0
Yuliana Heriyanti Ningsih. SH., MH
Surabaya, bk – Jumlah pengacara atau Advokat di tanah air, semakin tahun semakin bertambah, Khususnya di Kota Pahlawan ini. Namun tak banyak yang menjadi pengacara Prodeo, entak karena tidak dibayar atau karena tidak dapat perkara dari Majelis Hakim, tak bisa dipastikan.

Seorang pengacara Prodeo, memang yang dibela adalah masyarakat yang terjerat hukum pidana dan sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri, namun tak mampu untuk membayar seorang pengacara. Walau memang pengacara Prodeo itu yang bayar adalah negara, tetapi hanya sekedar pengganti biaya tranportasi. Dan berbeda pula dengan pengacara Pro Bono alias tidak ada yang membayar sama sekali.

Nama Yuliana Heriyanti Ningsih, atau yang lebih akrab disapa Yuli, tak asing lagi dikalangan wartawan, terutama institusi penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan Negeri Surabaya. Tak hanya dia, tetapi termasuk kedua anak laki-lakinya, Dio dan Fio yang mengikuti jejak sang bundanya menjadi pengacara.

Wanita yang lahir di Surabaya, pada 26 Juli 1965 ini, adalah seorang pengacara Prodeo. Itulah sebabnya, nama Yuli dan Kedua anaknya tak asing lagi di telinga masyarakat Surabaya, terutama bila ada kasus pembunuhan yang sedang ditangani oleh Kepolisian, bila pelakunya dari kalangan masyarakat tidak mampu. Wanita lulusan Ubaya (Universitas Surabaya) 1985 ini, sejak menjadi pengacara pada tahun 1999 silam, kasus yang pertama kali ditanganinya adalah kasus Prodeo, yaitu pembunuhan di Pengadilan Negeri Gresik. Hal itu seperti yang dituturkannya ke wartawan media ini saat ditemui di Pengadilan Tipikor, pada Jumat, 22 Desember 2016.

“Sejak jadi pengacara, kasus yang pertama kalinya saya tangani adalah kasus pembunuhan di PN Gresik, itu langsung Prodeo,” ujarnya.

Yuliana menceritakan awal perjalanan karirnya menjadi pengacara, yang sudah bercita-cita sejak duduk di bangku SMA. “Saya anak pertama dari Lima bersaudara. Sejak SMA, saya sudah bercita-cita ingin menjadi pengacara. Lalu saya kuliah di Ubaya tahun 1985, saya telat wisuda karena mengurus rumah tangga. Kalau S2 (Strata Dua) di UPB. Pertama saya gabung di kantor Advokat Achmat Arifin, di Jalan Kerta Jaya, Surabaya tahun 1999 sampai 2000. Itu hanya Satu tahun. Setelah itu, saya mulai jalan sendiri sejak tahun 2001,” lanjut Yuliana mengenang .

“Dio dan Fio, memang saya arahkan menjadi pengacara tapi tidak saya paksakan. Saya kan sigle paret, harus bisa berjuang dan berdiri sendiri. Jadi sejak kecil, mereka selalu saya ajak kalu ke Pengadilan. Jadi mereka selalu dengar apa yang saya bicarakan dengan keluarga klien saya. Mungkin karena terbiasa sejak kecil, Dio dan Fio pun menurut,” tambah wanita ber cucu dua ini.

Tak hanya awal perjalanan dirinya menajdi pengacara, Yuliana pun menceritakan kepada wartawan media ini, suka dukanya sebagai pengacara Prodeo sejak awal. Menurut Yuliana Heriyanti Ningsih, suka dukanya menagani kasus Prodeo, adanya tuduhan miring dari keluarga korban.

“Tuduhan miring dari keluarga korban itu kadang ada. Kadang kan menurut mereka (keluarga korban.red), seorang pembunuh itu tidak perlu dibela. Tapi kan si pelaku tidak mengerti hukum. Negara atau Pengadilan wajib menyediakan pengaacara untuk mendampinginya selama dipersidangan,” tegas Yuliana.

Namun kepuasannya saat menangani kasus yang Prodeo adalah, saat dirinya bisa membuktikan di persidangan, mengapa kliennya melakukan tindakan kriminal atau pembunuhan. Dan yang lebih memuaskan lagi, saat kliennya divonis bebas. Uwau, menyenangkan. terlebih saat dirinya “dibayar” oleh keluarga kliennya dengan kerupuk, bumbu dapur atau makanan warung.

“Sukanya, kalau hukumannya lebih ringan dari tuntutan Jaksa, rasanya senang. Ada juga yang bebas, karena dalam persidangan bukan si terdakwa palakunya. Pernah dikasih kerupuk, sambal, ada juga makanan karena keluarga terdakwa ada yang usaha warung makanan. Saya senang aja menerimanaya,” kata Yuli sambil senyum.

Ternyata, kasus yang ditangani wanita silgle paret ini bukan hanya kasus pemnuhunan saja, tetapi ada juga kasus tindak pidana Korupsi. Disinilah dukanya menjadi seorang pengacara Prodeo karena tak jarang harus pulang malam hari. Karena memang persidangan di Pengadilan Tipikor, terkadang selesainya malam hari tidak seperti di Peradilan umum. Sebeb, Pengadilan Tipikor menyidangkan perkara dari 36 Kejaksaan Negeri (Kejari) yang ada di Jawa Timur.

“Kasus yang saya tangani memang rata-rata pembunuhan, tapi ada juga kasus lainnya. Kalau Korupsi sudah sejak awal pengadilan Tipikor ada. Ada yang Prodeo ada juga yang bukan. Terdakwa Korupsi itu kan ada petani, seperti kasus Korupsi Poktan (Kelompok Tani), Pokmas, PNPM. Kamu tahu sendiri kan,” ungkapnya kepada media ini.

Kalau dukanya, lanjut Yuliana, yang sidah menangani perkara Korupsi kurang lebih sebanyak 10 perkara yang semuanya Prodeo. Menurutnya, Dukanya menjadi pengacara Prodeo adalah saat menunggu jadwal sidang.

“Kurang lebih sekitar 10 perkara, semunya Prodeo. Dukanya, karena harus pulang tengah malam. Pernah supir saya keluar karena sering pulang malam. Tetapi sekarang saya sudah mulai memetik hasilnya, setelah 23 tahun berjuang. Dulu saya gabung dengan LBH Lacak dan saya juga gabung di kantor Advokat Toni Tangkau di Jalan Tunungan, sampai sekarang” pungkas pendiri LBH YLKI (Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Legundi Keadilan Indonesia) ini.  (Redaksi)  

Bio Data :
Nama Lengkap : Yuliana Heriyanti Ningsih
Tempat tanggal lahir : Surabaya, 26 Juli 1965
Anak : Dua (Dio dan Fio)
Cucu : Dua
Pendidikan : SMAN 5 Surabaya
S1 : Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya)
S2 : Fakultas Hukum Universitas Putra Buana, Surabaya
dan mendirikan LBH YLKI Tahun 2015

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top