Surabaya, bk – Setelah Satu bulan lamanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim), barulah membacakan surat tuntutannya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, pada Selasa, 28 Juni 2016.
Lamanya JPU membuat surat tuntutan, bisa jadi karena “bingung” memikirkan berapa lama tuntutan pidana penjara dan besarnya denda yang akan dijatuhkan kepada Holili. Walaupun Ketua Majelis Hakim sudah mengingatkannya dalam persidangan karena menunda beberapakali persidangan.
Tak hanya “bingung” membuat surat tuntutan maupun besarnya jumlah denda atas diri terdakwa Holili, bisa jadi karena JPU-nya “kebingungan” untuk menuntut terdakwa, yang dituduh telah melakukan tindak pidana Korupsi dana GP3K (Gerakan Peningkatan Pendapatan Pertanian berbasis Korporasi) pada tahun 2012 lalu. Besaran dana Rp 288 juta berdasar hasil penyidikan dan audit Kejaksaan Negeri Banyuwangi, dibawah kepemimpinan Adi Palembangan, selaku Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Banyuwangi.
Pada persidangan beberapa waktu lalu, JPU pun sempat kebingungan. Sebab, sejumlah saksi yang dihadirkannya dan bukti-bukti yang ditunjukkan JPU dihadapan Majelis Hakim, tak satupun yang memberatkan terdakwa Holili.
Karena tidak ada lagi bukti lain, JPU pun sempat mau menunjukkan satu lembar surat pelimpahan perkara dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum, yang dianggap sebagai barang bukti. Saat itu, JPU bermaksud untuk menunjukkan kehadapan Majelis Hakim, namun ditolak. Ketua Majelis Hakim mengatakan, dalam persidangan adalah fakta dan bukti bukan surat pelimpahan perkara dari penyidik.
Kasus ini sebenarnya sudah lama ditangani Kejari Banyuwangi, yaitu pada 2014 lalu. Namun sempat “dilemarikan”. Diduga karena ada tekanan pihak Ketiga, Kejari Banyuwangi pun “membuka lemarinya” kembali.
Kasus yang menyeret Holili, bermula saat dirinya menjabat sebagai Ketua LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Rimba Makmur, Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi tahun 2012 lalu, dituduh telah melakukan Korupsi dana GP3K sebesar Rp 228 juta. Alasannya, karena dana GP3K sebesar Rp 228 juta, tidak di salurkan kepada anggota LMDH.
Pada hal, dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dana sebesar Rp 228 juta itu adalah berupa pinjaman murni dari Perhutani kepada terdakwa dengan jaminan Sertifikat tanah. Dan tidak ada kaitannya dengan program Pemerintah Pusat (APBN) maupun Daerah (APBD).
Awalnya, pada tahun 2012 lalu, Perhutani Kabupaten Banyuwangi Utara, mensosialisaikan adanya dana pinjaman dengan jaminan. Pada saat itu, Holili, selaku Ketua LMDH, mengajukan proposal disertai nama-nama anggota LMDH dengan besar jumlah dana yang dibutuhkan masing-masing anggota. Namun, pihak Perhutani tidak membutuhkan proposal, melainkan jaminan dari masing-masing yang mengajukan pinjaman.
Karena anggota LMDH tidak ada yang menyertakan dokumen jaminan dengan alasan keberatan. Akhirnya, hanya terdakwalah yang menyertakan jaminan berupa sertifikat hak milik (SHM) atas nama P.Tojo selaku kakek terdakwa sendiri, setelah mendapat persetujuan dari Lima ahli waris P.Tojo diantaranya, supatmah, Harti, Hayati (ibu dari terdakwa), Mariam dan alm. Asi’ah yang digantikan anaknya.
Kemudian, pihak perhutani melakukan verikasi atas sertifikat yang disertakan terdakwa. Selanjutnya, cairlah dana sebesar Rp 228 juta, setelah membuat surat perjanjian kerja sama, yang tertuang dalam surat No. II/GP3K/Watudodol/Bwu/II tanggal 18 Desember 2012 tentang dana pinjaman sarana produksi pertanian dalam rangka gerakan peningkatan produksi pangan berbasis korporasi (GP3K).
Dana tersebut, oleh terdakwa akan dipinjamkan kepada anggota LMDH lainnya dengan syarat, ada jaminan seperti yang disarankan Perhutani. Namun karena anggota LMDH lainnya tidak ada yang bersedia, maka dana tersebut digunakan oleh terdakwa sendiri untuk usaha pertanian. Penggunaan dana inilah yang memang diakui terdakwa sejak awal, yang kemudian tertuang dalam berita acara pelimpahan perkara, bukan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dijadikan Jaksa untuk menjeratnya.
Pada saat terdakwa melunasi pinjaman berikut tunggakan dan bunga sebesar 6% kepada perhutani, justru pihak perhutani menolak pembayaran tunai. Perhutani justru bertindak sendiri dengan melakukan pemotongan dana sering yang menjadi milik LMDH tanpa melalui prosedur. Pada hal, aturannya, dana sering milik LMDH tersebut harusnya dicairkan oleh Perhutani melalui rekening LMDH. Namun faktanya, Perhutani telah melakukan pemotongan dana sering untuk melunasi pinjaman terdakwa.
“Malapetaka pun terjadi”. Sebab, sertifikat terdakwa justru dihilangkan pihak perhutani. Sialnya biagi perhutani, mereka dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 10 juta rupiah melalui putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi, dalam Nomor Perkara, No. 212/Pdt.G/2015/PN.Bwi.
Sementara dana sering milik LMDH yang berada di Perhutani, yang kemudian dipotong oleh pihak Perhutani tanpa prosedur untuk melunasi pinjaman terdakwa, menjadi tanggung jawab terdakwa kepada LMDH atas kesepakatan bersama dengan jaminan sertifikat setelah diurus kembali. Hal itu dilakukan bersama antara terdakwa dengan anggota LMDH lainnya, agar dana sering ditahun berikutnya dari Pemerintah ke LMDH cair.
Musibah pun dialami mantan Ketua LMDH itu pada saat proses pengurusan sertifikatnya ke BPN. Sebab, ada yang bukan anggota LMDH, namun mengaku sebagai anggota LMDH yang tidak memperoleh pinjaman, kemudian melapor ke Kejaksaan Negeri Banyuwangi. Kejari Banyuwangi pun dapat tangkapan yakni, Holili dan dipenjarakan. Proses pengurusan sertifikat dengan menggunakan Uang pengganti dari perhutani itu pun, “hilang diruang tahanan Kejari”.
“Dewi Sri” bisa jadi berpihak kepada terdakwa dalam proses persidangan. Sebab, Ketua Majelis Hakim, memerintahkan terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya, Ribut Puryadi dan Mawardi, untuk melaporkan 4 orang saksi dipersidangan dari perhutani, dengan tuduhan menghilangkan sertifikat dan keterangan palsu dalam persidangan.
Pada Selasa, 28 Juni 2016, JPU Hendrik, mantan Jaksa dari Kejari Surabaya itu membuat kaget terdakwa maupun Majelis Hakim dalam persidangan pada saat membacakan surat tuntutannya. Bukan karena lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa. Tetapi jumlah denda yang dan uang pengganti yang dikenakan kepada terdakwa diluar dugaan.
Dalam surat tuntutannya, JPU Hendrik menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun denda sebesar Rp 500 juta subsidair 1 bulan kurungan. Terdakwa juga dipidana mengganti kerugian negara sebesar Rp 228 juta, subsidair 2 tahun penjara.
Usai persidangan, terdakwa, kepada media ini mengatakan, hutang sudah lunas, negara yang mana dirugikan, mungkin Jaksa sudah ngawur “Gawat tuntutan Enam tahun, denda 500 juta subsider 1 bulan. Uang pengganti 228 juta, atau kurungan dua tahun. Ganti ruginya kan hutang sudah saya lunasi, lalu negara yang mana dirugikan ? Mungkin Jaksa sudah ngawur,” ujar terdakwa.
Terpisah. Menanggapi surat tuntutan Jaksa, Mawardi, salah satu dari Penasehat Hukum terdakwa justru mempertanyakkan, fakta hukum dari mana Jaksa membuat itu. “Tanggapan saya, kalau masalah tututan, berapa saja silahkan, itu haknya JPU. Tapi persoalan denda 500 juta, uang pengganti 228 juta atau kurungan dua tahun, JPU dapat fakta hukum dari mana. Padahal berdasarkan fakta dalam persidangan, tidak ada satupun alat bukti, bahwa negara dirugikan. Yang ada 1 hal, bahwa transaksi yang dilakukan oleh klien kami adalah pinjaman murni yang menggunakan agunan kepada pihak perhutani, kemudian hutang pada pihak perhutani sudah dibayar lunas walaupun dipotong dari dana sering dimana dana itu adalah hak milik LMDH,” kata Mawardi
Mawardi melanjutkan, “Jadi tidak ada hubungannya dengan sumber dana dari APBD maupun APBN, apalagi hutang itu sudah terbayar lunas. Kan gak lucu kalau masih muncul kerugian negara, terus mau diapakan lagi klien kami. jadi kesimpulan kami, selaku PH terdakwa, kami optimis klien kami tidak terbukti bersalah, semoga Yang Mulia dengan tegas menjatuhkan putusan demi tegaknya hukum dalam perwujutan rasa keadilan dan kebenaran berdasrkan fakta hukum dalam persidangan,” terang Mawardi, melalui teleponnya. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :