengucuran kredit kesejumlah debitur ternya menimbukan keuangan negara dirugikan senilai Rp 19.388.656 900,92, setelah Bank Indonesia (BI) selaku Induk perbankan melakukan audit. Kemudian, pihkan BI melaporkan ke Polda Jatim.

Dari hasil penyidikan Tim penyidik Polda Jatim menetapkan Kepala cabang, Bambang Waluyo sebagai tersangka dalam dua kasus Korupsi KUR dan KUPS.

Sebagai Pimpinan, Bambang Waluyo pun mengajak 11 anak buahnya untuk menemaninya di “Hotel Prodeo” alias penjara. Ke-11 orang itu terdiri dari 2 orang penyelia, yaitu Cahyo Setiyono (terjerat dalam dua kasus Korupsi KUR dan KUPS) dan Dedy Nugrahady serta 8 analisis.

Anehnya, tak satupun debitur yang diseret sebagai tersangka termasuk Siswo Eriana. Padahal, dalam petunjuk Jaksa ke penyidik, nama Siswo Eriana tercantum untuk “dijadikan tersangka”. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top