0
#'sosok Jumali dan Sanan' akan tetap menjadi "misteri" yang belum terungkap hingga saat ini dalam kasus perkara Korupsi Tangkap Tangan Bupati Nganjuk Novi Rahmad Hidayat dkk oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri dan KPK pada tanggal 9 Mei 2021#
Terdakwa Novi Rahman Hidhayat
BERITAKORUPSI.CO –

“Kuingin marah melampiaskan - Tapi kuhanyalah sendiri di sini - Ingin kutunjukkan pada siapa saja yang ada - Bahwa hatiku kecewa”. Ini adalah sebahagian dari penggalan lirik lagu yang berjudul Kecewa

Dan mungkin seperti lirik lagu inilah yang dirasakan oleh Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk Periode tahun 2018 – 2023 setelah mendengar tuntutan dari Tim Jaksa Penunut Umum (JPU) Nophy Tennophero Suoth, SH., MH yang juga selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Nganjuk dan JPU Eko Baroto dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) yang menuntutnya dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan denda sebesa Rp300 juta subsidair pidana kurungan selama 8 (delapan) bulan, karena dianggap telah terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi ‘jual beli jabatan’ yang Tertangkap Tangan oleh Tim gabungan penyidik Komisi Pemberantasan Korrupsi (KPK) bersama penyidik Bareskrim Mabes Polri (Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia) pada Minggu, tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB

Selain Terdakwa Novi Rahman Hidhayat, JPU juga menuntut Terdakwa M. Izza Muhtadin selaku ajudan Bupati dalam perkara yang sama, dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp150 juta subsidair 6 (enam) bulan kurungan

Baca juga: Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat Diadili Dalam Perkara Korupsi Tangkap Tangan ‘Sebesar Rp629 Juta’ - http://www.beritakorupsi.co/2021/08/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidhayat.html

Baca juga: Lima Dari Tujuh Terdakwa Korupsi Suap Tangkap Tangan di Vonis Masing-Masing 2 Tahun Penjara - http://www.beritakorupsi.co/2021/11/lima-dari-tujuh-terdakwa-korupsi-suap.html
Terdakwa M. Izza Muhtadin (kemeja putih)
Terdakwa Novi Rahman Hidhayat dan Terdakwa M. Izza Muhtadin bersama 5 orang Camat di Kabupaten Nganjuk, yaitu; 1. Dupriono (Camat Pace); 2. Edie Srijanto (Camat Tanjunganom); 3. Haryanto (Camat Berbek); 4. Bambang Subagio (Camat Loceret); dan 5. Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro) sama-sama Tertangkap Tangan oleh Tim gabungan penyidik KPK dan penyidik Bareskrim Mabes Polri pada Minggu, tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB

Setelah ke- 7 orang ini ditangkap, dan kemudian ditetapkan sebagai Tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Suap jual beli jabatan yang selanjutkan dibagi dalam 2 kategori, yaitu sebanyak 5 orang sebagai pemberi suap, yakni; 1. Dupriono (Camat Pace); 2. Edie Srijanto (Camat Tanjunganom); 3. Haryanto (Camat Berbek); 4. Bambang Subagio (Camat Loceret); dan 5. Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro). Sedangkan Novi Rahman Hidhayat dan Terdakwa M. Izza Muhtadin adalah sebagai penerima suap

Ke- 7 Tersangka inipun kemudian diseret ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya oleh JPU Kejari Kabupaten Nganjuk dan JPU dari Kejagung RI untuk diadili dihadapan Majelis Hakim  sebagai Terdakwa dalam perkara Tindak Pidana Korupsi ‘jual beli jabatan’

Dari 7 Terdakwa ini, 5 diantaranya sudah lebih dahulu diadili dan dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dan dijatuhui hukuman pidana penjara masing-masing selama 2 (dua) tahun dan denda masing-masing sebesar Rp100 juta Subsidair pidana kurungan selama 6 (enam) bulan, yiatu; 1. Dupriono (Camat Pace); 2. Edie Srijanto (Camat Tanjunganom); 3. Haryanto (Camat Berbek); 4. Bambang Subagio (Camat Loceret); dan 5. Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro)
Keterangan Foto. Terdakwa Dupriono (Camat Pace); Edie Srijanto (Camat Tanjunganom); Haryanto (Camat Berbek); Bambang Subagio (Camat Loceret); dan Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro) saat menjalani Sidang Putusan
Kelima Terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP

Yang menarik dari kasus perkara ini adalah nasib Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk Periode tahun 2018 – 2023 bernasib sama dengan Bupati sebelumnya (periode 2013 – 2018) yaitu terpidana Korupsi Suap dan Gratifikasi serta TPPU Taufiqurrahman yang juga Tertangkap Tangan oleh KPK pada tahun 2017 lalu

Ibarat pejabat yang baru, melanjutkan apa yang dilaksanakan oleh pejabat sebelumnya. Sebab apa yang dilakukan oleh Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk, tak jauh beda dengan apa yang dilakukaan oleh Terpidana Taufiqurrahman terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Nganjuk hingga Taufiqurrahman terseret dalam Dua perkara Korupsi yaitu menerima Suapa (bermula dari Tertangkap Tangan oleh KPK pada Oktober 2017 di Hotel Brobudur Jakarta), kemudian Perkara yang Kedua adalah Tindak Pidana  Korupsi Gratifikasi menerima hadiah berupa uang dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)

Dalam perkara kedua Terpidana Taufiqurrahaman terungkap, bahwa harga atau nilai rupiah SK (Surat Keputusan) Bupati Nganjuk tahun 2017 untuk CPNS (Calon Pegawai Negeri Spil) yang lulus seleksi menjadi PNS (Pegawai Negeri Spil) atau istilah sekarang ASN (Apratur Spil Negara) adalah bervariasi, tergantung Ijazah terakhir yang dimiliki oleh PNS tersebut, yaitu untuk tingkat SMA atau SMU sebesar Rp50 juta, Diploma (D/Non Gelar) sejumlah Rp60 juta, dan untuk Strata Satu (S1) senilai Rp70 juta. Sedangkan untuk jabatan Camat antara 100 – 200 juta rupiah, dan untuk jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) seharga 1 miliar rupiah.
Sehingga, Nasib Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk periode 2018 – 2023, tak jauh beda dengan nasib  Terpidana Taufiqurrahman saat menjabat sebagai Bupati tahun 2013 – 2018, yaitu sama-sama Tertangkap Tangan dan jabatan sebagai Bupati berakhir sebelum waktunya tiba

Dalam perkara ini, Terdakwa Novi Rahman Hidhayat dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP

Dan perkara inipun tak lama lagi akan berakhir setelah JPU mengajukan tuntutan pidana terhadap Terdakwa dan tinggal menunggu putusan dari Majelis Hakim

Anehnya, sekalipun sidang perkara ini telah berakhir, namun 'sosok Jumali dan Sanan' akan tetap menjadi "misteri" yang belum terungkap hingga saat ini dalam kasus perkara Korupsi Tangkap Tangan Bupati Nganjuk Novi Rahmad Hidayat dkk oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri dan KPK pada tanggal 9 Mei 2021

Namun ada yang menggelitik dalam perkara ini terkait dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Nganjuk maupun keterangan 2 penyidik dari Bareskrim Mabes Polri (Baharuddin dan Ray Barnando) saat dihadirkan sebagai saksi di persidangan yang menyebutkan, bahwa yang pertama kali diamankan adalah Jumali dengan barang bukti berupa uang sebesar 10 juta rupiah
Terdakwa M. Izza Muhtadin (kemeja putih)
Sementara Jumali menjelaskan kepada beritakorupsi.co (Senin, 8 November 2021), bahwa pada saat dirinya diamankan dari Kantor Desa dan dimasukkan ke dalam mobil oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri, ternyata di dalam mobil sudah ada 3 orang, yaitu Sanan, Sadiqu dan Dupriono selaku Camat Pace Kab. Nganjuk

"Bukan. Saat saya diamankan di Kantor Desa dan dimasukkan ke dalam mobil sudah ada 3 orang di dalam yaitu Sanan, Sadiqu dan Camat Pace" kata Jumali kepada beritakorupsi.co melalui telepon selulernya, Senin, 8 November 2021

Namun terkait barang bukti berupa uang sebesar 10 juta rupiah yang dijadikan sebagai barang bukti, Jumali mengakuinya. Menurut Jumali, bahwa uang 10 juta yang diamankan dari tangannya dan uang tersebut rencananya akan diserahkan ke Bupati Nganjuk (Terdakwa) Novi Rahman Hidayat namun belum jadi diserahkan sudah keburu ketangkap Tim penyidik Bareskrim Mabes Polri dan KPK pada tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB

"Iya, uang 10 juta itu memang dari tangan saya rencananya mau saya kasih ke Bupati tapi belum jadi" jawab Jumali.

Saat ditanya lebih lanjut, apakah sudah diperiksa sebagai “tersangka” oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri, Jumali mengatakan tidak, kecuali hanya sebagai saksi. Terkait issu yang beredar, bahwa Jumali adalah sebagai pelapor dalam kasus Tangkap Tangan dan dalam perlindungan, Jumali dengan tegas membantahnya

"Tidak benar itu, biarkan orang lain berkata apa. Keterangan saya seperti yang ada di BAP. Samapi ketemu Mas biar enak ngobrolnya," kata Jumali kemudian
Ada yang menjadi pertanyaan terkait keterangan Jumali kepada beritakorupsi.co dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum maupun keterangan 2 orang saksi dari penyidik Bareskrim Mabes Polri yang menjelaskan, bahwa yang pertama kali diamankan adalah Jumali.

Pertanyaannya adalah, siapa yang benar ? Apakah Jumali, atau dakwaan Jaksa Penuntut Umum  dan keterangan saksi dari penyidik Bareskrim Mabes Polri terkait orang yang pertama kali diamankan dalam perkara korupsi tangkap tangan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dkk pada tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB?

Pertanyaan selanjutnya, kalau memang Jumali turut juga  diamankan dalam perkara kasus Korupsi Tangkap Tangan Bupati Nganjuk Novi Rahmad Hidayat dkk pada tanggal 9 Mei 2021 dengan barang bukti berupa uang sebesar 10 juta rupiah, mengapa Jumali hingga saat ini tidak dijadikan sebagai tersangka???

Berbagai keciragaan dan pertanyaanpun timbul dikalangan masyarakat, “ada apa dan siapa sosok Jumali dan Sanan? Diamankah Kedua sosok tersebut?"

Pertanyaan masyarakatpun bukan tidak beralasan bila dikaitkan dengan pengakuan Jumali, dakwaan JPU maupun keterangan 2 orang saksi dari penyidik Bareskrim Mabes Polri di persidangan
Sementara tuntutan pidana penjara terhadap Terdakwa Novi Rahman Hidhayat dan Terdakwa M. Izza Muhtadin dibacakan oleh JPU Andie Wicaksono, SH., MH yang juga selaku Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidusus) Kejaksaan Negeri Kabupaten Nganjuk dan JPU Eko Baroto dari Kejagung RI dalam persidangan di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Subaya Jalan Raya Juanda Sidaorjo, Jawa Timur secara secara Virtual (Zoom) dengan agenda Tuntutan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai I Ketut Suarta, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota yaitu Dr. Emma Ellyani, SH., MH dan Abdul Gani, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Achmad Fajarisma, SH., MH (dan Eni Fauzi, SH, Dias Suroyo, SH., MH, I Gusti Ngurah Cemeng Wijaya Kesuma, SH., MH dan Swarningsih, SH., M.Hum) yang dihadiri Tim Penasehat Hukum Terdakwa, Tis'at Afriyandi dkk serta dihadiri Kedua Terdakwa secara Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negara) Kabupaten Nganjuk karena kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019)

Dalam surat tuntutannya JPU mengatakan, bahwa Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk (dan Terdakwa M. Izza Muhtadin selaku ajudan Bupati, perkara terpisaha) terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama  sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP

“MENUNTUT: Supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini, MEMUTUSKAN :

1. Menyatakan Terdakwa Novi Rahman Hidhayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP:

2. Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Novi Rahman Hidhayat dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dikurangkan selama Terdakwa menjalani tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara:

3. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh Terdakwa maka diganti dengan pidana kurungan selama 8 (delapan) bulan,”ucap JPU
Sementara Tuntutan JPU terhadap Terdakwa M. Izza Muhtadin adalah dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dikurangkan selama Terdakwa menjalani tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara dan pidana denda sebesar Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh Terdakwa maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan

Atas tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim I Ketut Suarta, SH., MH memberikan kesempatan terhadap Terdakwa maupun melalui Penasehat Hukum-nya untuk menyampaikan Pledoi atau Pembelaan pada persidangan selanjutnya yang akan kembali digelar pada Kamis, 30 Desember 2021. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top