0
#9 dari 10 Kepala Dinas Pemrov Jatim telah memberikan uang suap Triwulan I Tahun 2017 kepada Komisi B DPRD Jatim, dan telah dibagikan kesuluru anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 Oleh Moch. Ka’bil Mubarok#                   
beritakorupsi.co - Senin, 5 Nopember 2018, JPU KPK Trimulyono Hendradi, M. Wiraksanajaya, Luki Dwi Nugroho, Iskandar Marwanto, Arin Karniasih dan Tri Anggro Mukti, membacakan surat tuntutannya di ruang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rochmat, terhadap terdakwa M. Samsul Arifin mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekebunan Provinsi Jatim kasus Korupsi suap terhadap Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 dalam Jilid II,  melalui  Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim (Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok) yang Tangkap Tangan (TT) oleh KPK pada Juni 2016 lalu, sementara terdakwa didampingi Penasehat Hakumnya, Jamal Abdul Nasib dan Taufan Hidayat

Dalam Jilid II ini, JPU KPK tidak hanya membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa M. Samsul Arifin, melainkan membacakan surat tutuntannya juga tergadap terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (perkara terpisah), yang juga mantan Plt. Bupati Mojokerto dengan diapmpingi Penasehat Hukumnya, Ir, Djoko Supriyono., SH., MH dan kawan-kawan.

Dalam surat tuntutan JPU KPK, terdakwa M. Samsul Arifin dan Moch. Ardi Prasetiayawan dijerat Pasal 5 yat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kasus yang menyeret mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekebunan Provinsi Jatim M. Samsul Arifin,  dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Moch. Ardi Prasetiayawan ini, bermula pada awal Juni tahun 2017 saat Tim KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Moch. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, dan Moch. Ka’bil Mubarok Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 bersama 2 Stafnya, yaitu Santoso dan R. Rahmat Agung.

Ditangkapnya Kedua Pimpinan Komisi B DPRD Jatim ini, karena KPK mengetahui adanya transaksi uang suap melalui Kedua Staf Komis B dari Rohayati selaku Kepala Dinas Peternakan,  dan dari Bambang Hariyanto yang menjabats sebagai Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat.

Dari hasil penyidikan Tim penyidik KPK diketahui, ternyata pemberian uang oleh Ke- 2 Kepala Dinas itu adalah sebagai imbalan, agar seluruh Komisi B DPRD Jatim tidak menggunakan hak pengawasannya terhadap kinerja maupun penggunaan anggaran, serta pembahasan Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang Ternak Sapi dan Kerbau di Jawa Timur oleh Dinas Peternakan.

Sementara dalam Jilid I ada 7 terdakwa, 4 daintaranya sebagai penerima suap dan dijerat dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi serta divonis pidana penjara selama 7 tahun dari 9 tahun tuntutan JPU KPK terhadap M. Basuki, sedangkan untuk M. Ka’bil Mubarok dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan dari 9 tahun gtuntutan. Untuk Santoso dan R. Rahmat Agung di pidana penjara masing-masing 4 tahun dari tuntutan JPU KPK selama 4 tahun dan 6 bulan.
Sedangkan 3 (tiga) terdakwa lainnya yaitu Rohayati, Bambang Hariyanto serta Anang Basuki Rahmat dinyatakan sebagai pemberi suap serta dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, namun hukumannya berbeda. Bambang Hariyanto Hariyanto divonis 1 tahun dan 4 bulan dari 4 tahun tuntutan JPU KPK. Untuk Rohayati dan Anang Basuki Rahmat di pidana penjara masing-masing 1 tahun dari tuntutan JPU KPK masing-masing selama 1 tahun dan 6 bulan.

Dalam fakta persidangan Jilid I maupun Jilid II ini terungkap, ternyata yang memberikan uang suap kepada Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 ternyata tidak hanya Rohayati selaku Kadis Peternakan dan Bambang Hariyanto sebagai Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov. Jatim, melainkan 9 dari 10 Dinas di Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini sudah memberikan auang suap dalam triwulan I tahun 2017 (Januari - Maret).

Sembilan Dinas yang sudah memberikan uang suap kepada Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 melalui Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim adalah Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan Usaha Menengah Kecil Mikro, Biro Perekonomian dan Biro Sumber Daya Alam.

Selain itu, terungkap pula dalam persidangan, bahwa uang suap yang diterima M. Basuki dan  M. Ka’bil Mubarok sudah dibagikan kesuluruh anggota Komisi B DPRD Jatim yakni, Anik Maslachan, SW. Sugroho, Pranaya Yudha Mahardika, M. Alimin, Atika Banowati, Subianto, Ninik Sulisyaningsih, Aida Fitriati, Aisiyah Liliani, Nur Sucipto, Firdaus Febrianto, Agus Maimun, M. Lutfi, Yusuf Rohana, Lilia Agustina, Chusainuddin, Ali Muji, Suharti, H. Rofiq, Dewi Masita, M. Fawait

Menurut M. Basuki yang disampaikannya kepada Majelsi Hakim dalam persidangan, bahwa uang itu telah dibagikan keseluruh anggota Komisi B, yang diserahkannya melalui Atika Banowati, setelah uang tersebut diterima dari SKPD oleh 2 Staf Komisi B, dengan rumus, 19 untuk anggota, 2 untuk pimpinan, 1 untuk Kesekretariatan dan Staf, dan 1 untuk Kas.

Dan dari 9 SKPD ini, andai saja KPK tidak melakukan Tangkap Tangan terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, diperkirakan uang suap yang diterima selama tahun 2017 yang disebut sebagai komitmen fee sebesar Rp3.07 Milliar.

Apakah KPK akan menyeret seluruh anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019, dan 5 (lima) Kepala Dinas ke Pengadilan Tipikor untuk diminta pertanggungjawabannya, karena dalam  surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU dikatakan, bahwa uang “haram” yang diterima M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok selaku Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim dari 9 SKPD suah dibagikan keseluruh anggota Komis B DPRD Jatim periode 2-14 - 2019 ?

Pada sidang sebelumnya, JPU KPK Wawan kepada media ini mengatakan, bahwa pemberian uang komitmen fee per tahun di tahun 2016 oleh 10 SKPD sebagai mitra Komis B DPRD Jatim, namun setelah 2017 menjadi triwulan yang dalam satu tahun ada pemberian sebanyak 4 kali, yang sudah terealisasi baru tahap pertama dengan jumlah yang berbeda-beda, sedangkan tahap ke dua belum terlaksana karena sudah tertangkap tangan KPK.

“Tahun 2016 itu pemberian pertahun, namun setelah 2017 berubah menjadi triwulan. Jadi 1 tahun itu ada 4 kali pemberian. Yang sudah terealisasi baru tahap pertama, karena setelah itu tertangkap tangan KPK. Kalau jumlahnya beda-beda ada 10 Dinas, saya contohkan misalnya Dinas Pertanian itu 1 tahunnya sebesar Rp600 juta. Dibuat triwulan sehingga Rp150 juta. Kalau dari keterangannya Basuki tadi, semua sudah menyerahkan. Untuk leb ih jelasnya, dari keterangan Kab’bil Mubarok. Karena yang lebih atau detailnya adalah Ka’bil Mubarok. Kalau menurut keterangan Basuki, itu sudah lama berlangsung dan sudah tradisi,” ujar JPU KPK Wawan.

“Kita belum bisa menentukan apa-apa. Tapi kalau belajar dari kasusnya DPRD Kota Malang, saya tidak mengatakan akan ditersangkakan semua, cuma di Kota Malang (DPRD) itu karena berawal dari ketidak jujuran. Makanya tadi kita berikan kesempatan untuk menjelaskan untuk jujur, tapi mungkin sudah punya pendapat lain gitu ya,” lanjut JPU KPK wawan saat itu (Senin, 8 Oktober 2018)
Semantara dalam surat tuntutan JPU KPK dikatakan (Senin, 5 Nopember 2018), bahwa terdakwa M. Samsul Arifin selaku Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, pada sekira bulan Maret 2017, dan tanggal 2 Juni 2017 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu tertentu pada tahun 2017, bertempat di Ruang Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur Jalan Indrapura Nomor 1 Krembangan Selatan, Krembangan, Surabaya atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang yang sejumlah Rp40 juta dan uang sebesar Rp100 juta.

JPU KPK menyatakan, bahwa Terdakwa M. Samsul Arifin pada awal Tahun 2017 ketika rapat paripurna dihubungi oleh Moch. Basuki, Moch. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur yang meminta datang ke ruang kerjanya. Setelah Terdakwa datang, Moch. Ka’bil Mubarok meminta data rapat evaluasi kegiatan Tahun 2016 sekaligus meminta uang “komitmen triwulanan” sejumlah Rp350.000. 000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). Terdakwa pada mulanya menyampaikan keberatannya karena anggaran Dinas Perkebunan kecil, namun Moch. Ka’bil Mubarok meminta agar Terdakwa tetap mengusahakan. Terdakwa yang tidak ingin Dinas Perkebunan dipersulit oleh Komisi B dalam evaluasi pelaksanaan APBD TA 2017 akhirnya menyanggupi akan memberikan uang kepada Komisi B setiap triwulan.

“Pada tanggal 31 Mei 2017 sebelum pelaksanaan Rapat Paripurna di mulai, terdakwa M. Samsul Arifin dipanggil oleh Moch. Basuki dan Atika Banowati ke ruang kerja Ketua Komisi B. Dalam kesempatan itu, Moch. Basuki dan Atika Banowati meminta terdakwa untuk memenuhi uang komitmen Triwulan tahap kedua, dan disanggupi oleh terdakwa,” kata JPU KPK.

JPU KPK mengatakan, terdakwa telah merealisasikan permintaan komitmen fee dengan menyerahkan uang triwulanan tahap kedua, supaya Komisi B tidak mempersulit evaluasi Triwulan terhadap pelaksanaan APBD TA 2017 di Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur atau evaluasi dan pengawasan pelaksanaan APBD TA 2017, tidak dilakukan secara sungguh-sungguh.

JPU KPK mengungkapkan, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan tersebut didukung oleh alat bukti yang saling bersesuaian dan dapat diyakini membuktikan adanya fakta hukum tersebut berupa:

Keterangan saksi yakni saksi Bambang Heryanto, Moch. Basuki, Slamet Wahyudi Nugroho, Atika Banowati, Anik Maslachan, Pranaya Yudha Mahardika, Agus Maimun, R. Rahman Agus, Santoso, Moch. Ardi Prasetiyawan, Samsuri, Yusuf Rohana, M. Ka’bil Mubark, Rohayati, Ninik Sulistyaningsih, M. Zainul Luthfi, M. Alimin, Chusainuddin Suharti, M. Fawait.

JPU KPK menjelaskan, dari rangkaian alat bukti di atas dan dihubungkan dengan pandangan doktrin maupun yurisprudensi terkait unsur “dengan maksud supaya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya”, dapat diyakini adanya perbuatan Terdakwa memberi sesuatu berupa uang kepada Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok serta Anggota Komisi B Iainnya selaku Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur agar dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2017 tidak mempersulit Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur atau tidak melakukan evaluasi dan pengawasan secara sungguh-sungguh terhadap pelaksanaan APBD TA 2017.

“Pertanggungjawaban pidana selalu didasarkan pada adanya kesalahan. Kesalahan tersebut menunjukan kepada sikap batin (mens-rea) dari Terdakwa, dalam hubungannya dengan perbuatan pidana yang dilakukan sedemikan rupa, sehingga Terdakwa dapat dicela karena melakukan perbuatan tersebut,” kata JPU KPK.
JPU KPK mengatakan, bahwa dalam menilai ada tidaknya kesalahan Terdakwa tidaklah digantungkan pada sisi psikologis dari Terdakwa sendiri, akan tetapi didasarkan juga pada bagaimana sikap batin tersebut tercermin dari perbuatan nyata yang kemudian dinllai oleh pihak lain. dalam hal ini terutama oleh Hakim. Oleh karena itu dalam hubungan ini akan dibuktikan adanya kesengajaan dari Terdakwa melakukan perbuatan memberi sesuatu yaitu uang sejumlah Rp140.000.000.00 (seratus empat puluh juta rupiah) kepada Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok beserta Anggota Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur lainnya.

Terdakwa mengetahui bahwa perbuatannya memberikan uang tersebut adalah agar Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok serta Anggota Komisi B lainnya selaku Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2017 tidak mempersulit Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur atau tidak melakukan evaluasi dan pengawasan secara sungguh-sungguh terhadap pelaksanaan APBD TA 2017.

“Bahwa rangkaian perbuatan Terdakwa di atas adalah merupakan pemuatan yang dilakukan dengan sengaja dan tercela. Berdasarkan uraian fakta-fakta yuridis di atas, maka rangkaian  perbuatan Terdakwa dilakukan secara sadar dan segala akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut diketahui dan dikehendaki Terdakwa. Dengan demikian maka bentuk kesengajaan Terdakwa merupakan kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk),” lanjut JPU KPK dalam surat tuntutannya.

Menurut JPU KPK, bahwa Terdakwa M. Samsul Arifin adalah seorang yang sehat jasmani dan rohani, mempunyai kemampuan untuk menginsyafi hakikat dari tindakan yang dilakukannya serta dapat menentukan kehendak sendiri atas tindakannya apakah akan dilaksanakan atau tidak, sehingga Terdakwa memiiiki kemampuan untuk bertanggungjawab secara hukum.

JPU KPK menjelaskan, bahwa selama persidangan berlangsung tidak ditemukan adanya alasan pembenar ataupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat pertanggungjawaban pidana pada din‘ Terdakwa sebagaimana diatur dalam KUHPidana (recths vaar digings gronden maupun schuld uitsluitings gronden), sehingga sudah sepatutnya Terdakwa dijatuhi pidana yang setimpal untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Hal ini sejalan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No.05 tahun 1973 yang isinya meminta agar untuk tindak pidana korupsi (sebagai salah satu dari beberapa tindak pidana yang disebut dalam SE tersebut) dijatuhi hukuman yang berat. Disana Mahkamah Agung mengharapkan supaya Pengadilan menjatuhkan pidana yang sungguh-sungguh setimpal dengan beratnya dan sifatnya kejahatan-kejahatan tersebut dan jangan sampai didalam menjatuhkan pidana itu menyinggung perasaan maupun pendapat umum, dan sejalan dengan kesimpulan Rapat Kerja Tehnis Gabungan (RAKERNISGAB) Mahkamah Agung yang diadakan pada tanggal 21-23 Maret 1985 di Yogjakarta yang menyimpulkan “penjatuhan pidana yang terlalu ringan tidaklah mendukung politik kriminal di Indonesia, dengan demikian untuk beberapa pidana perlu dipidana lebih tinggi”. Dan salah satu tindak pidana yang perlu mendapat perhatian dalam penjatuhan pidananya antara lain tindak pidana korupsi.

JPU KPK megatakan, bahwa terdakwa M. Samsul Arifin telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU  Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat ( 1) KUH Pidana sebagaimana dalam Dakwaan Pertama.
Sementara permohonan JC (Jastice Collabolator) yang diajukan oleh terdakwa, ditolak oleh JPU KPK. Alasannya, karena terdakwa adalah pelaku utama dan tidak berkata jujur sejak terdakwa sebagai saksi untuk terdakwa sebelumnya.

“Menuntut ; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk menyatakan ; Bahwa terdakwa M. Samsul Arifin telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam dalam dawaan pertama; Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa M. Samsul Arifin berupa pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp50 juta subisder 3 bulan kurungan,” ucap JPU KPK di akhir surat tuntutannya. 

Atas surat tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan terhadap terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya untuk menyampaikan Pledoi atau pembelaannya pada sidang pekan depan. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top