0
#Thn 2015, PT Dok Surabaya Pengadaan Flotting Dock Kapasitas 8500 TLC Eks. Rusia  tahun 1973  tidak sesuai prosedur karena sudah berusia 42 tahun, tidak melibatkan Tim Investasi dan barang yang sudah dibayar lunas itu tenggelam di laut Cina serta tidak ada pertanggungjawaban#


beritakorupsi.co - “Banyak jalan menuju Roma”. Ungkapan inilah yang barangkali “dipegang” oleh Tim  Penasehat Hukum (PH) terdakwa Riry Syeried Jetta selaku Dirut PT Dok dan Perkapalan Surabaya yang terdiri dari Samuel Benyamin, SH, Ivan Ezar Sihombing dan Barry Sihotang saat membacakan Eksepsi atau keberatannya di Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo Jawa Timur (Kamis, 20 Juni 2019) atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur (Kejati Jatim) dalam kasus perkara Korupsi pengadaan Floating Dock 8500 TLC eks. Rusia pembuatan tahun 1973 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp63 miliyar berdasarkan hasil audit BPK RI No. 04/LHP/XX1/01/2019 tanggal 31 Januari 2019.

Sebab Tim PH terdakwa mengatakan bahwa Pengadilan Tipikor Surabaya tidak berwenang mengadili perkara yang menjerat kliennya Riry Syeried Jetta selaku Dirut PT Dok dan Perkapalan Surabaya (PT DPS) atau yang lebih dikenal dengan sebutan PT Dok Surabaya sebagai terdakwa dalam perkara Nomor 66/PID.SUS/TKP/2019/PN.SBY Kasus Korupsi Pengadaan Floating Dock 8500 TLC eks. Rusia pembuatan tahun 1973 yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku karena usia Flotting Dock sudah lebih dari 40 tahun, dan tidak melibatkan Tim Investasi, serta barang (Floating Dock 8500 TLC eks. Rusia pembuatan tahun 1973) yang sudah dibayar lunas oleh PT DPS kepada A&C Trading Network (ACTN) Pte.Ltd, Singapur itu tenggelam di laut Cina dan tidak ada pertanggungjawbaban hingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp63 miliyar berdasarkan hasil audit BPK RI No. 04/LHP/XX1/01/2019 tanggal 31 Januari 2019.

“Pengadilan Tipikor Surabaya tidak berwenang mengadili perkara ini,” kata PH terdakwa dalam Eksepsinya.

Alasan Tim PH terdakwa, bahwa kasus Pengadaan Floating Dock 8500 TLC eks. Rusia pembuatan tahun 1973 antara terdakwa Riry Syeried Jetta dari PT DPS dengan Antonius Aris Saputro (terdakwa dalam perkara terpisah) selaku Direktur A&C Trading Network Pte Ltd, Singapur adalah perkara Perdata.

“Kasus ini adalah perkara Perdata,” ucap PH terdakwa saat membacakan Eksepsinya dihadapan Majelsi Hakim.

Apa yang disampaikan Tim Penasehat Hukum terdakwa ini dalam Eksepsinya tak salah, mengingat Ketua Tim Penasehat Hukum terdakwa, Simatupang adalah seorang pengusaha bergelar SH (Sarjana Hukum) namun belum memiliki Ijin sebagai Pengacara sehingga meminjam kantor satu anggota Tim. Hal itu dikatakan Barry Sihotang kepada Wartwan media ini sebelum sidang berlangsung, Kamis, 20 Juni 2019.

“Ia Ketua Timnya Dia (Simatupang). Dia pengusaha, gelarnya SH tapi dia belum punya ijin beracara. Jadi pinjam Kantor saya, namanya ada tercantum” ujarnya.

“Bagaimana kog bisa jadi Ketua Tim, tapi belum punya Ijin beracara,” tanya wartawan lebih lanjut.

“Karena dia yang mendapat perkara ini dulu,” ucapnya.

Aneh memang, bila Penasehat Hukum terdakwa mengatakan kalau kasus ini adalah Perdata alias utang piutang, dan Pengadilan Tipikor Surabaya tidak berwenang mengadili.

Sementara, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Floating Dock 8500 TLC pada PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), dan Instansi terkait lainnya Tahun 2014 s/d 2018 di Jakarta, Surabaya dan Rusia Nomor Laporan : 04/LHP/XXI/01/2019 tanggal 31 Januari 2019 oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BK RI)  sebesar USD 4.500.000 ekuivalen Rp63.342.000.000  (kurs tengah Bank Indonesia tanggal 11 Januari 2019 sebesar Rp14.076 pers USD sebagai pembayaran atas pengadaan Floating Dock 8.500 TLC oleh PT DPS (persero) kepada ACTN, namun Fisik barang Floating Dock 8.500 TLC tidak dapat direalisasikan oleh ACTN.

Selain itu. Hasil audit BPK RI juga menjelaskan, bahwa terdapat aliran dana dari Adri Siwu selaku Marketing Representative ACT N wilayah Indonesia, dan dari Antonius Aris Saputro selaku Direktur ACT N Singapura, kepada pejabat PT DPS dengan uraian sebagai berikut ;

1. Ina Rahmawati menerima uang saku dari Adri Siwu sebesar USD 1,000.00 pada saat mendampingi surveyor PT KAR melakukan penilaian Floating Dock 8.500 TLC dl Rusia dan tiket Jakarta Rusia PP, pada tanggal 16 Desember 2014.

2. Slamet Riyadi menerima uang saku dari Adri Slawu sebesar USD 1,000.00 pada saat mendampingi surveyor PT KAR pada anggal 16 Desember 2014. Dan juga memperoleh uang saku dari Adri Slawu sebesar USD 300 pada saat survey Floating Dock pengganti di tahun 2016.

3. Doniarsal Nurdin menerima biaya perjalanan termasuk uang saku (Expenses) dari teamnya Antonius Aris Saputro, pada tanggal tanggal 16 Desember 2014.

4. Penta Parawati menerima tambahan uang makan selama di Rusia dari Antonius Aris Saputro sebesar USD 1,000.00.

5. Penta Parawati dan Diana Rosa menerima dana dari Adri Slawu, pada bulan September 2015 sebesar Rp136.000.000,00 dengan rincian : Pada tanggal 10 Agustus 2015 sebesar Rp30.000.000  dengan cara transfer dari rekening BCA Nomor 06280619980 atas nama Adri Slawu ke rekening BCA No. 05130068415 atas nama Diana Rosa

Tanggal 2 November 2015 sebesar Rp56.000.000 dengan cara transfer dari rekening BRI atas nama Adri Slawu ke rekening BRI Nomor 32801056201505 atas nama Diana Rosa sesuai dengan arahan Adri S;awu. Uang tersebut sebagai uang saku kegiatan survey kesiapan keberangkatan Floating Dock dari Rusia yang diperuntukkan I Wayan Yoga sebesar USD 1,500

6. Gatot Sudaryanto sebesar USD 1,500, dan Diana Rosa sebesar USD 1,000 serta sisanya sebesar Rp1.000.000 untuk keperluan selama di Indonesia (bandara).

7. Tanggal 31 Mei 2016 sebesar Rp50.000.000 dengan cara transfer dari rekening BCA nomor 06280619980 atas nama Adri S;awu ke rekenlng BCA No. 05130068415 atas nama Diana Rosa,

8. Tanggal 2 November 2015 terdapat uang masuk ke PT. DPS (persero) yang tercatat sebagai Pinjaman / Hutang tanpa bunga kepada Adri Slawu, dalam mata uang dollar senlilai USD 75.000, yang sampai saat sekarang masih belum ada pengembalian.

9. Terdakwa Riry Syeried Jetta menerima transfer uang dari Adri Slawu total sebesar Rp132.000.000 dengan rincian : Tanggal 10 Juli 2015 terdapat dana keluar dari rekening Bank Mandiri Nomor 1250006970537 atas nama Adri Slawu ke rekening Bank Mandiri atas nama Riry syeried Jetta sebesar Rp50.000.000,; Tanggal 12 Oktober 2015 terdapat dana keluar dari  rekening atas nama Adri Slawu ke rekening BRI nomor : 182001000005566 atas nama Riry Syeried Jetta sebesar Rp50.000.000, dan Tanggal 17 Mel 2016, terdapat dana keluar dari rekening BCA nomor 06280619980 atas nama Adri Slawu ke rekening BCA nomor : 02101256768 atas nama Riry Syeried Jetta sebesar Rp32.500.000.

Apakah memang diperboleh pejabat negara/BUMN/BUMD menerima hadiah/janji berupa uang untuk perjalanan Dinas atau uang makan dari pihak lain (swasta) seperti yang disebutkan dalam hasil audit BPK RI  ini ? Sementara dalam Undang-Undang KPK menyebutkan, harus melaporkannya ke KPK dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

Pun demikian, yang memutuskan apakah surat dakwaan JPU atau Eksepsi Tim Penasehat Hukum terdakwa adalah Majelis Hakim yang mengadili perkara ini. (Rd1/*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top