0
Terdakwa Sutrisno : 
   "Uang ke  Ketua DPRD  Tulungagung  (Supriyono), Wakil   
   Bupati  Tulungagung (Maryoto Birowo), Bupati   Tulungagung 
   (Syahri Mulyo), Komis  DPRD Tulungagung, Kepala DPPKAD 
   (Hendri Setiyawan), Riski Sadig   (DPR RI   F-PAN),  
   Kusainudin  (DPRD Jatim),Toni, Perbaikan Rumah Dinas  
   Polres, Pembangunan Kantor Sentra Polres"


JPU KPK Joko Hermawan : "Semua fakta yang terungkap  
  dalam persidangan akan kita laporkan ke Pimpinan Bagaimana 
   hasilnya tergantung Pimpinan nanti"

beritakorupsi. co - Apakah KPK akan meminta pertanggungjawaban hukum dari para pejabat Kabupaten Tulungagung seperti Ketua DPRD, Wakil Bupati, Sekda dan Kepala DPPKAD  yang menerima uang “suap” ratusan juta rupiah dari terdakwa Sutrsino maupun dari saksi Yamani (Pejabat DPPKAD Tulungagung), atau hanya berlaku di DPRD Kota Malang, di mana KPK langsung menetapkan 41 dari 45 jumlah anggota DPRD Kota Malang yang menerima uang “Pokir” Rp12.5 juta ???

Barangkali inilah pertanyaan publik yang menyaksikan ataupun yang mengetahui jalannya persidangan kasus perkara Korupsi Suap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas PUPR Tulungagung Sutrisno dan orang dekat Bupati, Agung Prayitno yang ditangkap KPK pada tanggal 6 Juni 2018.

Sebab dalam persidangan, terdakwa Sutrisno telah membeberkan sejumlah nama pejabat di Tulungagung, anggota DPRD Jatim, pejabat  Pemprov Jatim dan anggota DPR RI yang disebut  menerima uang “panas” itu.

Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya (Kamis, 3 Januari 2019),  dengan ketua Majelis Hakim Agus Hamzah dan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hoc), adalah dengan agenda pemeriksaan 3 orang terdakwa yakni Syahri Mulyo selaku Bupati (nonaktif) Tulungagung, Sutrisno (Kepala Dinas PUPR) dan Agung Prayitno (orang dekat Bupti), Sutrisno membeberkan nama-nama pejabat di Kabupaten Tulungagung, anggota DPRD Jatim, pejabat Pemprov Jatim dan anggota DPR RI yang menerima aliran duit “panas” yang dikumpulkan dari fee puluhan APBD Tulungagung sejak 2014 hingga 2018.

Nama-naman pejabat yang menerima duit “haram” itu tidak hanya dibeberkan oleh terdakwa Sutrisno dalam persidangan kali ini. Namun di surat dakwaan JPU KPK maupun dalam persidangan sebelumnya, juga sudah dibeberkan oleh Yamani sebagai Kasubag (Kepala Sub bagian) Perencanaan DPPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah), dan Hendry Setyawan selaku Kepala DPPKAD Tulungagung pada sidang yang berlangsung, Kamis, 13 Desember 2018.

Dalam surat dakwaan JPU KPK disebutkan, bahwa total “uang” suap yang diterima Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sejumlah Rp138,4 miliyar yang bersumber dari fee puluhan proyek APBD yang diberikan Bupati kepada para kontraktor dan Asosiasi di Kabupaten Tulugagung melalui Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR, yang sebesarnya 15 persen dari jumlah anggaran.
Dan uang fee proyek tersebut dikumpulkan melalui beberapa Kepala Bidang yang ada di Dinas PUPR diantaranya ; 1. Agung Haryanto selaku Kasubag Keuangan menerima dan mengumpulkan uang fee seluruhnya berjumlah Rp4.286.500.000 (empat miliar dua ratus delapan puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) atas proyek yang dikelola Sekretariat Dinas PUPR dan Bidang Kebersihan yang bersumber dari DAU (Dana Alokasi Umum) dengan perincian sebagai berikut: Tahun Anggaran 2015 sejumlah Rp1.335.500.000,00 (satu miliar tiga ratus tiga puluh lima juta lima ratus ribu rupiah), TA 2016 sebesar Rp1.620.750.000 (satu miliar enam ratus dua puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), dan TA 2017 sejumlah Rp1.330.250.000 (satu miliar tiga ratus tiga puluh juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)
2. Saiful Bakri selaku Sekretaris Dinas PUPR. pada TA 2014 menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek di Dinas PUPR sejumlah Rp403.050.000 (empat ratus tiga juta lima puluh ribu rupiah),; 3. Erwin Novoanto selaku Kabid Infrastruktur Persampahan dan Pertamanan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR yang bersumber dari anggaran DAU tahun 2016-2017 seluruhnya berjumlah Rp1.639.500.000 (satu miliar enam ratus tiga puluh sembilan juta lima ratus ribu rupiah).

4. Evi Purvitasari sebagai Kabid Tata Ruang dan Tata Bangunan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2014 hingga 2017 sejumlah Rp2.198.200.000  (dua miliar seratus sembilan puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah),; 5. Farid Abadi  selaku Kabid Laboratorium dan Perbengkelan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2015 - 2017 sejumlah Rp259.708.042 (dua ratus lima puluh sembilan juta tujuh ratus delapan ribu empat puluh dua rupiah),; 6. Niken Setuyawati Triansari selaku Kabid Cipta Karya, mengumpulkan uang dari kontraktor dan Asosisi sejak tahun 2014 - 2018 sejumlah Rp4.807.353.868 (empat miliar delapan ratus tujuh juta tiga ratus lima puluh tiga ribu delapan ratus enam puluh delapan rupiah),; 7. Sukarji sebagai Kabid Bina Marga, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2014 - 2018 seluruhnya berjumlah Rp55.908.980.653 (lima puluh lima miliar sembilan ratus delapan juta sembilan ratus delapan puluh ribu enam ratus lima puluh tiga rupiah) dan para Kepala Bidang ini juga sudah memberikan keterangan dihadapan Majelis Hakim.

Sedangkan Yamani dan Hendry Setyawan sebagai pejabat DPPKAD Kabupaten Tulungagung ini adalah salah satu saksi kunci atas kasus suap majikannya yakni Syahri Mulyo yang tertangkap tangan KPK bersama Sutrisno (Kepala Dinas PUPR) dan Agung Prayitno (orang dekat Syahri Mulyo) pada tanggal 6 Juni 2018 lalu.

Mengapa menjadi saksi kunci ? Karena keterangan beberapa Kepala Bidang di Dinas PU yang menjadi pengepul uang fee proyek tersebut menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang dikumpulkannya disetorkan ke DPPKAD melalui Yamani.
                                                                              Yamani (Pegang Microfon)
Selain dari keterangan saksi selaku Kabid di Dinas PU, dalam surat dakwaan JPU KPK juga dijelaskan, bahwa uang tersebut secara bertahap sejak awal tahun 2014 hingga 2018 diserahkan langsung oleh Sutrisno kepada Syahri Mulyo juga melalui Hendry Setyawan dan Yamani. Selain menerima fee dari para penyedia barang/jasa di Dinas PUPR Kabupaten Tulungangung, Syahri Mulyo juga menerima fee atas pembagian (plaoing) proyek pada Dinas Perhubungan sebesar Rp80 juta melalui Maryani selaku Kepala Dinas Perhubungan, dari Eko Sugiono selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dr. Eko Sugiono sudah memberikan keterangan dihadapan Majelis Hakim).

Dan di surat dakwaan JPU KPK juga di jelaskan, bahwa uang fee proyek APBD Kabupaten Tulungagung yang diterima terdakwa Syahri Mulyo, dibagi-bagikan, ada yang rutin setiap tahun ada pula yang bulanan sejak sejak 2014 - 2018 melalui anakbuahnya. Para pejabat yang menerima kucuran duit “panas” itu dalam surat dakwaan JPU KPK diantaranya 1. Maryoto selaku Wakil Bupati Tulungagung yang saat ini menajabat sebagai Plt Bupati,; 2. Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung,;  3. Indra Fauzai selaku Sekretaris Daerah Tuiungagung,; 4. Hendry Setiyawan Kepala DPPKAD Kab. Tulungagung,; 5. Aparat Penegak Hukum, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan Wartawan.

Selain pejabat Tulungagung, duit “haram” itu juga mengucur ke pejabat Pemrov Jatim yaitu Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur melalui Wawan salah satu Pengurus Asosiasi di Tulungagung, Toni Indrayanto dan Budi Setiawan juga pejabat Pemprov, salah seorang anggota DPRD Jatim dan salah seorang anggota DPR RI.

Dihadapan Majelis Hakim, Tim JPU KPK Mufti Nur Irawan membacakan dan menanyakan keterangan Yamani dalam BAP (berita acara pemeriksaan) yang dijelaskannya pada saat di peyidik KPK pada Agustus 2018. Dalam BAP Yamani dijelaskan, bahwa uang yang diterimanya dari Dinas PU diberikannya secara langsung maupun melalui Hendry Setyawan ke Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD, Ketua Banggar DPRD, Aparat Penegak Hukum termasuk ke Hendry Setiawan sendiri.

Dalam persidangan saat itu (Kamis, 13 Desember 2018), Saksi Yamani membebenarkan semua isi BAB yang dibacakan dan dipertanyakan oleh JPU KPK Mufti Irawan. Yamani menjelaskan,  bahwa dirinya telah menyerahkan sejumlah uang yang totalnya ratusan juta perbulan sejak tahun 2015 hingga tahun 2018 ke pejabat Tulungagung diantaranya Maryoto Birowo (Wakil Bupati), Supriyono (Ketua DPRD), Indra Fauzai (Sekda), Hendry Setiyawan Kepala BPAKD Kab. Tulungagung dan Andik dari Polres Tulungagung melalui Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung Hendry Setiyawan.

Yamani mengatakan dihadapan Majelis Hakim, bahwa dirinya memberikan uang ke Aparat Penegak Hukum Polres Tulungagung yakni Andik yang sering datang ke kantor BPAD, dan ada juga yang diantarkan langsung oleh saksi bersama dengan Hendry Setiawan. Yamani menambahkan, bahwa setoran ke Paolres sebesar Rp125 juta per bulan.

“Itu ke Polres, Andik. Sering datang ke kantor meminta dokumen. Kalau ke Aparat penegak hukum, itu pertahun dan setiap bulan R125 juta. Saya pernah mengantar ke Polres sama Pak Hendty. Uang saya serahkan ke Pak Hendry,” kata Yamani terus terang, Kamis, 13 Desember 2018.

Sementara dalam sidang kali ini (Kamis, 3 Januari 2019), terdakwa Sutrisno menjelaskan Kepada Majelis Hakim, bahwa dana DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BK Prov (Bantuan Keuangan Provinsi) yang dikelolanya di Dinas PUPR pada tahun 2014 hingga 2018 sebesar Rp73.639 miliyar.

“Tahun 2014 DAU (Dana Alokasi Umum) Rp3.807 miliyar, Unduhan (untuk mendapatkan) DAK (Dana Alokasi Khusus) Rp.1.4 M, BK Prov (Bantuan Keuangan Provins Jatim) Rp3.760 M, dan di akhir pekerjaan Rp1.368 miliyar. Total Rp10.335 miliyar. Tahun 2015 DAU Rp5.605 miliyar, Unduhan DAK Rp2.300 miliyar, BK Prov Rp4.000 miliyar, di akhir pekerjaan Rp1.278 miliyar. Total Rp13.183 miliyar. Tahun 2016 DAU Rp6.381 miliyar, Unduhan DAK Rp12.965, BK Prov Rp2.400 miliyar, akhir pekerjaan Rp3.365 miliyar. Total Rp25.111 miliyar. Tahun 2017 DAU Rp7.046 miliyar, Unduhan DAK Rp4.600 miliyar, BK Prov Rp4.000 miliyar, akhir pekerjaan Rp1.764 miliyar. Total Rp17.410 miliyar. Tahun 2018 DAU Rp4.000 miliyar, Unduhan DAK Rp7.600 miliyar, BK Prov Rp6.000 miliyar. Total Rp17.600 miliyar,” jawab terdakwa Sutrisno, Kamis, 3 Januari 2019

Terdakwa Sutrisno juga membeberkan nana-nama pejabat yang menerima duit kepada Majelis Hakim atas pertanyaan JPU KPK maupun Penasehat Hukumnya.

Nama-nama pejabat yang menerima duit sejak 2014 hingga 2018 yang dibeberkan terdakwa Sutrsino dihadapan Majelis Hakim adalah Ketua DPRD Tulungagung, Wakil Bupati Tulungagung, Komisi D DPRD Tulungagung, Kepala DPPKAD Tulungagung, Polres Tulungagung, salah seorang Pejabat Bapeda Pemrov Jatim, salah seorang anggota DPRD Jatim, dan salah seorang anggota DPR RI dari F-PAN yang membantu pengucuran dana DAK.

“Tahun 2014, Budi Juniarto 325 M, Ketua Dewan 150 juta, Komisi D 180 juta, Operasionl Wabup 400 juta, Operasional Bupati 3.25 M, DPPKAD 2.507 M, Operasional Dinas 100 juta, Bina Lingkungan 273 juta;

Tahun 2015 Budi Setiawan 3.750 M, Ketua Dewan 150 juta, Komisi D 180 juta, Operasional Wabup 400 juta, Operasional Bupati 4.000 M, DPPKD 4.405 M, Operasional Dinas 125 juta, Bina Lingkungan 173 juta;

Tahun 2016 Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) 10.530 M, Budi Juniarto 2.250 M, Ketua Dewan 150 juta, Komisi D 180 juta, Operasional Wabup 1.675 M, Operasional Bupati 3.850 M, DPPKD 5.381 M, Operasional Dinas 150 juta, Bina Lingkungan 915 juta;

Tahun 2017 Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) 2.990 M, Toni Indrayanto 2.250 M, Ketua Dewan 150 juta, Komis D 180 juta, Operasional Wabup 940 juta, Operasional Bupati 2.256 M, DPPKD 6.740 M, Kusainudi (anggota DPRD Jatim) 1.000 M, Operasional Dinas Rp150 juta, Bina Lingkungan 754 juta

Tahun 2018 Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) 4.940 M, Toni Indrayanto 4.500 M, Ketua Dewan 150  juta, Komisi D 75 juta, DPPKAD 3.500 M, Renovasi rumah Dinas dan kantor Sentra Polres 500 juta, Operasional Wabup 1.250 M juta, Operasional Bupati 2.500 M, Operasional Dinas 100 juta, Bina Lingkung 85 juta,” beber terdakwa Sutrisno sambil membacakan catatan kecilnya. Dan catatan itupun diminta JPU KPK diakhir persidangan.

JPU KPK kemudian menanyakan kalimat Unduhan Dana Bantuan Keuangan Propinsi yang dijelskan terdakwa Sutrisno. Menurut terdakwa Sutrisno adalah, bahwa Unduhan yang dimaksudkan untuk mengurus bantuan Prpvinsi, ada peran Koordinator Asosiasi.

“Untuk pengurusan Bantuan Propinsi  ada peran yang besar oleh kordinator Asosiasi yaitu  Santoso, Endro Basuki, Anjar Handriyanto dan Wawan. Merekalah yang berperan mengurus anggaran BanProp  kepada Budi Juniarto. Hubungan mereka sangat dekat  karena Santoso mengatasnamakan  Adik  Wabup  dan Wawan  masih mempunyai hubungan Keluarga dengan mantan Kabid Fisik  sebelum Budi Juniarto. Sehingga mulai tahun 2014, 2015 dan tahun 2016,  empat orang inilah yang berperan  melakukan pungutan unduhan kepada anggota Asosiasi yang lain  sebesar 10 % dan menyetorkan  unduhan ke Kabid Fisik sebesar  7,5 %,” kata terdakwa Sutrisno.
Sementara terdakwa Agung Prayitno, walau terkesan tidak jujur, namun terdakwa Agung Prayitno mengakui terus terang kepada Majelis Hakim, bahwa duit yang diterimanya dari Susilo Prabowo alis Embun (sudah divonis terlebih dahulu sebagai penyuap Bupati), langsung diserahkannya kepara terdakwa Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung.

“Langsung saya serahkan ke Bupati. Saya nggak atau itu uang apa. Saya hanya disuruh untuk mengambil,” kata terdakwa Agung Prayitno kepada Majelis Hakim.

Karena terdakwa Agung Prayitno yang juga tim sukses Syahri Mulyo ini terkesan pura-pura tidak atau asal usul duit yang diterimanya dari Susilo Prabowo alis Embun, JPU KPK maupun Ketua Majelis Hakim kembali menanyakan terdakwa, tentang sejauh mana pemahaman terdakwa tentang uang yang diterimanya.

“Pemahaman saudara tenang uang itu apa?,” tanya Ketua Majelis Hakim Agus Hamzah. Namun terdakwa tetap menjawab tidak atau.

Ketidak jujuran itu terlihat juga dari keterangan terdakwa Syahri Mulyo. Terdakwa yang terpilih kembali untuk periode kedua sebagai Bupti Tulungagung dalam Pilkada yang berlangsung tanggal 27 Juni 2018 lalu untuk periode 2018 - 2023, sekalipun terdakwa sudah dijebloskan ke dalam penjara oleh KPK, dua minggu sebelum Pilkada berlangsung.

Terdakwa Syahri Mulyo tidak mengakui sebahagian keterangan terdakwa Sutrisno terkait sejumlah duit “suap”. Namun terdakwa hanya mengakui menerima sebahagian dari jumlah yang dijelaskan terdakwa Sutrsino, dan duit itu dipergunakan untuk keperluan Kampanye, diantaranya biaya Ngopi bareng, beli sarung, Kaus, spanduk, biaya saksi di TPS dan lain-lain.

“Perlu saya luruskan, Yang Mulia. Bahwa apa yang dijelaskan Sutrisno tidak seluruhnya saya terima. Memang saya terima tapi tidak seperti yang disampaikan Pak Tris. Uang itu saya perguankaan untuk biaya Kampanye seperti ngopi bareng, beli sarung, Kaus yang 30ribua, spanduk, biaya saksi di TPS,” kata terdakwa Syahri Mulyo.

Seusai persidangan. Saat wartawan media ini menanyakan JPU KPK Joko Hermawan, apakah ada kemungkinan pengembangan dari kasus ini, terkait fakta-fakta yang terungkap selama dalam persidangan atas sejumlah pejabat di Tuklungagung seperti Polres, Ketua DPRD, Wakil Bupati, Sekda, Kepala DPPKAD, Komisi D dan Pemrprov Jatim  maupun salah seorang anggota DPR RI yang menerima uang ?

JPU KPK Joko Hermawan menjelaskan, dirinya hanya sebagai JPU (Jaksa Penuntut Umum). Pun demikian, menurut JPU KPK Joko Hermawan, semua fakata-fakta yang terungkap dalam persidangan akan disampaikannya ke Pimpinan KPK, apakah ada pengembangan tergantung dari Pimpinan.

“Semua fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan akan kita sampaikan ke Pimpinan. Apakah itu ada pengembangan atau tidak, itu tergantung dari Pimpinan,” kata JPU KPK Joko.

Sementara terdakwa Sutrisno mengatakan kepada media ini sambil berjalan meninggalkan ruang sidang, bahwa yang berperan mengurus Unduhan itu adalah ke Empat orang yang disebutkannya dalam persidangan.

“Saya sudah sebutkan tadi kan. Sejak tahun 2014, 2015 dan 2016,  ke Empat orang itulah  yang berperan  termasuk melakukan pungutan Unduhan kepada anggota Asosiasi yang lain.  mereka memungut 10 % dan menyetorkannya  untuk Unduhan ke Kabid Fisik sebesar  7,5 %.   Sehingga tanpa harus keluar keringat, Santoso, Endro Basuki, Anjar Hendrayanto dan Wawan setiap tahunnya bisa mengantongi kelebiahan uang unduhan sebesar Rp1 sampai dengan  Rp1.5  M. Betapa nikmatnya mereka demi uang sampai rela memakan teman sendiri,” kata terdakwa. (Tim beritakorupsi.co)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top