![]() |
Foto dari kiri, Nurkamin, Abd. Rofiq dan Sungkowo |
Dalam sidang kali ini, JPU dari Kejari Madiun, menghadirkan tiga saksi kunci dalam persidangan yang di Ketuai Majelis Hakim Mateus Samiaji, untuk terdakwa sumanto. Ketiga saksi tersebut yakni, Nurkamin (Manager Teknik PT AJP), Abd. Rofiq (Bagian Logistik Proyek) dan Sungkowo (Kabag Administrasi dan Umum)
Dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim, saksi Sungkowo menjelaskan, sesuai dokumen PT AJP pada tahun 2015, pernah memenagkan proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun. Namun menurut saksi, bahwa dokumen PT AJP pernah dipinjam oleh Iwan Suasana untuk dipergunakan terkait proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun tahun 2015. Saksi juga mengakui, bahwa aliran dana yang masuk kerekening PT AJP sebesar Rp 23.254.179.457 setelah dipotong pajak, dari total anggaran Rp 29.300.800.000, dan dana tersebut langsung di serahkan ke Iwan Sulaksana melalui transfer maupun tunai.
“PT AJP adalah sebagai pemenang lelang proyek pembangunan gedung Deawan tahun 2015. Tapi dokumen PT AJP pernah dipinjam oleh Iwan Suasana, katanya mau dipakai untuk proyek pembangunan gedung DPRD. Total dana yang masuk kerekening PT AJP sebesar Rp 23.254.179.457 nett dipotong pajak. Dan dana tersebut langsung diserahkan ke Iwan Suasana melalui transfer maupun secara tunai. Bahkan PT AJP mengalami kerugian sebear Rp 80 juta,” kata Sungkowo dihadapan Majelis Hakim.
Sungkowo melanjutkan, bahwa dirinya memang baru masuk ke PT AJP awal Pebruari 2016. Namun dirinya mengakui, langsung melakukan pemeriksaan administrasi PT AJP setelah pembangunan gedung DPRD Kota Madiun mulai bermasalah.
Sementara menurut saksi Nurkamin, selaku Manager PT AJP sejak 2013 menjelaskan, dia masuk ke Madiun pada Pebruari 2016 setelah pembangunan gedung Dewan mulai bermasalah. Selaku sarjana Tekni, saksi menjelaskan pembanungan gedung Dewan tersebut seharusnya bisa selesai dengan waktu yang ditentukan. Yang mengejutkan dari keterangan saksi adalah, pembangunan gedung Dewan tersebut tidak sesuai dengan speck.
“Saya masuk Madiun Pebruari 2016. Saya sempat bekerja satu bulan. Menurut saya, pembangunan seharusnya bisa selesai dengan waktu yang begitu banyak. Dalam dokumen, lantau terbuat dari keramik tapi yang dipasang beda. lalu plafon, walau saya tidak melihat dokumennya, tapi saya melihat bahwa plafon tidak layak,” beber saksi.
Tidak selesainya pembangunan gedung Dewan Kota Madiun tersebut lebih dijelaskan saksi Abd. Rofiq selaku bagian Logistik proyek. Saksi menjelaskan dihadapan Majelis Hakim, bahwa pembayaran logistik dan gaji pekerja sering kali mengalami kemacetan. “Saya dibagian Logistik. Tugas saya mengecek logistik dan pekerja serta menandatangani catatan logistik. Pembayaran logistik dan gaji pekerja sering macet. Yang belum selesai gedung paripurna, gedung Fraksi 1 dan 2. Saya nggak tau PT apa, yang saya tau, pak Son (Moch. Shonhaji) Bos. Pak Son pernah bilang ke saya, kalau dia mau pulang tapi hari Rabu balik. Tapi saya telepon nomornya sudah nggak aktif lagi. kalau Kaiseng, pergi dan tidak kembali lagi,” kata saksi jujur.
Sebelumnya, Sungkowo membeberkan kepada Media ini. Bahwa kasus pembangunan gedung dewan hingga samapi ke meja penyidik Kejaksaan murni berdasarkan laporan dari Hedi Karnowo, selaku Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP).
“Ini murni yang melaporkan adalah pak Hedi, atas saran saya. Setelah pembangunan gedung dewan, saya langsung melakukan pemeriksaan dokumen administrasi. Ternyata tidak ada surat menyurat terkait dokumen kontrak. Pak Hedi menjelaskan pada saya, kalau dokumen PT AJP pernah dipinjam oleh Iwan Sulaksana, akatanya mau dipakai untuk pembangunan gedung dewa. Setelah itu tidak ada kabar. Memang dana pernag masuk ke rekening PT AJP sebesar Rp 5 milliar dan itu pun langsung diserahkan ke Iwan melalui Shonhaji dan Kaiseng,” ungkap Sungkowo.
Sungkowo menceritakan, total dana yang masuk kerekening PT AJP sekitar Rp 23 milliar lebih, dan semua dana tersebut langsung di serahkan ke Iwan melalu transfer dan ada yang tunai melalui Shonhaji dan Kaiseng. Malah PT AJP mengalami kerugian 80 juta untuk membayar gaji pekerja yang tidak dibayar.
“Setelah timbul masalah, Shonhaji dan Kaiseng tidak mau tanggung jawab. Dari pada pak Hedi yang jadi tumbal, makanya kasus ini dilaporkan ke Kejaksaan. Dan pak Hedi sudah siap sekalipun dirinya dipenjara,” kata Sungkowo.
Hal yang sama juga di jelaskan Abdul Salam, selaku Penasehat Hukum terdakwa Hedi Karnowo. Ketua Peradi Surabaya ini menjelaskan kepada Media ini saat ditemui di gedung pengadilan Tipikor sebelum sidang dimulai, bahwa Hedi Karnowo, harus mendapat penghargaan dari Pemerintah sesuai dengan anjuran PBB.
“Terdakwa ini (Hedi Karnowo) murni Justice Collaborator (JC), bisa dihukum percobaan karena ikut membantu pemerintah dalam hal pemberantasan Korupsi. Nanti dalam pembelaan saya, akan saya jelaskan semua. Pembelaan saya sudah hamper selesai,” kata pengacara senior ini, Kamis, 1 Desember 2016.
Awal mula dari Perkara ini.....
Kasus ini bermula saat Direktur Utama PT AJP melaporkannya ke Kejaksaan Negeri Madiun. Memang dalam dokumen tersebut bahwa PT AJP adalah pemenang lelang. Namun Direktur PT AJP tidak penah secara langsung berhubungan terkait proyek pembangunan geduang Dewan tersebut. Sebab, dokumen PT AJP pernah dipinjam oleh rekannya sendiri yaitu Iwan Sulaksana.
Dalam dakwaan Jaksan memang disebutkan, proses pelaksanaan proyek pembangunan gedung wakil rakyat Kota Madiun, yang dilaksanakan melalui lelang terbuka (unit layanan pengadaan) dengan nilai HPS sebesar Rp31.780.370.000, yang dibuat oleh PPKm sekaligus selaku KPA. Dalam proses lelang tersebut, pemenang lelang adalah PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP) dengan nilai penawaran sebesar Rp 29.300.800.000,-. Kemudian, dukumen kontrak kerja ditandatangani antara Hedi Karnowo, Direktur PT AJP selaku pemenag lelang dengan Agus Sugijanto, selaku KPA, dengan pembayaran uang muka sebesar Rp 5.860.160.000 melalui rekening PT AJP.
Namun dalam pelaksanaannya, ternyata proyek pembangunan gedung dewan tersebut tidak dkerjakan oleh PT AJP selaku pemenang lelang, meliankan oleh Kaiseng dan Moch. Shonhaji, berdasarkan surat kuasa Akte Notaris dengan pengawasan di bawah PT Parigraha Consultant. Tragisnya, pembayaran sudah dicairkan sebesar 90%, sementara pekerjaan baru mencapai 85,095% dengan Volume 4,9% atau sebesar Rp 1.065.000.528,40. Sehingga terjadi selisih sebesar Rp 606.710.261.
Pekerjaan Proyek Pembangunan Gedung DPRD Tidak Selesai Hingga 19 Pebruari 2016, Namun Uang Mengalir Kebarbagai Pihak
Karena pekerjaan proyek tersebut belum selesai hingga akhir tahun (31 Desember 2015), akhirnya Direktur PT AJP memutus perjanjian kerja dengan Kaiseng dan Moch. Shonhaji. Sementara, anggaran yang sudah dicairkan sebesar Rp 23.254.179.457 dari nilai seluruhnya. Pada hal, perpanjangan waktu pekerjaan yang disepakati antara pengguna jasa (KPA) dengan penyedia jasa (PT AJP) sejak tanggal 1 Januari hingga 19 Pebruari 2016, pekerjaan tersebut pun belum juga tuntas. Yang tragisnya lagi, proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun itu pun berhenti.
Tidak selesainya pekerjaan tersebut karena pengawasan dari Konsultan maupun dari PPTK tidak dilakukan. JPU juga membeberkan aliran dana dari PT AJP ke berbagai pihak diantaranya, Iwan Suwasana sebesar Rp 64.550.000; Samin, Rp 79 juta; Sunardi, Rp 518.587.500; Moch. Shonhaji, Rp 4,8 milliar; PT Parigraha, Rp 106.625.000; Sumanto, Rp 837.595.632 dan pihak lainnya, dengan total seluruhnya sebesar Rp 23.254.179.457,- (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :