0
“Permohonan PK terkait Putusan Bebas Mahkamah Agung pada tanggal 23 Mei 2019 terhadap Drs. H. KOMARI, M.Si dalam perkara Korupsi Dana Bantuan PIK Tahun 2012  senilai Rp105 juta”
 

BERITAKORUPSI.CO –
Ada ungkapan, “Banyak jalan menuju Roma”. Barangkali inilah yang ditempuh oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun utuk “memenjarakan” Drs. H. Komari, M.Si dengan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung Republik Indoneisia (MA RI) melalui Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa, 5 April 2021 atas putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) Nomor : 824 K/Pid.Sus/2019 tanggal 23 Mei 2019 terkait Vonis bebas terhadap Drs. H. Komari, M.Si selaku Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun, yang juga sebagai Sekretaris Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil (PIK) Kabupaten Madiun sebagai terdakwa dalam perkara Korupsi Dana Bantuan Pemberdayaan Industri Kecil (PIK) di Kabupaten Madiun sebesar Rp330.000.000 yang berasal dari APBN TA 1998/1999 dan merugikan keuangan negara senilai Rp105 juta pada tahun 2012

Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 824 K/Pid.Sus/2019 tanggal 23 Mei 2019 berbunyi, ; 1. Menyatakan terdakwa Drs. Komari, M.Si tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan Penuntut Umum; 2. Membebaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari semua dakwaan; 3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; Membebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat Kasasi kepada Negara. Kamis, 5 Nopember 2020

Sebelum MA RI memvonis bebas Drs. Komari, M.Si, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menghukum Drs. Komari, M.Si dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 10 bulan denda sebesar Rp50 juta subsidair 2 bulan kurungan. Putusan itu tertuang dalam perkara Nomor. 195/ Pid. Sus-TPK/2015/PN.Sby yang diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Jawa Timur Nomor : 30/Pid. Sus-TPK/2017/PT.Sby

Hingga saat ini, Kejari Kabupaten Madiun belum melaksanakan (eksekusi) putusan MA RI Nomor 824 K/Pid.Sus/2019 tanggal 23 Mei 2019 yang memvonis bebas Drs. H. Komari, M.Si, sekalipun putusan MA RI sudah bekekuatan hukum tetap (Inkrah). Seperti yang disampaikan Suryono Pane selaku Penasehat Hukum Drs. Komari, M.Si seusai sidang PK, Selasa, 6 April 2021

“Kejari Kabupaten Madiun belum mengeksekusi putusan ini hingga hari ini. Dalam putusan MA disebutkan, Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Ini belum di eksekusi,” kata Pane seusai sidang sambil memperlihatkan putusan MA dan memori PK dari pemohon PK yaitu Kejari Kabupaten Madiun

Ada yang menggelitik dari memori PK Kejari Kabupaten Madiun, yaitu sebutan “terdakwa” terhadap Drs. H. Komari, M.Si. Padahal, Putusan bebas dari MA RI Nomor 824 K/Pid.Sus/2019 tanggal 23 Mei 2019 sudah bekekuatan hukum tetap (Inkrah). Lalu apakah sebutan “terdakwa” masih melekat pada diri seseorang yang sudah di putus bebas dan putuan itu sudah Ikrah?

Sementara dalam sidang permohona pengajuan PK yang diajukan oleh Kejari Kabupaten Madiun, berlangsung di rusang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya (Selasa, 6 April 2021) dengan Ketua Majelis Hakim Safri, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota yaitu Kusdarwanto, SH., SE., MH dan Dr. Emma Ellyani, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Yuliana, SH., MH dan diahdiri mantan terdakwa Drs. H. Komari, M.Si selaku Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun, yang juga sebagai Sekretaris Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil (PIK) Kabupaten Madiun bersama Penasehat Hukumnya, yaitu Suryono Pane dkk.

Alasan Kejari Kabupaten Madiun mengajukan PK, ternyata atas saran dari Plt. Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Yudisial dengan surat Nomor : 20/WK.MA.Y/X11/2020 tanggal 21 Desember 2020 membalas surat dari Kejari Kabupaten Madiun Nomor : B-1491/M.5.46/F1.1/12/2020 tanggal 08 Desember 2020 terkait Permintaan Fatwa Atas Putusan Mahkamah Agung RI Perkara Tindak Pidana Korupsi An. Drs. Komari, M.Si dan An. Drs. Budi Tjahyono, M.Si

Selain itu, permohonan pengajuan PK oleh Kejari Kabupaten Madiun yang tertuang dalam memori PK yaitu terkait putusan MA RI Nomor : 824 K/Pid.Sus/2019 tanggal 23 Mei 2019 yang memvonis bebas Drs. H. Komari, M.Si. Sementara putusan MA RI Nomor : 280 K/Pid.Sus/2019 tanggal 15 April 2019, menghukum Drs. Budi Tjahyono, M.Si (selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Madiun dan selaku Ketua I Tim Koordinasi PIK)

Disebutkan, “Pada pemeriksaan persidangan tingkat pertama dan tingkat banding, dalam amar putusannnya antara lain, kedua terdakwa (berkas perkara splitsing) dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dan terhadap barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp.105.436.000 (seratus lima juta empat ratus tiga puluh enam ribu rupiah) dirampas untuk Negara dan dipergunakan sebagai pembayaran kerugian Negara yang timbul dalam perkara ini”

Alasan lainnya ternyata terkait uang sebesar Rp105.436.000. Kejari Kabupaten Madiun menyebutkan, dengan adanya putusan majelis kasasi (judex juris) yang berbeda tersebut, khrususnya berkaitan dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp105.436.000  menimbulkan ketidakpastian hukum dan menyulitkan bagi Jaksa dalam melaksanakan kedua putusan tersebut

Barang bukti uang tersebut apakah harus dirampas untuk negara sebagaimana amar putusan dalam perkara atas nama terdakwa Drs. Budi Tjahyono, M.Si atau dikembalikan kepada terdakwa Drs. H. Komari, M.Si sebagaimana amar putusan dalam perkara atas nama terdakwa Drs. H. Komari, M.Si

Dan atas permasalahan tersebut, kami (Pemohon) telah bersurat kepada Ketua Mahkamah Agung RI dengan surat Nomor : B-1491/M.5.46/F1.1/12/2020 tanggal 08 Desember 2020 perihal Permintaan Fatwa Atas Putusan Mahkamah Agung RI Perkara Tindak Pidana Korupsi An. Drs. H. Komari, M.Si dan An. Drs. Budi Tjahyono, M.Si (bukti surat terlampir), yang kemudian surat kami tersebut dibalas oleh Mahkamah Agung RI yang ditandatangani oleh Plt. Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Yudisial dengan surat Nomor : 20/WK.MA.Y/X11/2020 tanggal 21 Desember 2020 perihal Permintaan Fatwa Atas Putusan Mahkamah Agung RI Perkara Tindak Pidana Korupsi An. Drs. Komari, M.Si. dan An. Drs. Budi TJAHYONO, M.Si. yang mana dalam surat tersebut disarankan agar kami (Pemohon) mengajukan upaya hukum.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar : a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan pidana yang lebih ringan,

b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau kcadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata bertentangan satu dengan yang lainnya,

c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau sesuatu kekeliruan yang nyata. Bahwa selanjutnya Pemohon mengajukan permohonan peninjauan kembali dengan alasan dan pertimbangan sebagai berikut : I. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata bertentangan satu dengan yang lainnya:

Terkait dengan alasan dalam Pasal 263 ayat (2) huruf b KUHAP tersebut haruslah terdapat 2 (dua) atau lebih putusan pengadilan yang mana dari pelbagai putusan tersebut terdapat hubungan yang erat, dan terhadap dua atau lebih putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Suryono Pane, Penasehat Hukum Drs. H. Komari, M.Si (Dok. BK)

Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 33/PUU-XIV/2016 tanggal 12 Mei 2016 telah memberikan penafsiran konstitusional atas ketentuan Pasal 263 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), bahwa yang berwenang mengajukan PK bukanlah Jaksa

Putusan MK ini sejalan dengan Surat Ketua Mahkamah Agung (MA) Nomor 04/BUA.6/HS/SP/III/2014 tanggal 28 Maret 2014 yang ditujukan keada Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama di Seluruh Indonesia.

Hal ini dikatakan juga oleh pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Dr. M. Sholehuddin, SH, MH yang menjelaskan, JPU tidak boleh mengajukan PK karena hanya untuk melindungi dan memberikan kepentingan hukum dan keadilan bagi seorang Terpidana.

“Sedangkan JPU sebagai penegak hukum (pidana) hanya diberi kewenangan bukan hak. PK itu merupakan pemberian hak terhadap seorang Terpidana. Lihat Pasal 263 KUHAP, tidak diatur baik dalam KUHAP maupun UU Pemberantasan Tipikor,” kata Dr. M. Sholehuddin, SH, MH kepada beritakorupsi.co, Selasa, 6 April 2021

Terpisah. Hal yang sama juga disampaikan Humas Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Safri, SH., MH. Menurutnya, bahwa dapat mengajukan PK adalah terpidana atau ahliwarisnya, pasal 163 ayat (1).

Apakah upaya hukum PK yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun ke MA untuk membatalakan putusan MA atas vonis bebas Drs. H. Komari, M.Si dan kemudian masuk penjara ?.

Kasus ini berawal pada tahun 2000, dimana Pemerintah Kabupaten Madiun menerima dana bantuan Pemberdayaan Industri Kecil (PIK) dengan sumber dana  yang  berasal dari APBN TA 1998/1999 sebesar Rp330.000.000 (tiga ratus tiga puluh juta rupiah) dan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 497.1/MPP/Kep/10/1998 tanggal 26 Oktober 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Serta Pedagang Kecil dan Menengah, mempunyai Tujuan untuk menggerakkan roda perekonomian nasional melalui : Pemberdayaan agro industri kecil berorientasi ekspor ;

1. Pemberdayaan industri kecil kerajinan berorientasi ekspor ; 2. Pemberdayaan industri kecil subtitusi impor ; Pemberdayaan pedagang eceran kecil melalui pembinaan Kelompok Usaha Bersama (KUB) ; 3. Sedangkan sasaran dari bantuan dana Pemberdayaan Industri Kecil (PIK) yaitu : a. Meningkatkan peranan Industri Kecil Menengah  (IKM)  yang  berorientasi ekspor ; b. Mengembangkan Industri Kecil Menengah ( IKM )  dan  Pedagang  Kecil Menengah (PKM) target binaan di seluruh propinsi ; c. Mendorong Peningkatan peranan Pedagang Kecil Menengah ( PKM ) dalam sistem distribusi bahan pokok dan pengembangan ekspor ; Menyerap tenaga kerja yang terkena PHK di sub sektor industri kecil dan pedagang eceran kecil serta memberdayakan pedagang kecil

Yang menjadi lembaga  penyalur  bantuan  dana  Pemberdayaan  Industri Kecil ( PIK ) tersebut sebagaimana Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan  Republik  Indonesia Nomor   :   497.1/MPP/Kep/10/1998 tanggal 26 Oktober 1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Serta Pedagang Kecil dan Menengah adalah Bank Rakyat Indonesia dimana IKM dan PKM berdomisili

Untuk kelancaran pelaksanaan bantuan modal ke Industri kecil, ditunjuk Tim Teknis Daerah ( TTD  )  Kabupaten Madiun yang  anggotanya  terdiri dari saksi NOOR ACHWAN ( unsur dari Dinas Perindustrian ) dan saksi Dra. SRI WULAN RAHMADANI ( unsur dari Bagian Perekonomian pada Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun ) ;

Dalam perkembangannya, pada tahun 2004 setelah dana bantuan Pemberdayaan Industri Kecil (PIK) tersebut digulirkan ke para industri kecil yang ada di wilayah Kabupaten Madiun terdapat sisa dana perguliran yang masih  tersimpan  di rekening giro Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Madiun dengan nomor  rekening 0045.01.000296.30.8 sebesar Rp 107.000.000 (seratus  tujuh  juta rupiah)

Kemudian saksi Drs. H. SUHARDI, M.M. (saat itu menjabat  sebagai  Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Madiun pada tahun 2004)

Setelah mengetahui ada sisa dana Pemberdayaan Industri Kecil (PIK) yang  belum digulirkan sesuai peruntukkannya, lalu memerintahkan saksi Dra. SRI WULAN RAHMADANI dan saksi NOOR ACHWAN ( keduanya selaku Tim Teknis Daerah ) untuk memindahkan dana Pemberdayaan Industri Kecil (PIK) dari  rekening  giro BRI cabang Madiun ke PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun.

Selanjutnya pada tanggal 26 April 2004 dana PIK sejumlah  Rp107.000.000  (seratus tujuh  juta rupiah) oleh saksi Dra. SRI WULAN RAHMADANI dan saksi NOOR ACHWAN dipindahkan ke rekening atas nama Tim Teknis Daerah di PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun dengan nomor rekening 02.11.000419.01

Untuk mengoptimalkan program Pemberdayaan Industri Kecil (PIK) tersebut, Bupati Madiun mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Madiun Nomor 260 Tahun 2004 tanggal 22 Juni 2004 Tentang Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil, di dalam lampiran Keputusan Bupati tersebut menyatakan susunan Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil sebagai berikut :

Penanggung Jawab : Bupati Madiun,; Pengarah : Wakil Bupati,; Ketua : Sekretaris Daerah,; Ketua I : Asisten Perekonomian dan Pembangunan,; Ketua II : Kepala Diperindag,; Sekertaris : Kepala Bagian Perekonomian,; Koordinator    : Wakil Kepala Diperindag,; Anggota : Direktur P.D Bank Pasar, Unsur Perguruan Tinggi, Kabid Perekonomian pada Bappeda, Kasubdin Industri pada Diperindag, Kasubag Perekonomian Perusahaan, Kasi Sarana Industri pada Diperindag, Staf Bagian Perekonomian.

Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bupati Nomor 260 Tahun 2004 tanggal 22 Juni 2004, dalam Diktum Kedua Keputusan Bupati tersebut menerangkan tugas dari Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil sebagai berikut :

 a. Mengadakan koordinasi dalam rangka perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan industri kecil,; b. Memberikan bimbingan kepada para pengusaha industri kecil (IK ) dan industri rumah tangga (IRT),; c. Melakukan koordinasi dalam pengelolaan aspek administrasi pelaksanaan dan pelaporan  pengembangan  industri  kecil  (   IK   )   dan  Industri   Rumah  Tangga (IRT),; d. Melakukan penilaian kelayakan terhadap proposal usaha industry kecil (IK)/ industri rumah tangga (IRT),; e. Menerbitkan surat persetujuan bantuan mengikat  perjanjian  dengan  industri kecil (IK)/industri rumah tangga ( IRT ),; f. Memberikan rekomendasi pencairan bantuan modal kepada PD. BPR Kabupaten Madiun,; g. Melakukan monitoring dan evaluasi  terhadap  ketepatan  pengembalian pinjaman. Bertanggung jawab atas keberhasilan pengembangan industri kecil di Kabupaten Madiun,; h. Melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Bupati

Sisa  dana  perguliran  Pemberdayaan  Industri   Kecil  (PIK)  sebesar Rp 107.000.000 (seratus tujuh juta rupiah) yang tersimpan di PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun sejak tanggal 26 April 2004 hingga tahun 2012 tidak dipergunakan sesuai peruntukkannya sebagaimana Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 497.1/MPP/Kep/10/ 1998 tanggal 26 Oktober 1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Serta Pedagang Kecil dan Menengah

Selanjutnya saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. selaku  Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Madiun berdasarkan Peraturan Bupati Madiun Nomor 38 Tahun 2011 tanggal 29 Desember 2011 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat Daerah mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan mengkoordinasi penyelenggaraan administrasi pembangunan, administrasi perekonomian dan administrasi sumber daya alam.

Dan untuk melaksanakan tugas tersebut, Asisten Perekonomian dan Pembangunan mempunyai fungsi : 1. Perumusan kebijakan dan program kegiatan administrasi pembangunan yang meliputi bidang perencanaan pembangunan, penelitian dan pengembangan, statistik, perhubungan dan komunikasi, pekerjaan umum, budaya dan pariwisata,; 2. Perumusan kebijakan dan program kegiatan administrasi perekonomian yang meliputi bidang koperasi, usaha mikro, kecil menengah, penanaman modal, perindustrian, perdagangan dan Badan Usaha Daerah,; 3. Perumusan kebijakan dan program kegiatan administrasi sumber daya  alam yang meliputi bidang pertanian, peternakan dan perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan dan energi, lingkungan hidup,; 4. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dalam rangka pelaksanaan tugas pada Asisten Perekonomian dan Pembangunan, dan 5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris Daerah

Saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Madiun sekaligus selaku Ketua I Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil Kabupaten Madiun, pada tanggal 14 Nopember 2012 mengadakan rapat koordinasi perkembangan Dana Pemberdayaan Industri Kecil ( PIK ) yang dihadiri oleh saksi  Drs. H. SUHARDI,  MM. ( mantan Kepala Bagian Perekonomian pada Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun pada tahun 2004 ) dan saksi Dra. SRI WULAN RAHMADANI selaku Tim Teknis Daerah Kabupaten Madiun serta terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. selaku Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun

Agenda rapat saat itu membahas sisa dana perguliran Program Pemberdayaan Industri Kecil ( PIK ) yang pernah diterima Pemerintah Kabupaten Madiun pada tahun 2000 yang mana program tersebut tidak berjalan hingga tahun 2012

Sebagai tindak lanjut dari hasil rapat koordinasi perkembangan dana Pemberdayaan Industri Kecil ( PIK ) tanggal 14 Nopember 2012 tersebut, selanjutnya saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Madiun membuat Surat Nomor : 518/286/402.022/2012 tanggal 20 Nopember 2012 yang ditujukan kepada Direktur PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun yang isinya permohonan laporan perkembangan dana program PIK yang tersimpan di PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun

Setelah mendapat surat dari saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. tersebut pihak PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun melalui  saksi  Drs. SARIYADI, MM. ( Direktur PD. BPR Bank Daerah Madiun saat itu ) memberikan informasi secara lisan kepada saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. jika dana program Pemberdayaan Industri Kecil ( PIK ) yang masih tersimpan di PD. BPR Bank Daerah Madiun sampai dengan tahun 2012 kurang lebih sejumlah  Rp.105.000.000 (seratus lima juta rupiah) belum termasuk besarnya bunga

Setelah saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. mengetahui ada dana  yang masih tersimpan kurang lebih sejumlah Rp 105.000.000,- (seratus  lima  juta rupiah) tersebut, kemudian saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. tanpa sepengetahuan anggota Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil Kabupaten Madiun memerintahkan kepada saksi Dra. SRI WULAN RAHMADANI untuk mengambil/menarik dana di PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun tersebut untuk diserahkan kepada terdakwa Drs. H. KOMARI,  M.Si  dengan  perintah supaya “ diamankan ”
 
Padahal saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si mengetahui tugas pokok dan fungsi dari masing-masing tim koordinasi Pengembangan Industri Kecil, yaitu untuk mencairkan dana Pemberdayan Industri Kecil harus melalui mekanisme terlebih dahulu adanya proposal usaha industri kecil yang telah dinilai layak baru dikeluarkan surat rekomendasi pencairan bantuan modal dan rekomendasi tersebut ditujukan kepada PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun sebagaimana dimaksud pada lampiran Keputusan Bupati Madiun Nomor 260  Tahun 2004 tanggal 22 Juni 2004, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si.,

Sehingga saksi Dra. SRI WULAN  RAHMADANI pada tanggal 13 Desember 2012 mengambil dana  program  Pemberdayaan Industri Kecil ( PIK ) yang masih tersimpan di PD. BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun sejumlah Rp. 105.098.410.- ( Seratus lima  juta  sembilan puluh  delapan ribu empat ratus sepuluh rupiah ) lalu dana tersebut diserahkan kepada terdakwa Drs.  H.  KOMARI,  M.Si.  

Kemudian sebagai  tanda  terima  telah  dibuatkan terlebih dahulu berupa Berita Acara Penyerahan Dana PIK Pemerintah Kabupaten Madiun yang dibuat pada tanggal 12 Desember 2012 yang ditandatangani oleh saksi Dra. SRI WULAN RAHMADANI selaku pihak yang menyerahkan dan terdakwa Drs. H. KOMARI, MSi. selaku pihak yang menerima dan diketahui oleh saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Madiun

Selanjutnya atas perintah dari saksi  Drs.  BUDI  TJAHYONO,  M.Si. kemudian terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. selaku Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun dan selaku Sekretaris Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil menerima uang sebesar Rp 105.098.410 (seratus lima juta sembilan puluh delapan ribu empat ratus sepuluh rupiah) dari saksi Dra. SRI WULAN RAHMADANI yang mana seharusnya dana tersebut dipergunakan sesuai peruntukannya yaitu untuk digulirkan kembali untuk meningkatkan  industri kecil yang ada di wilayah Kabupaten Madiun namun justru dana tersebut oleh terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. disimpan direkening pribadinya di Bank Jatim cabang Madiun dan dipergunakan untuk kepentingan pribadinya

Saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. bersama-sama terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. mengetahui mekanisme dan prosedur  penyaluran  dana  PIK tersebut dengan cara OB (Over Booking) yaitu Pemindahbukuan dari rekening  atas nama Tim Teknis Daerah ke rekening masing-masing Industri Kecil penerima bantuan modal (industri kecil yang proposalnya telah disetujui )

Terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. pada tanggal 06 Januari 2015 mengembalikan dana sebesar Rp 105.100.000 (seratus lima juta seratus ribu rupiah) ke rekening Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Madiun setelah mengetahui pihak Kejaksaan Negeri Mejayan menindaklanjuti laporan pengaduan dari masyarakat terkait penyalahgunaan dana program  Pemberdayaan  Industri Kecil (PIK)

Terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. telah  secara  melawan  hukum memperkaya diri sendiri dengan tidak mempedomani petunjuk pelaksanaan Pemberdayaan Industri Kecil  (PIK)  Nomor  :  497.1/MPP/Kep/10/1998 tanggal 26 Oktober 1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Serta Pedagang Kecil dan Menengah halaman 19 Bab IV tentang Pelaksanaan Pengelolaan Modal Bergulir dan Keputusan Bupati Madiun Nomor 260 Tahun 2004 tanggal 22 Juni 2004 Tentang Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 99/PMK.05/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Pedoman Pengelolaan dana bergulir pada kementrian Negara/lembaga

Karena pada ketentuan peralihan pasal 22 telah diatur perlakuan dana bergulir sebelum tahun anggaran 2008 harus melaporkan dana tersebut sebagai dana bergulir dalam neraca, dan pada pasal 24 ayat (2) Dalam hal kementrian tidak membentuk satker Badan Layanan Umum (BLU) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dana bergulir yang diterima harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara (KUN) secepatnya sesuai ketentuan perundang- undangan dan berdasarkan keterangan  INDRIA  WAHYUNI,  S.H,  LL.M.  Ahli Hukum Administrasi Negara ( HAN ) dari Universitas Airlangga Surabaya

Bahwa ketentuan pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah maka Asisten merupakan bagian dari Sekretariat Daerah, dimana kedudukan Asisten berada di bawah Sekretaris Daerah. Asisten berfungsi untuk membantu pelaksanaan tugas dan kewajiban Sekretariat Daerah.

Masing-masing asisten membawahi bagian dan bagian membawahi sub bagian yang besaran organisasinya disesuaikan dengan kriteria  sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007,  yaitu  Jumlah  penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD, keputusan Bupati Madiun No.260 tahun 2004 berlaku asas kepastian hukum (keputusan itu berlaku selama belum dibatalkan atau dicabut) dan asas contrarius actus (kewenangan pencabutan keputusan terletak pada si penerbit keputusan).

Dalam hal Keputusan Bupati Madiun Nomor 260 Tahun 2004 tetap dianggap sah dan berlaku mulai ditetapkan    (22 Juni 2004) dan tetap berlaku selama tidak dicabut oleh Bupati Madiun dengan bentuk hukum Keputusan Bupati. Sehingga Kewenangan Tim Koordinasi Pengembangan Industri Kecil, tetap melekat pada jabatan (yang sama di tahun-tahun berikutnya) sebagaimana dimaksud  dalam  lampiran  Keputusan Bupati Madiun Nomor 260 Tahun 2004 dan tetap berlaku sampai dengan bila Keputusan Bupati tersebut dicabut dan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara maka yang dilakukan terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. sebagai pejabat TUN yang diklasifikasikan Maladministrasi  (  diluar kompetensi, penguasaan tanpa  hak )

Berdasarkan pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman definisi Maladministrasi sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan  oleh  penyelenggara  Negara dan Pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan atau immaterial bagi masyarakat dan orang perorangan dan dana PIK bersumber dari APBN sehingga wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, pengelolaan keuangan Negara meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban sebagaimana pasal 1 angka
6 UU No. 15 Tahun 2014

Dan dana PIK merupakan uang Negara, yang berhak menyimpan adalah bendahara Negara dan uang Negara tidak boleh disimpan di rekening pribadi ( pasal 7 ayat ( 2 ) huruf g UU No.1 Tahun 2014 ), dana PIK tidak boleh ditarik tunai dan apa yang dilakukan oleh terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. berimplikasi terhadap saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si.

Berdasarkan keterangan H. HARJONO MINTAROEM, S.H, M.S ahli Hukum Pidana dari Universitas Airlangga Surabaya bahwa tindakan terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. sebagai pejabat struktural dalam pemerintahan merupakan penyalahgunaan kewenangan juga dapat merugikan keuangan Negara sekaligus dapat merugikan perkuatan perekonomian Negara sehingga akibat perbuatan terdakwa Drs. H. KOMARI, M.Si. bersama–sama dengan saksi Drs. BUDI TJAHYONO, M.Si. tersebut  Negara  telah  dirugikan  kurang  lebih  sebesar  Rp.  105.098.410.-   (seratus lima juta sembilan puluh delapan ribu empat ratus sepuluh rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) arau Subsidair pasal 3 atau Dakwaaan ke Dua pasal 8 Jo pasal 18 Ayat ( 1 ) dan Ayat (2) UURI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UURI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 Ayat ( 1 ) ke-1 KUHP. (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top