0
Terdakwa Hendrawan M, selaku Komisiaris PT ENK
beritakotrupsi.co – Selasa, 10 April 2018, JPU KPK kembali menyeret seorang tersangka kehadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai H.R. Unggul Warso Mukti, untuk diadili dalam kasus Korupsi suap terhadap Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono Jilid III.

Dalam jilid III ini, penyidik KPK menetapkan Hendrawan M, selaku Komisiaris PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK) yang bergerak dibidang konstruksi (kontraktor), yang diduga memberikan “uang suap” kepada Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang sebesar Rp 250 juta pada tahun 2015 lalu, terkait pekerjaan proyek jembatan Kedungkandang Kota Malang, yang pekerjaannya “terbengkalai” sejak tahun 2012 lalu.

Sementara dalam jilid I kasus perkara Korupsi suap terhadap Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp 700 juta pada tahun 2015, terkait pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono selaku pemberi suap, sudah divonis 2,8 tahun penjara oleh Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 3 April 2018.

Sedangkan jilid II, kasus perkara Korupsi suap terhadap Ketua DPRD Kota Malang sebesar Rp 700 juta pada tahun 2015, juga terkait pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono selaku penerima suap, dan saat ini masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Kemudian jilid IV sebanyak 19 masih dan saat ini masih berstatus tersangka dan sudah ditahan  oleh penyidik KPK, diantaranya Moch. Anton selaku Wali Kota Malang (patahan Wali Kota Malang) sekaligus sebagai “pemeberi suap”.

Sedangkat 18 anggota DPRD Kota Malang selaku “penerima suap” antara lain “YAB” (Yaqud Ananda Qudban) sebagai Ketua Fraksi Hanura-PKS sekaligus salah satu calon Wali Kota Malang dalam Pilkada 2018, SPT (Suprapto) sebagai Ketua Fraksi PDIP, MZN (HM Zainudin) sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Malang/PKB), SAH (Sahrawi) sebagai Ketua Fraksi PKB, SAL (Salamet) sebagai Ketua Fraksi Gerindra, “WHA” (Wiwik Heri Astuti) sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Malang/Partai Demokrat), “MKU” (Mohan Katelu) sebagai Ketua Fraksi PAN, “SL” (Sulik Lestyowati) sebagai Ketua Komisi A/Partai Demokrat, “ABH” (Abdul Hakim) sebagai Ketua DPRD/PDIP), “BS” (Bambang Sumarto) sebagai Ketua Komisi C/Partai Golkar, “IF” (Imam Fauzi) sebagai Ketua Komisi D/PKB, “SR” (Syaifur Rusdi) sebagai Fraksi PAN, “TY” (Tri Yudiani) sebagai Fraksi PDIP, “HPU” (Heri Puji Utami) sebagai Ketua Fraksi PPP-Nasdem, “HS” (Heri Subianto) sebagai Ketua Fraksi Demokrat, “RS” (Rahayu Sugiarti) sebagai Wakil Ketua DPRD/Partai Golkar, “SKO” (Sukarno) sebagai Ketua Fraksi Golkar serta “ABR” (Abdurachman) Fraksi PKB.

Lalu jilid V ? Eit ! bisa jadi masih berlanjut seperti yang dipertanyakkan terpidana Jarot Edy Sulistiyono dalam persidangan beberapwa waktu lalu, yaitu Cipto Wiyono mantan Sekda Kota Malang yang saat ini menjabat Kepala Dinas PU dan Tata Raung Pemprov. Jatim dan Teddy Sujadi Sumarna selaku Kabid di Dinas PU-PPR. Karena Kedua orang ini “berperan” dalam pengumpulan uang “haram” untuk sang Ketua Dewan yang terhormat.

Dalam persidangan kali ini (10 April 2018) adalah pembacaan surat dakwaan oleh tim JPU KPK terhadap terdakwa  Hendrawan M, selaku Komisiaris PT ENK terkait pemeberian uang suap terhadap Moch. Arif Wicaksono agar Ketua DPRD Kota Malang ini mengusulkan kepada Pemerintah Kota Malang untuk memasukkan anggaran proyek jembatan Kedungkandang Kota Malang, yang pekerjaannya “terbengkalai” sejak tahun 2012 lalu ke dalam APBD Tahun Anggaran 2016.

Dalam surat dakwaan JPU KPK menyaatakan, bahwa terdakwa Hendarwan bersama-sama dengan Erik Armando Talla, pada tanggal 1 Juli 2015 bertempat di rumah dinas ketua DPRD Kota Malang, Jalan R. Panji Soeroso Nomor 7 Kota Malang Jawa Timur, atau setidak-tidaknya pada satu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sebesar Rp 250 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang dengan maksud, supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yaitu supaya Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang memberikan persetujuan penganggaran kembali proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang dalam APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2016 yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme juncto pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD juncto  UU RI Nomor Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD dan pasal 188 ayat (3) UU RI Nomor Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut;

“Tim JPU KPK membeberkan perbuatan terdakwa dalam surat dakwaannya. Pada sekitar bulan Maret - Mei 2015 bertempat di Hotel Ibis Surabaya, terdakwa selaku komisaris PT ENK yang bergerak di bidang konstruksi (kontraktor),  dan Nishan Fiksriyoso selaku Direktur Utama (Dirut) PT ENK, melakukan pertemuan dengan Erik Armando Talla dan Abdullah Fanani, untuk membicarakan keinginan terdakwa mendapatkan pekerjaan proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang yang berhenti pelaksanaannya sejak tahun 2012 lalu,” ucap JPU KPK

Dalam pertemuan itu, lanjut JPU KPK, terdakwa meminta bantuan kepada Erik Armando Talla yang dikenal mempunyai banyak koneksi atau kedekatan dengan sejumlah pejabat di Kota Malang, untuk melobi atau melakukan pendekatan ke pihak DPRD Kota Malang supaya proyek tersebut dapat dianggarkan kembali dalam APBD Kota Malang, dan terdakwa bersedia memberikan sejumlah uang kepada pihak DPRD Kota Malang.

Menindaklanjuti permintaan terdawa tersebut, pada tanggal 24 Juni 2015, Erik Armando Talla  mengajak Lazuardi Firdaus (saat persidangan dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono, Lazuardi Firdaus adalah wartawan harian Radar Malang group Jawa Pos) yang merupakan teman dekat Moch. Arif Wicaksono untuk melakukan pertemuan dengan terdakwa di Hotel Regent’s Park Malang, dan  dalam pertemuan itu Erik Armando Talla membicarakan sejumlah proyek diantaranya proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang yang ingin dikerjakan oleh terdakwa.

“Beberapa hari kemudian, Erik Armando Talla menemui Moch.  Arief Wicaksono di rumah dinasnya untuk menegaskan kembali keinginan terdakwa mendapatkan pekerjaan proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang agar anggarannya dimasukkan dalam APBD-P 2015, dan bersedia memberikan imbalan/fee, dan Moch. Arif Wicaksono bersedia mengupayakan dengan meminta imbalan sebesar Rp 250 sampai dengan Rp 300 juta. Kemudian Erik Armando Talla menyanggupi sebesar Rp 250 juta dan setujui oleh Moch. Arif Wicaksono dengan  meminta agar uang itu segera direalisasikan secepatnya. Dan Erik Arman Talla kemudian menyampaikan kesepakatan pemberian uang tersebut kepada terdakwa, yang selanjutnya disanggupi oleh terdakwa dengan meminta Nishan Fiksriyoso untuk merealisasikan dengan mengirimkan uang sebesar Rp 50 juta melalui rekening Bank Mandiri Nomor 14400-14631300 milik Erik Armando Talla,” kata JPU KPK

“Sementara uang kekuranagan sebesar Rp 200 juta, Nishan Fiksriyoso meminta bantuan Erik Armando Talla agar meminjam kepada orang lain, dengan alasan bahwa kas PT ENK tidak cukup, dan berjanji akan mengembalikan. Dan Erik Armando Talla pun kemudian meminjam uang kepada Abdullah Fanani sebesar Rp 200 juta, sehingga jumlah uang yang terkumpul sebesar Rp 250 juta,” kata JPU KPK kemudian dalam dalam dakwaannya.

JPU KPK menjelaskan, pada tanggal 1 Juli 2015, Erik Armando Talla bersama sopirnya Abdul khamid, serta Abdullah Fanani mendatangi rumah dinas Moch. Arif Wicaksono dengan menggunakan kendaraan  masing-masing, dan selanjutnya Erik Armando Talla didampingi Abdullah Fanani menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta langsung kepada Moch. Arif Wicaksono. Beberapa hari kemudian, Erik Armando Talla dan Lazuardi Firdaus kembali melakukan pertemuan dengan Moch. Arif Wicaksono di rumah dinas Ketua DPRD, menanyakan perkembangan penganggaran pembangunan jembatan Kedungkandang yang kemudian disampaikan oleh Moch. Arif Wicaksono telah menolak usulan Pemerintah Kota Malang yang hanya menganggarkan dana sebesar Rp 1 Miliar untuk proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang dalam APBD-P Kota Malang Tahun Anggaran 2015, karena nilainya terlalu kecil. Sehingga proyek tersebut akan dianggarkan dalam APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2016.

Beberapa hari kemudian, Erik Armando Talla kembali melakukan pertemuan dengan Moch. Arif Wicaksono di rumah dinas Ketua DPRD, dan dalam pertemuan Moch. Arif Wicaksono memperlihatkan draf Nota Kesepakatan antara Wali Kota dengan pimpinan DPRD Kota Malang tentang pelaksanaan dan pembiayaan proyek pembangunan jembatan Kedungkandang dengan nilai total dana APBD yang dianggarkan sebesar Rp 95 miliar selama 3 tahun.

Kemudian Erik Armando Talla melaporkan kepada terdakwa, bahwa anggaran multiyears proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang sudah disetujui dan nota kesepakatan tersebut akan menjadi pedoman dalam penyusunan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2016.

Pada tanggal 12 Oktober 2015, DPRD Kota Malang menyetujui anggaran proyek pembangunan jembatan Kedungkandang secara multiyears dengan cara Moch. Arif Wicaksono dan Moch.  Anton selaku Walikota Malang menandatangani nota kesepakatan antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang dengan Nomor 050/49.1/35.7.123/2015 dan Nomor 188.4/64/35.73.201/2015 tentang penganggaran kegiatan tahun jamak pembangunan jembatan Kedungkandang dengan total anggaran sebesar Rp 95 miliar dengan alokasi anggaran pada tahun 2016 senilai Rp 30 miliar, tahun 2017 sebesar Rp 35 miliar dan tahun 2018 sejumlah Rp 30 miliar.

“Bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 5 ayat (1) huruf a, atau pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU KPK diakir surat dakwaannya.
   
Atas surat dakwaan tersebut, terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya tidak keberatan sehingga tidak mengajukan eksepsi, dan persidangan akan dilanjutkan pekan depan.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top