0
Terpidana Buchori (lingkaran merah)
beritakorupsi.co - Buchori selaku mantan Wali Kota Probolinggo saat ini “menyandang gelar” terpidana 4 tahun penjara atas putusan Hakim Agung Mahkamah Agung RI pada Desember 2018 dalam kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kota Probolinggo tahun 2009 lalu, untuk pengadaan Meubler, perbaikan ruang kelas, kamar mandi dan WC bagi 70 sekolah SD (Sekolah Dasar) yang menelan anggaran sebesar Rp15.907.777.000 termasuk dana pendamping dari APBD sebesar Rp1.509.777.700, yang merugikan keuangan negara senilai Rp1,6 milliar, tak mau disebut sebagai Koruptor dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) melalui Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 12 Maret 2019.

Sebelumnya, pada Senin, 13 Pebruari 2017, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 (dua) tahun dari tuntuntan JPU selama 5 (lima) tahun. Kemudian Buchori banding ke Pengadilan Tinggi - Jawa Timur, dan hasilnya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jawa Timur menambah hukumannya menjadi 4 tahun penjara.

Tak mau menginap dipenjara, Buchori melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Usaha Buchori untuk tidur di rumahnya pun gagal, karena Hakim Agung Mahkamah Agung RI pada Desember 2018 lalu juga menguatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jawa Timur, dan Kejari Probolinggo pun langsung mengeksekusi Buchori, mantan orang nomor satu yang juga suami mantan orang nomor satu di Kota Probolinggo ini untuk mengantarkannya ke penjara.

Tak enak dan tak nyaman rasanya tidur dipenjara, apalagi tak bebas melanggak lenggok melangkahkan kakinya bersama keluarga untuk menjelajahi Kota Probolinggo, terpidana inipun tak pantang menyerah agar bebas dari jeruji besi dengan mengajukan PK.

 Anehnya, dalam pengajuan PK oleh terpidana melalui Tim Penasehat Hukumnya Wendra Puji dkk yang berkantor di Blok 1 No 118 Jln. Rumah Sakit. Fatmawati No 20 Jakarta Selatan ini, tak ada bukti baru atau saksi, melainkan karena putusan Hakim Agung Mahkamah Agung RI dianggap ada beberapa kejanggalan, namun tak mau menyebutkan satupun. Hal itu disampaikan oleh Wendra Puji saat ditemui wartwan media ini seusai persidangan.

“Tidak ada novum (bukti) atau saksi baru dalam PK ini. Kita hanya menganggap bahwa putusan Kasasi ada beberapa hal, yang tak bisa saya sebutkan. Di Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Tipikor Suranay) divonis 2 tahun, di PT 4 tahun dan Kasasi 4 tahun,” kata Wendra Puji

Hal yang sama juga dikatakan oleh Kasi Pidsus Kejari Probolinggo, namun pria asli Sumatera Utara ini siap untuk “meladeni” permohonan PK yang diajukan oleh terpidana.

“Nggak ada Novum atau saksi yang diajukan oleh terpidana. Kita sudah eksekusi pada Nopember 2018,” kata Kasi Pidsus Kejari Probolinggo.

Dalam kasus ini, Buchori dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 junckto pasal 18 UU Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Terpidana dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kota Probolinggo tahun 2009 lalu, untuk pengadaan Meubler, perbaikan ruang kelas, kamar mandi dan WC bagi 70 sekolah SD (Sekolah Dasar) yang menelan anggaran sebesar Rp15.907.777.000 termasuk dana pendamping dari APBD sebesar Rp1.509.777.700, yang merugikan keuangan negara senilai Rp1,6 milliar.

Dalam kasus ini, tidak hanya Buchori yang dijatuhi hukam pidana penjara. Dua terdakwa lainnya juga bernasib sama yaitu, Suhadak (Wakil Wali Kota non aktif) dan Sugeng Wijaya selaku Direktur CV Wiec. Kedua terdakwa ini dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing 1 tahun.

Kasus ini berawal pada tahun 2009 lalu. Saat itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Probolinggo menerima kucuran dana dari pemrintah Pusat yang bersumber dari APBN sebesar Rp13.587.999.300 ditambah dana pendamping dari APBD senilai Rp1.509.777.700. Sehingga total dana DAK Pendidikan sejumlah Rp15.907.777.000.

Dana  tersebut akan digunakan untuk pengadaan Meubler bagi 70 sekolah SD, dengan nilai Rp1.887.500.000,  dan dana sebesar Rp13.210.277.000 akan digunakan untuk perbaikan bangunan gedung sekolah dengan cara Swakelola berdasarkan Permendiknas Nomor :  3 Tahun 2009 dan Perpres No. 80 Tahun 2003 tentang pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah.

Namun dalam pelaksanaannya, Wali Kota Probolinggo justru menunjuk beberapa rekanan untuk mengerjakan proyek yang di danai dari uang rakyat itu, diantaranya CV Prasetyo (Direktur Rudiono/DPO)  untuk  22 sekolah, CV  Indah Karya (Direktur Suhadak) untuk  26 sekolah, dan CV Jatijaya  (Direktur Ahmad Napon Wibowo)  sebayak 22 sekolah. Sementara Konsultan Perencanaan terdiri dari, CV  Pandan Landung (Direktur Didik), CV Widya Karya (Direktur Hari) dan CV Wiec (Direktur Sugeng Wijaya).

Sebelum pelaksanaan proyek, diadakan pengarahan atau sosialisai oleh Maksum Subani, selaku  Kepala Dinas Pendidikan sekaligus Pejabat Pengguna Anggaran, Masdar selaku Kabid Pendidikan Dasar dan Wawan, Ketua Dewan Pendidikan bersama 70 Kepala sekolah SD selaku penerima DAK yang dihadiri oleh Wali Kota Buchori.

Wali Kota Buchori, saat itu memberikan pengarahan tentang DAK, dan mengatakan, untuk memperoleh  dana DAK, tidak sekadar  bondo  abab (hanya bicara), tetapi  harus nyenggek (menyogok). Arahan itu kemudian di jelaskan lagi oleh  Kadispendik. 

“Buntut” dari arahan Wali Kota Buchori, meminta kepada setiap Kepala Sekolah penerima dana DAK untuk menyetorkan 7%  dari nilai anggaran yang diperoleh. Namun karena Kepala Dinas Pendidikan keberatan, sehingga turun menjadi  5%. Dan setelah dana DAK cair, 70 Kepala Sekola akhirnya menyetorkan masing-masing 5% dan terkumpulah uang sebesar Rp 750 juta.

Uang sebesar Rp 370 juta diserahkan ke Wali Kota Buchori di rumah dinasnya oleh Kepala Dispendik. Hal ini pun terungkap pula dalam surat dakwaan terdakwa Maksum pada persidangan Jilid I, maupun dalam surat putusan Majelis Hakim untuk terdakwa Buchori. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top