0
Sidang Pra Peradilan La Nyalla
Surabaya, bk – Untuk yang kedua kalinya, “pertarungan” antara Kuasa Hukum Kadin Jatim dengan Kejati Jatim kembali berlangsung di PN Surabaya lewat sidang Praperadilan Kadin jilid II, pada, Selasa, 5 April 2016.

“Sama tapi tak serupa”. Itulah yang terjadi dalam sidang gugatan permohonan Praperadilan Kadin jilid II kali ini. Sebab hampir sama dengan sidang Praperadilan Kadin jilid I, yakni terkait Surat Perintah penyidikan (Sprindik) dalam kasus dugaan Kaorupsi dana hibah Kadin Jatim tahun 2011 hingga 2014 lalu. Bedanya, sidang Praperadilan Kadin jilid I pada Pebruari lalu, dilayangkan salah seorang mantan terpidana 1,2 tahun penjara dalam kasus Korupsi dana hibah Kadin tahun 2011 hingga 2014 yakni, Diar Kusuma Putra selaku pemohon kepada pihak Kejaksaan Tinggi Jatim selaku termohon.

Walaupun dalam Sprindik tersebut, Penyidik Kejati Jatim belum menyebutkan nama tersangkanya. Dalam Sprindik itu, yang disoal Kejati tidak hanya terkait dengan UU Korupsi tapi, juga UU TPPU (tindak pidana pencucian uang). Usaha Diar pun tak sia-sia, gugatan permohonannya dikabulkan Majelis Hakim PN Surabaya dengan putusan, Ne Bis In Idem. Namun pada gugatan permohonan Praperadilan Kadin jilid II ini, yang mengajukan selaku pemohon adalah La Nyalla Mahmud Mattalitti, selaku Ketua Umum Kadin Jatim melalui Tim Kuasa Hukumnya kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selaku termohon.

La Nyalla Mahmud Mattalitti, menjabat selaku Ketua Umum Kadin yang juga Ketua Umum PSSI itu, melayangkan gugatan permohonan Praperadilan kepada Kejati Jatim, terkait Sprindik (Umum), No.Prin.256/0.5/Fd.1/03/2016 tanggal 10 Maret 2016, perihal penyidikan Perkara tindak pidana Korupsi penggunaan Dana hibah pada Kadin untuk pembelian Saham IPO Bank Jatim. Dan tidak hanya itu, La Nyalla Mahmud Mattalitti, langsung ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan Surat penetapan tersangka No.KEP-11/0.5/Fd.1/03/2016 tanggal 16 Maret 2016, tanpa diperiksa terlebih dahulu.

Namun, dalam Sprindik No.Prin.256/0.5/Fd.1/03/2016 tanggal 10 Maret 2016, enatah alasan apa, penyidik Kejati Jatim tidak lagi menjerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dalam penggunaan dana hibah Kadin Jatim terkait pembelian saham perdana Bank milik Pemrov. Jatim. Alasan diajukannya permohanan Praperadilan terkait surat penyidikan dan penetapan tersangka dalam kasus dugaan Korupsi dana hibah di Kadin Jatim tahun 2011 hingga 2014 dalam pembelian saham IPO Bank Jatim di tahun 2012, menurut Tim Kuasa Hukum La Nyalla, karena kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Hal itu pula yang disampaikan Tim Kuasa Hukum pemohon Praperadilan dalam persidangan dengan Majelis Hakim tunggal, Ferdinandus, pada, Selasa, 5 April 2016.

“Pada 7 November 2012, semua dana hibah Kadin Jatim dalam pembelian saham IPO Bank Jatim senilai Rp.5,3 miliar telah lunas dikembali. Diar kusuma Putra dan Nelson Sembiring telah dihukum,” ungkap Kuasa Hukum pemohon Prapredilan dihadapan Majelis Hakim Ferdinandus. Menurut Tim Kuasa Hukum, pemohon, karena kasus Korupsi dana hibah Kadin Jatim yang dikucurkan Pemrov Jatim pada tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 sebesar Rp 56 milliar lebih, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 26 milliar lebih sudah di Vonis oleh Majelis Hakim Tipikor pada 8 Desember 2015 lalu, dengan menghukum pidana penjara atas terdakwa, Diar kusuma Piutra (1,2 tahun, wajib mengembalikan kerugian negara Rp 9 M) dan Nelson Sembiring (5,8 thn dan hukuman tambahan mengembalikan uang negara Rp 17 M).

Beberapa saat setelah persidangan, Sumarso, selaku Ketua Tim Kuasa Hukum La Nyalla Mahmud Mattalitti, kepada media ini melalui telepon selulernya menjelaskan, bahwa dalam sidang Praperadilan kali ini ada tiga pokok yakni, terkait penerbitan Sprindik atas tersangka La Nyalla yang tidak sesuai dengan hukum acara pidana; yang kedua, perbuatan pembelian IPO Bank Jatim, yang sudah ditetapkan dua terdakwa (terpidana) dan yang Ketiga, penetapan La Nyalla sebagai tersangka tanpa dilakukannya pemeriksaan terlebih dahulu berdasarkan Undang-undang.

“Yang pertama, tindakan penerbitan surat perintah penyidikan kepada tersangka La Nyalla, tidak sesuai ketentuan hukum acara pidana. Yang Kedua, mengenai masalah perbuatan pembelian IPO (Initial Public Offering), itu sudah dipertanggung jawabkan oleh pelakunya sudara Diar dan sudah dihukum, sehingga tidak bisa dibebankan kepada Pak La Nyalla. Terus yang Ketiga, seharusnya sesuai dengan Undang-undang, untuk menetapkan tersangka itu, terlebih dahulu harus didahulu pemeriksaan saksi. La Nyalla, dalam Perkara ini tidak pernah diperiksa sebagai saksi,” ujar Suimarso.

Apa yang disampikan Sumarso, selaku Kuasa Hukum La Nyalla, bukan tidak beralasan. Sebab, pemanggilan La Nyalla yang pernah dilakukan Kejati telah dibatalkan oleh Hakim PN Surabaya dalam gugatan Praperadilan yang dilayangkan Diar Kusuma Putra. Ketika ditanya, terkait Perkara Korupsi dana Hibah Kadin Jatim tahun 2011 hingga 2014 yang sudah divonis Majelis Hakim Tipikor pada 8 Desember 2015, apakah dalam putusan Majelis Hakim menyebut peran atau keterlibatan tersangka La Nyalla. Sumarso, menjelaskan, bahwa dalam putusan tersebut tidak menyebutkan nama lain selain dari Diar dan Nelson.

“Tidak ada, tidak disebutkan. Jadi, dalam Perkara penggunaan dana hibah, tidak pernah menyebut tersangka lain kecuali Diar dan Nelson,” pungkasnyam.

Sumarso menambahkan, bahwa dalam persidangan sudah dijelaskan oleh saksi dari BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) terkait pembelian IPO dari dana hibah Kadin yang tidak sesuai peruntukannya.
“Sudah diperiksan dalam persidangan, yang menjelaskan dari BPKP. BPKP telah menemukan penyelewenagan atau penggunaan uang yang tidak sesuai dengan peruntukannya antara lain, untuk Persebaya dan pembelian IPO. Penggunaan uang pada tahun 2012 sebesar Rp 5,3 milliar,” ungkap Sumarso.

Masih menurut Sumarso, dalam kasus pembelian IPO tahun 2012 yang sudah diperiksa dipersidangan dan sudah berkekuatan hukum tetap, lalu oleh Kejati Jatim dianggap ada kerugian negara sebesar Rp 5,3 milliar, berarti kerugian negara terdapat kelebihan dari 26 milliar rupiah menjadi Rp 31M.

“Itulah yang menjadi materi dalam Praperadilan sekarang ini. Jadi persoalannya, penggunaan Dana hibah ini kan sudah dipertanggung jawabkan dan sudah dikembalikan oleh pelakunya sudara Diar. Sekarang kalau dikatakan La Nyala telah membeli IPO dengan dana hibah, pertanyaannya, apakah itu prtbuatan pidana. Kalau toh nanti negara merasa dirugikan sebesar 5,3 milliar rupiah, lebih dong uang yang kembali kepada negara, bukan lagi 26 tapi 31 milliar. Pada hal, penghitungan BPKP 26 milliar,” kata Sumarso.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top