0

Surabaya, bk – Tak sedikit pejabat mulai dari Kepala Desa (Kades)/Lura, Gubernur, Jaksa, Hakim, Polisi, hingga Menteri bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi pun sudah mendekam di penjara karena kasus Korupsi pada saat dirinya menjabat, menyalahgunakan kewenangannya untuk menentukan suatu kebijakan atas program terkait pengunaan keuangan negara.

Hal itu pula yang menimpa Dua mantan pimpinan PT Garam (Persero) Indonesia yakni, Slamet Untung Irredenta, mantan Dirut yang juga mantan Komisiaris Utama dan Yulian Lintang, mantan Dirut PT Garam menggantikan Slamet Untung Irredenta. Kedua pejabat di perusahaan ber-plat merah itu terjerat dalam kasus dugaan korupsi dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada tahun 2008 hingga 2012 lalu, sebesar Rp Rp 93,8 M, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 3,9 milliar.

Selain Kedua pejabat tersebut, juga menyeret Tiga mantan Kepala Bagian PKBL PT Garam, diantaranya, Ahmad Fauzi Isyofwani, Muchsin HB dan Sudarto serta seorang pihak swasta yaitu Dirut UD Mega Rahman, Syaifur Rahman.

Bermula pada tahun 2008, saat Kementerian BUMN mengeluarkan kebijakan, agar perusahaan BUMN yang mengalami surplus memberikan bantuan pinjaman ke BUMN yang masih lemah. Salah Satu dari 13 perusahaan yang ada dibawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu, adalah PT Garam (Persero) Indonesia, yang berkantor di Jalan Arif Rahman Hakim, Surabaya.

Atas program tersebut, PT Garam (Persero) Indonesia memperoleh bantuan dari perusahaan BUMN diantaranya, PT Pembangunan Perumahan, PT Gas Negara, PT Angkasa Pura, PT Jasa Raharja, PT PLN, PT Telkom, PTPN XII berupa pinjaman dana sejak tahun 2008 hingga 2012 yang jumlahnya sebesar Rp 93,8 miliar dengan sebesar 6% per bulan.

Bantuan pinjaman sebesar Rp 93,8 milliar tersebut, seharusnya untuk disalurkan ke masyarakat petani Garam, dalam program bantuan bernama PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) program penguatan petani Garam.

Terseretnya Syaiful Rahman selaku Dirut UD Mega Rahman dalam kasus ini, terkait aliran dana PKBL yang diperolehnya sebesar Rp 1,7 milliar. Pada hal, UD Mega Rahman tidak terdaftar atau tidak termasuk tebagai perusahaan maupun petani garam, selaku Mitra PT Garam (Persero) Indonesia, yang menerima dana konsinyasi untuk program PKBL, sesuai dengan perjanjian pinjaman antara PT Garam dengan perusahaan pemebri pinjaman.

Terkuaknya kasus ini setelah penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melakukan penyidikan dan bekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur, menemukan adanya penyimpangan dana pinjaman sebesar Rp 3,9 milliar.

Dana PKBL sebesar Rp 93,8 M sama sekali tidak disalurkan ke masyarakat petani Garam dengan alasan, masyarakat petani Garam dikawatirkan tidak sanggup untuk membayar. Sehingga, dana pinjaman PKBL tersebut dipergunakan sendiri oleh direksi PT Garam dengan cara membeli Garam dan sebahagian lagi dipinjamkan kepada H.Toyib dan Saiful Rahman (Dirut UD Mega Rahman) dan belum dikembalikan. Hal ini terungkap dari keterangan saksi yang dihadirkan JPU Agung Cs dari Kejati Jatim dalam persidangan yang ketuai Majelis Hakim Tahsin

Pada Senin, 11 Juli 2016, sidang perkara kasus dugaan korupsi dana PKBL sebesar Rp Rp 93,8 M, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 3,9 M, kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan Tiga orang saksi dari Staf PT Garam sendiri yaitu, Supriyanto, Kasman Hadi dan Aris Junaidi.

“Tahun 2008, menerima Memo di bagian PKBL untuk mengadmisnistrasikan uang masuk dari PKBL. 2008 hingga 2012, perna menerima dana PKBL totalnya 93,8 milliar. Dana itu tidak disalurkan ke petani dengan alasan takut tidak di bayar. Uang itu dipergunakan untuk membeli Garam. Sebahagian lagi dipnjamkan ke Saiful rahan sebesar 8 milliar, tapi nama Saiful hanya dipinjam. Kalau yang dipinjam Saiful hanya 3 Milliar,” kata Supriyanto.

Lebih lanjut saksi Supriyanto menjelaskan, atas pertanyaan JPU terkait Administrasi dan besar pinjaman oleh Saiful Rahman. “Adminitrasi fiktif. Dari catatan PKBL, pinjaman Saiful Rahman sebesar 1,7 milliar belum dibayar. Pinjaman Khusus ada perjanjian. Yang menuruh Direktur Keuangan, Pak Julian,” jawab Saksi.

Menjawab pertanyaan JPU, terkait hasil penghitungan BPKP ataa adanya penghunaan dana PKBL yang tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 3,9 milliar, Saksi Supriyanto mengatakan, bahwa pada saat BPKP melalukan penghitungan, ada yang belum disampaikan yaitu biaya operasionla. “Ada yang belum dilaporkan saat itu, yaitu biaya operasiol,” ujar saksi.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top