1
(Foto Dok. beritakoorupsi.co)

#Sejumlah anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019 termasuk Tiga Wakil, yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto juga menerima aliran uang Ketuk Palu pembahasan/pengesahan APBD# -

BERITAKORUPS.CO – Kasus perkara Korupsi uang Ketuk Palu Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018, memang telah berakhir dengan di Vonisnya terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD sekaligus sebagai Ketua Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 – 2019 dari Fraksi PDIP oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 4 Agusutus 2020

Selasa, 4 Agustus 2020, Majelis Hakim pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman (Vonis) pidana penjara selama 8 (delapan) tahun, denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kurungan, dan hukuman pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sejumlah Rp4.8 milliar subsidair pidana penjara selama 1 (satu)  tahun dan 6 (enam) bulan, serta pencabutan hak Politik (melih dan dipilih dalam jabatan publik) selama 4 (empat) setelah terdakwa Supriyono selesai menjalani hukuman pidana pokok atau pidana penjara

Terdakwa Supriyono dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruh a dan pasal 12 huruf B  Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana

 Tindak pidana kejahatan atau Korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Supriyono adalah menerima uang suap ketuk palu Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 dan menerima gratifikasi berupa uang fee Pokir (pokok-pokok pikiran) serta penerimaan sejumlah uang dari para Kepala Sekolah SMPN Kab. Tulungagung

Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, “lahirnya” asal muasal uang ketuk palu Pembahasan/Pengesahan APBD Kabupaten Tulungagung adalah bermula pada tahun 2014, saat Tim TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Pemda Kab. Tulungagung bersama Tim Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kab. Tulungagun mengadakan rapat di Hotel Safana, Kota Malang yang dihadiri sebanyak 21 orang untuk membahas APBD Kab. Tulungagun TA 2015

Tim TAPD Kab. Tulungagung yang hadir dalam rapat di Hotel Safana Kota Malang, diantaranya Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (KPKD) sekaligus Ketua TAPD, Indra Fauzi dan Kepala BPPKAD (Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Hendry Setiawan dan Sudigdo selaku Kepala Bapeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) serta beberapa Kepala SKPD serta Wakil Bupati Maryoto Birowo

Kehadihadiran Maryoto Birowo selaku Wakil Bupati Tulungagung di Hotel Safana Kota Malang tersebut bukan sebagi TAPD, melainkan karena dianggap sebagai orang (pejabat) yang dituakan dan dianggap pula sebagai penasehat. Padahal dalam TAPD tidak ada istilah penasehat.

Sementara Tim Banggar yang hadir dalam rapat tesebut adalah diantaranya, terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD sekaligus sebagai Ketua Banggar DPRD Kab. Tulungagung, Wakil Ketua DPRD sekaligus Wakil Ketua Banggar DPRD serta sejumlah anggota DPRD lainnya.

Dalam rapat tersebut tidak ada kesepakatan alias deadlock, sehingga rapat dilanjutkan di Tulunggaung. Menurut Hendry Setiawan selaku Kepala BPPKAD dan Yamani selaku Kabid di BPPKAD saat dihadirkan sebagi saksi dipersidangan untuk terdakwa Supriyono pada tanggal 14 April 2020 mengatakan, bahwa yang mengendalikan APBD Tulungagung adalah terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD dan meminta sejumlah uang kepada Bupati

“Pertemuan di Hotel Safana Malang, dihadiri 21 orang dalam pembahasan anggaran. Terdakwa meminta (uang) ke Bupati. Penyerahan uang biasanya 3 kali setahun, yang pertama antara bulan Maret atau April, hari raya dan akhir tahun. Tahun 2014 sebesar 500 juta, 2015 sebesar 1 milliar, tahun 2016 1 milliar, tahun 2017 1 milliar, tahun 2018 sebesar 500 juta untuk pembahaasan PBD, yang menyerahkan Yamni. Uang itu dari Dinas PU,” kata Hendrik saat itu (14 April 2020)

Apa yang disampaikan oleh Hendry Setyawan, juga dibenarkan oleh Yamani. Yamani menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang itu diterima dari Dinas PU melalui Sukarji (Kabid Dinas PU). Hal itupun tidak dibantah oleh Sukarji selaku Kabid di Dinas PU.

Sukarji membeberkan asal usul sejumlah uang yang diserahkan ke BPPKAD, yaitu sebagai fee proyek APBD Kab. Tulungagung sebesar 15 persen (5 persen dibayar di awal dan 10 persen dibayar setelah pekerjaan selesai).

“Itu sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen, yang dibayar didepan sebesaar 5 persen dan sisanya di akhir setelah dikurangi pajak,” kata Sukarji pada persidangan yang sama (14 April 2020)

Apakah uang ketuk palu Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung dan fee Pokir hanya dinikmati oleh terdakwa Supriyono ? “Tidak”.

Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa uang ketuk palu Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung dan Fee Pokir ternyata mengalir juga ke sejumlah anggota DPRD Tulungagung peride 2014 – 2019

Para anggota Legisator Kab. Tulungagung yang kecipratan aliran uang haram ketok palu dan fee Pokir adalah, diantaranya ;
1.    Imam Sapingi (Rp 67.5 juta)           20. Basroni (Rp 95 juta)
2.   Adib Makarim (Rp 230 juta)            21. Leman Dwi Prasetyo (Rp 85 juta)
3.    Agus Budiarto (Rp 270 juta)           22. Susilowati (Rp 34 juta)
4.    Nurhamim (Rp 46 juta)                   23. Sutomo (Rp 55 juta)  
5.    Choirurrohim (Rp 135 juta)            24. Imam Kembali (Rp 130 juta)  
6.    Muti'iin (Rp 55 juta)                       25. Heru Santoso (Rp 75 juta)
7.    Mashud (Rp 14.5 juta)                    26. Ahmad Baharudin (Rp 100 juta)  
8.    Subani Sirab (Rp70.5 juta)             27. Joko Tri Asmoro (Rp 60 juta)
9.    Sunarko (Rp 35 juta)                      28. Wiwik Triasmoro (Rp 5 juta)  
10.  Riyanah menerima (Rp 60 juta)     29. Amag Armanto Anggito (Rp 20 juta)
11.  Asrori (Rp 60 juta)                         30. Suprapto (Rp 117 juta)
12.  Adrianto (Rp 25 juta)                     31. Imam Ngakoib (Rp 57 juta)
13.  Gunawan (Rp 25 juta)                    32. Makin (Rp 35 juta)
14.  Faruq TriFauzi (Rp 30 juta)           33. Marikan Al Gatot Susanto (Rp 20 juta)
15.  Widodo Prasetyo (Rp 150 juta)     34. SamsuI Huda (Rp 110 juta)
16.  Fendy Yuniar (Rp 85 juta)             35. Sumarno (Rp 80 juta)
17.  Imam Koirodin (Rp 80 juta)          36. Agung Darmanto (Rp 40 juta)
18.  Sofyan Heryanto (Rp 55 juta)       37. Michael Utomo (Rp 5 juta)
19.  SaifulAnwar (Rp 50 juta)              38. Indra Fauzi (Sekda) menerima Rp 97 juta

Dan uang haram itupun sudah dikembalikan (“diganti karena uang yang diterima saat itu sudah habis”) oleh para anggota Dewan yang terhormat pada saat penyidikan maupun saat proses persidangan berlangsung.

Walaupun uang yang dinikmati oleh para anggota Dewan yang terhrmat ini sudah dikembalikan, bukan berarti menghilangkan sangsi pidana seperti yang diatur dalam pasal 4 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini dikatakan Majelis Hakim dalam persidangan

Lalu apakah perkara ini sudah berakhir atau telah selesai sampai disini? Ternyata tidak. Karena berakhir bukan berarti berhenti disini saja

Majelis Hakim mengatakan saat membacakan putusannya terhadap terdakwa Supriyono (4 Agustus 2020), bahwa barang bukti (BB) tetap dalam berkas untuk pembuktian dalam perkara lain. Ini artinya, berakhir bukan berarti berhenti disini saja

Mengapa? Karena bisa jadi akan ada pihak-pihak lain yang terseret sebagai tersangka. Karena KPK memastikan, akan menetapkan pihak lain sebagai tersangka. Hal itu dikatakan oleh juru bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri kepada beritakorupsi.co saat dihubungi melalui telepon selulernya, pada Jumat, 07 Agustus 2020

Ali Fikri mengatakan, JPU sudah melakukan analisa mendalam terkait fakta-fakta hukum, keterangan para saksi dan alat bukti yang dimiliki. Semuanya telah tertuang di dalam surat tuntutan.

“Berikutnya kami akan pelajari lebih lanjut pertimbangan Majelis Hakim di dalam putusan ini. Dalam penanganan kasus oleh KPK, UU mengharuskan minimal adanya dua alat bukti permulaan yang cukup,” kata Ali Fikri

Bila alat bukti yang dimaksud minimal 2 (dua) untuk dapat menyeret pihak lain dalam perkara ini, dalam fakta yang terungkap dalam persidangan sudah sangat jelas, yaitu adanya barang bukti yang ditunjukan JPU KPK kehadapan Majelis Hakim, keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi lainnya yang saling berkaitan dan pengakuan serta pengembalian uang.

Dan itulah alasa Majelis Hakim dalam putusannya yang mengatakan, bahwa barang bukti tetap dalam berkas untuk pembuktian dalam perkara lain.

Ali Fikri mengatakan, pengembangan perkara ini masih dapat dimungkinkan untuk menetapkan pihak lain sebagai tersangka sesuai fakta-fakta hukum

“Oleh karena itu, pengembangan perkara ini tetap dapat dimungkinkan, dan tentu KPK akan menetapkan pihak lain sebagi tersangka, sejauh dalam pertimbangan dan fakta-fakta hukum dalam putusan ini setelah kami pelajari secara menyeluruh dan lengkap. Ternyata berdasarkan bukti permulaan yang cukup ada keterlibatan pihak lain,” kata Ali Fikri

Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dari pantauan beritakorupsi.co, dinataranya ;

1. Pada persidangan pada tanggal 14 April 2020
Keterangan Hendrik Setiawan menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa yang mengendalikan APBD Tulungagung adalah terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD. Hendrikpun membeberkan penyerahan uang ke terdakwa, yang sebelumnya ada permintaan dari terdakwa ke Bupati Syahri Mulyo (terpidana)

“Pertemuan di Hotel Safana Malang, dihadiri 21 orang dalam pembahasan anggaran. Terdakwa meminta ke Bupati. Penyerahan uang biasanya 3 kali setahun, yang pertama antara bulan Maret atau April, hari raya dan akhir tahun. Tahun 2014 sebesar 500 juta, 2015 sebesar 1 milliar, tahun 2016 1 milliar, tahun 2017 1 milliar, tahun 2018 sebesar 500 juta untuk pembahaasan PBD, yang menyerahkan Yamni. Uang itu dari Dinas PU,” kata Hendrik saat itu

Dan apa yang disampaikan oleh Hendry Setyawan, juga dibenarkan oleh Yamani selaku Kabid di BPPKAD. Yamani menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang itu diterima dari Dinas PU melalui Sukarji. Hal itupun tidak dibantah oleh Sukarji selaku Kabid di Dinas PU.
Sukarji membeberkan asal usul sejumlah uang yang diserahkan ke BPPKAD, yaitu berasal sebagai fee proyek APBD Kab. Tulungagung sebesar 15 persen (5 persen dibayar di awal dan 10 persen dibayar setelah pekerjaan selesai).

“Itu sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen, yang dibayar didepan sebesaar 5 persen dan sisanya di akhir setelah dikurangi pajak,” kata Sukarji pada persidangan yang sama (14 April 2020)

2. Persidangan pada tanggal 21 April 2020
JPU KPK menghadirkan 5 orang saksi, yaitu Imam Kambali, Adib Makarim (Keduanya selaku Wakil Ketua DPRD), Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), Sudigdo (Kepala Bapeda) dan Wiyono (Staf Sekwan)

Kepada Majelis Hakim saat itu, Imam Kambali mengakui telah menerima uang terkait pembahasan APBD. Uang yang diterimanya sebesar Rp190 juta setiap tahun untuk 25 orang anggota Banggar (Badan Anggaran) DPRD Tulunagung periode 2014 – 2019.

“Saya kenal. Saya lupa Bu, tapi terima. Kalau saya tidak salah sebesar seraatus sembilan puluh juta (Rp190 juta) untuk dua puluh lima (25 orag) Badan Anggaran,” kata si Imam.

Apa yang dijelaskan si Imam, tak jauh beda dengan keterangan si Adib Makarim. Si Imam dan di Adib sama-sama menerima uang “suap”.

“Uang pokir juga tapi saya lupa berapa. Saya sudah kembalikan 230 juta,” jawab si Adib.

Si Adib juga mengakui menerima uang dari Yamani pada tahun 2014 sebesar Rp190 juta untuk anggota Banggar sebagai uang ketok palu APBD tahun 2015. Sementara tahun 2016, diterima melalui stafnya di Dewan, yaitu dari si Wiyono

“Saya dikasih oleh Pak Yamani, katanya untuk Banggar. Uang itu dikasih sebelum sidang paripurna,” kata si Adib mengakui.

 3. Sidang pada tanggal 2 Juni 2020
Keterangan si Budi Fatahila Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kab. Tulungagung kepada Majelis Hakim mengakui, bahwa dirinya pernah menerima uang di kantor BPPKAD pada tahun 2017 sebesar Rp200 juta dari Yamani, Staf BPPKAD. Uang itu diberikan kepada terdakwa

Dan pada tahun 2018 sehari setelah KPK meringkus si Syahri Mulyo, si Budi Fatahilah Mansyur kembali menerima uang di kantor BPPKAD sbesar Rp500 juta dari Hendry Setiawan selaku Kepala BPPKAD. Dan uang tersebut diserahkan ke ajudan terdakwa, yaitu si Pendi Kristian atas persetujuan terdakwa

4. Pada persidangan pada Selasa, 5 Mei 2020

Tim JPU KPK Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung, Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung, Komis D dari Fraksi Hanura)

Kepada Majelis Hakim, Imam Sopingi selaku anggota Dewan yang terhormat ini mengakui menerima uang, tapi tidak tau sumbernya dari mana, walau awalnya si Imam Sopingi “pura-pura pikun” namu akhirnya tak dapat mengelak setelah JPU KPK membacakan keterangannya dalam BAP Nomor 15.

Tak hanya itu. Anggota Banggar DPRD Kab. Tulungagung ini juga tak mengakui aliran uang dari Dinas PU maupun uang Pokir, yang masing-masing anggota Dewan menerima uang pokir sebesaar Rp150 juta.

“Ya betul sekali, tapi tidak tau sumbernya dari mana,” jawab si Imam Sopingi.

5. Persidangan pada Selasa, 12 Mei 2020
JPU KPK menghadirkan si Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa, si Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung), si Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung) dan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020)

Kepada Majelis Hakim, si Pendi mengakui pernah menerima uang sebesar Rp500 juta. Uang itu diambilnya dari rumah Budi Fatahila Mansyur selaku Sekwan atas perintah Sekwan. Dan atas perintah Big Bos pula, si Pendi pun menyimpan uang “panas” itu hingga saat ini (maksudnya hingga persidangan, Selasa, 12 Mei 2020)

“Pernah, lima ratus juta. Saya ambil ke rumah Pak Budi karena diminta untuk mengambilnya. Saya diminta untuk menyimpan. Uang itu sehari setelah OTT (Operasi Tangkap Tangan) di Tulungagung. Masih saya simpan sampai sekarang. Apakah saya kembalikan dari mana uang itu saya terima atau saya kembalikan ke KPK?,” tanya si Pendi “pura-pura bego”.

Giliran si Mat Yani dan si Kardiyanto memberikan keterangan justru “memalukan”. Bayangkan saja, sebagai Pendidik Akhlak, moral dan Budi Pekerti bagi ratusan anak-anak sekolah di Kabupaten Tulungagung, ternyata “Hobby berindehoi” bersama terdakwa di Kafe Dinasti yang ada di Tulungagung

“Saya sebelumnya tidak kenal dengan terdakwa. Saya kenal dari Mat Yani yang menunjukan saat di Kafe. Uang yang saya berikan lima puluh tiga juta ke Mat Yani,” kata Kardiyanto.

Terkait jumlah uang untuk “membeli” jabatan Kepala Sekolah, Kardianto mengakui telah menyerahkan uang sebanyak Rp53 juta, salah satunya melalui Mat Yani. Dan apa yang katakan si Kardiyanto, diakui si Mat Yani.
Mat Yani adalah kawan dekatnya si terdakwa. Melalui Mat Yani yang merekomondasikan almarhum Suharno ke terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD untuk diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung.

6. Persidangan Selasa, 2 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 9 orang saksi, yaitu 1. Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi  (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia),; 2. Nanang Supriyanto (Pengusaha Kontraktor),; 3. Ari Kusumawati selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia),; 4. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),;  5. Susilo Prabowo alias Embun (pengsaha Kontraktor),; 6. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 7. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 8. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 9. Hj. Susilowati (anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP).

Keterangan saksi Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun pada  persidangan saat itu, tak jauh beda dengan keterangannya pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung

Kepada Majelis Hakim, Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun menjelaskan, bahwa fee proyek yang mereka berikan ke Bupati melalui Kepala Dinas PU maupun Sukarji selaku Kabid Dinas PU adalah sebesar 15% dari besaran anggarann proyek yang dibayarkan sebayak dua kali, yaitu 10% diawal dan 5 persen setelah proyek selesai dikerjakan.

“Besarnya lima belas persen. Sepuluh persen dibayar di awal dan lima persen diakhir,” kata para saksi.

Sedangkan keterangan Ari Kusumawati juga demikian. Namun Ari Kusumawati tidak memberikan fee proyek ke Dinas PU melainkan ke Supriyono dan Suharminto

Sementara si Suparlan dan Sri wahyuni yang Keduanya selaku Kepala Sekolah SMPN Tulungagung ini tak membantah telah memberikan sejumlah uang ke terdakwa Supriyono melalui Mat Yani. Mat Yani adalah orang kepercayaan Si Supriyono. Terdakwa Supriyono dan Suharminto alia Bedud adalah kakak beradik yang sama-sama dijuluki sebagai Powerfulnya Kabupaten Tulungung.

Sementara Hj. Susilowati mengakui menerima uang sebesar Rp34 juta dari Yuono selaku staf Sekawan, yang menurutnya bahwa uang tersebut sudah dikembalikan ke kas negara melalui KPK

7. Persidangan tanggal 9 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 11 orang anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019, yiatu Sofian Heryant, Wiwik Tri Asmoro, Widodo Prasetyo, Imam N, Ansoro, Samsul Huda, Suprajito, Subani Sirat, Agung Darmanto, Marikan dan Sumarno,

Kepada Majelis Hakim, ke- 11 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui menerima uang ketok palu Pembahasan/pengesahan APBD Kabupatena Tulungagung dan uang POKIR (Pokok Pokok Pikiran)

8. Persidangan pada Selasa, 16 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 18 orang anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019, yaitu ; 1. Sutomo, 2. Sunarko, 3. Maicel Utomo, 4. Mashut, 5. A. Baharudin, 6. Ferdi Yuniar, 7. Gunawan, 8. Farouk , 9. Khoirul Rohim, 10. Basroni, 11. Saiful Anwar, 12. Heru Santoso, 13. Rianah, 14. Nurhamim, 15. Muti’in, 16. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C), 17. Joko tri asmoro, 18. Imam Choirudin

Ke- 18 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui kepada Majelis Hakim, menerima uang ketok palu dan fee Pokir, uang tersebut sudah dikembalikan oleh para anggota dewan yang terhormat ini ke kas negara melalui KPK.

 9. Kemudian persidangan pada tanggal 7 Juli 2020.
Sesuai fakta dalam persidangan, akhirnya Tim JPU KPK membacakan surat tuntutan terhadap terdakwa Supriyono dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama  2 (dua) tahun serta pencabutan hak politik terdakwa selama 5 (lima) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman.

Supriyono dijerat sebagai terdakwa penerima suap sebagaimana dalam pasal  12 huruf a (Dakwaan Kesatu alternatif Pertama ) dan sebagai terdakwa penerima gratifikasi sebagaimana dalam pasal  12 huruf B (Dakwaan Kumulatif Kedua) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana

10. Kemudian persidangan pada tanggal 4 Agustus 2020.

Sesuai fakta dalam persidangan pula, Majelis Hakim pun menjerat terdakwa Supriyono sama dengan dakwaan JPU KPK, dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan serta pencabutan hak politik terdakwa selama 4 (empat) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman. (Jen)

Posting Komentar

  1. Judul pada ungkapan jubir KPK nya menurut saya kok mengandung makna :"terdakwa sekarang bisa bebas dan akan dicarikan pengganti lain ". Kalau berita sebelumnya kan sudah jelas, dimana kasus ini akan dikembangkan untuk menyeret tersangka lain !, maaf sekedar mampir ni lho Admin YTH !. #SUKSESSELALU

    BalasHapus

Tulias alamat email :

 
Top