0
Sugiono tertunduk saat Majelis Hakim memerintahkan JPU menjadikannya sebagai tersangka
beritakorupsi.co – “Seseuatu yang tersembunyi” dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus perkara pidana Khususnya kasus Korupsi, akan lebih terang benderang saat perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun, apakah JPU “berani” untuk menyeret orang-orang yang dianggap turut bertanggung jawab atas kasus yang diduga merugikan keuangan negara yang berasal dari hasil keringat ratusan juta msyarakat, maupun atas kesewenagan jabatan seseorang yang menimbulakan terjadinya tindak pidana Korupsi seseuai fakta persidangan ?

Atau, JPU akan “mencari selamat” dari kasus yang diseretnya ke hadapan Majelis Hakim untuk diadili ?

Seperti dalam kasus Korupsi Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) untuk sertifikat gratis bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, atau masyarakat yang tidak mampu di Kelurahan Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Surabaya, dengan terdakwa Mudjianto (Lurah) dan Jonathan Suwandono, selaku Ketua  Badan Kesejahteraan Masyarakat (BKM).

Program untuk sertifikat gratis bagi masyarakat yang yang berpenghasilan rendah atau masyarakat yang tidak mampu, dibiayai dari DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran)  APBN melalui Kantor BPN Kabupaten/Kota, namun tidaklah gratis 100%. Sebab, ada beberapa hal yang harus ditanggung oleh peserta diantaranya, pembelian patok batas tanah, beberapa materai, biaya balik nama, pajak dan foto copy untuk masing-masing bidang tanah yang diajukan peserta Prona.

Pada Senin, 17 Juli 2017, Sidang yang di Ketuai Majelis Hakim Tahsin.,SH.,MH dengan agenda pemeriksaan saksi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya II selaku panita A, yang dihadirkan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Surabaya untuk terdakwa Mudjianto dan terdakwa Jonathan Suwandono yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Belly, Rina, Eko dan Hartono Cs.

Dalam persdiangan terungkaplah “benang hitam yang tersembunyi” dalam kasus ini, yaitu bahwa panitia dari BPN tidak melakukan sosialisasi kepada150 peserta Prona yang diajukan BKM  terkait adanya Program Prona dari pemerintah kepada masyarakat dengan anggaran dari masyarakat juga melalui APBN dan adanya bemberian dana yang ditarik oleh BKM dari peserta Prona kepada saksi.

Yang mengagetkan lagi adalah, saat anggota Majelis Hakim, DR. Andriano memrintahkann JPU untuk memeriksa saksi Sugino dan menjadikannya sebagai tersangka, karena keterangan saksi Sugiono yang terkesan berbelit-belit seakan menutupi apa yang sebesanrnya terjadi dalam kasus Program Prona dihadapan Marwah Tuhan yakni Majelis Hakim.

“Saudara Jaksa, periksa saksi ini dan jadikan tersangka dan tahan,” perintah DR. Andriano.
Namun JPU dari Kejari Tanjung Perak ini hanya tersenyum tipis tanpa menanggapi perintah Majelis.

Usai persidangan, Kepala Seksi Intlejen (Kasi Intel) Kejari Tanjung Perak, saat dihubungi Wartawan terkait perintah Majelis Hakim untuk memeriksa saksi, mengatakan, tidak bisa melakukan pemeriksaan karena penyidikan dari Polisi.

“Nggak bisa karena penyidikan Polisi,” jabwanya singkat.

Akankah mimpi saksi Sugino akan tetap indah karena dirinya tidak akan diminta pertanggung jawaban hokum dalam kasus Korupsi Prona Kelurahan kalikedindinng ?

Mudjianto dan Jonathan Suwandono, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Tanjung Perak, Surabaya, setelah menjalani proses pemeriksaan atas dugaan melakukan Pungli (pungutan liar) terhadap 150 Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Tanah Kali Kedinding, yang mengurus sertifikat melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) untuk sertifikat gratis bagi masyarakat yang yang berpenghasilan rendah atau masyarakat tidak mampu.

Dalam persidangan yang di Ketuai Majelis Hakim Tahsin., SH., MH, dengan agenda pembacaan surat dawkaan oleh JPU Andhi Ardhani dkk untuk terdakwa Lurah Mudjianto yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Belly, Rina, Eko dan Hartono, sementara terdakwa Ketua BKM Jonathan Suwandono di damping PH-nya Yuliana Heriyanti Ningsih dari LBH YLKI (Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Legundi Keadilan Indonesia).

Dalam surat dakwaannya dihadapan Majelis Hakim, JPU menyatakan bahwa, Pelaksanaan program Prona untuk sertifikat gratis bagai 150 bidang tanah bagi masyarakat di Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, dibiayai dari Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Suarabaya II tahun 2014 Nomor DIPA-056.01.02673758/2014 tanggal 8 Desember 2013, sebesar Rp 298 ribu per bidang, tertuang dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) yang dipergunakan untuk biaya panitia hingga penyerahan Sertifikat kepada peserta Prona.

Jonathan Suwandono selaku Ketua sekaligus Kordinator BKM, justru menarik biaya sebesar Rp 3.750.000 untuk petok D di bawah tahun 1997 dan Rp 4,1 juta untuk petok D diatas tahun 1997 dengan rincian, untuk petok D di bawah tahun 1997 uang muka pendaftaran sebesar Rp 750.000 dan biaya pengurusan sertifikat 3 juta rupiah. Sementara untuk petok D diatas tahun 1997 dengan biaya pendaftaran sebesar Rp 1,1 juta dan biaya sertifikat sebesar Rp 3 juta.

Penyidik Polres Tanjung Perak maupun JPU beranggapan bahwa, Lurah Mudjianto mengetahui adanya penarikan biaya tersebut dan kemudian meminta biaya pembuatan Sprodik kepada terdakwa Jonathan Suwandono sebesar Rp 350 ribu rupiah untuk per bidang tanah.

Dalam surat dakwaan JPU, Terdakwa Jonathan Suwandono selaku Ketua BKM, memerintahkan Chusnul Chotimah selaku Bendahara BKM untuk menyerahkan uang kepada Mudjianto sebesar Rp 53.650.000 dengan rincian, tanggal 20 Desember 2013 sebesar Rp 18.900.000, tanggal 30 Desember 2013, 3 juta; tanggal 7 Januari 2014, Rp 15.400.000; tanggal 10 Januari 2014, Rp 4.450.000, tanggal 24 Januari 2014, Rp 2.800.000 dan tanggal 28 Januari 2014 sebesar Rp 9.100.000,” ucap JPU.

Perbuatan terdakwa pun diancam sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf e Undang Undang No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top