0
Sidang Korupsi DAK Probolinggo dengan terdakwa mantan Wali Kota, Buchori
Surabaya, bk - Tak mau terjadi hal- hal yang tidak diinginkan dari  puluhan pengawal pribadi terdakwa Korupsi mantan Walikota Probolinggo Buchori, Kapolsek  Sedati bersama anggotanya, langsung mendatangi gedung Pengadilan Tipikor dan memberikan pengamanan disaat persidangan dengan agenda tanggapan JPU atas Eksepsi terdakwa berlangsung, pada Kamis, 6 Oktober 2016.

Tindakan cepat yang dilakukan AKP Eka Anggriana, selaku Kapolsek Sedati bersama puluhan anggotanya, tanpa ada permintaan dari pihak Kejaksaan Probolinggo, maupun dari Pengadilan Tipikor sendiri untuk memberikan pengamanan dalam persidangan kasus Korupsi DAK Pendidikan dengan terdakwa mantan Wali Kota Probolinggo itu patut dipuji.

“Tidak ada pemberitahuan kepada kami baik dari Jaksa maupun dari Pengadilan. Kebetulan anggota saya sedang melakukan patrol dan melihat situasi dan langsung memberikan pengamanan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan dari pendukung terdakwa mantan Wali Kota Probolinggo,” kata AKP Eka kepada wartawan media ini.

AKP Eka mangatakan, akan mengawal terus dan memantau, sekaligus  akan melakukan penjagaan  selama proses persidangan kasus ini berlangsung.

“Walau kita tidak diminta, kita akan tetap memantau sekaligus  akan melakukan penjagaan  hingga proses persidangan ini selesai. Kalau persidangan sebelumnya kita tidak tau dan kita sayangkan tidak ada pemberitahuan dari Jaksa maupun dari Pengadilan,” ujar AKP Eka.

Apa yang disampaikan Kapolsek Sedati AKP Eka Anggariana, bukan tidak beralasan. Sebab, dua kali persidangan berlangsung (pembacaan dakwaan dari JPU dan pembacaan Eksepsi dari PH terdakwa), situasi sedikit menegangkan, terutama disaat para awak media meliput jalannya persidangan mantan orang nomor satu di Kota Probolinggo itu dikawal puluhan “preman” dan tidak ada pemeritahuan dari JPU maupun dari Pengadilan Tipikor kepada Kepolisian untuk memberikan pengamanan.

Tak heran memang, seorang pejabat yang sudah pensiun terutama yang masih aktif, selalu di kelilingi pengawal pribadi resmi atau sebaliknya, baik yang pakai dinas maupun yang tidak, yang membuat jarak antara pejabat dengan masyarakatnya.

Barangkali itulah yang masih melekat bagi mantan orang nomor Satu di Pemerintahan Kota (Pemkot) Probolinggo, Buchori, saat dirinya dialdili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, sebagai terdakwa dalam kasu dugaan Korupsi DAK (Dana Alokasi Khusus) Pendidikan 2009 lalu, sebesar Rp sebesar Rp 15.907.777.000, yang menimbulkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp 1.684,678.988,34,.

Mantan Wali Kota Probolinggo yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia (DPC-PDI) Perjuangan Kota Probolinggo itu, selalu dijaga ketat oleh puluhan pengawal pribadinya mulai dari perjalanan hingga ke ruang sidang.

Dan apakah dalam putusan Sela dalam persidangan yang akan datang, Majelis Hakim yang menaangani perkara ini “berani” menolak Eksepsi dan melakukan penahanan terhadap ke Tiga terdakwa ?

Buchori, terseret dalam lingkaran “maling uang rakyat” anggaran APBN untuk DAK Dinas Pendidikan, saat dirinya menjabat Wali Kota Probolinggo pada tahun 2009, yang ditangani oleh Penyidik Kejaksaan Agung RI sejak tahun 2014 dengan “menyicil menjadi dua Jilid”, kemudian diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Probolinggo dan Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur  (Kejati Jatim).

Dalam Jilid I, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, menetapkan 6 tersangka/terdakwa dan sudah menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor (sudah di Vonis) diantaranya, Maksum Subani (mantan Kepala Dinas Pendidikan/KPA), Masdar (Kabid/PPTK), Hari Purwanto (Konsultan), Didik Supriyanto (Konsultan), Ahmad Napon Wibowo (Penyedia Mebeler) dan Rudiono (Penyedia Mebeler status DPO). Lima dari 6 tersangkanya ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka.

Sementara dalam jilid II, Kejagung menetapkan 3 tersangka (terdakwa) yakni, Wakil Wali Kota (aktif) Probolinggo, Suhadak yang pada tahun 2009, Suhadak salah satu rekanan (Direktur CV. Indah Karya/ Penyedia Mebeler) dan Sugeng Wijaya, Direktur CV. Wiec/Konsultan). Ketiga terdakwa Korupsi ini, bernasib baik ditangan penyidik Kejagung/Kejati Jatim dibandingkan terdakwa lainnya. Sebab, Ketiga terdakwa hanya beberapa hari “diinapkan” (ditahan 4 Agustus 2016) di Rutan Medang, Sidoarjo, Jawa Timur. Dan berdasar informasi, ketiganya keluar Rutan sekitar tanggal 15 Agutus 2016 malam dengan sejumlah dana.

Namun saat dikonfirmasi melalui pesan singkat (SMS/WastApp) ke JAM Pidsus pada Selasa, 16 Agustus 2016 sekitar pkl 17.00 wib, maupun ke Kepala Kejaksaan Agung RI, pada Rabu, 18 Agustus 2016 sekitar pkl 11.00 wib, namun tak ada tanggapan.

 Dalam persidangan sebelumya (Kamis, 22 Agustus 2016), degan Ketua Majelis Mateus Samiaji, dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU Erik, selaku Kasi Pidsus Kejari Probolinggo Cs, untuk Dua dari Tiga terdakwa yakni, Buchori yang di dampingi Budi Santoso, selaku Penasehat Hukum (PH)-nya dan terdakwa Suhadak, didampingi tim PH-nya antara lain, Hakim Yurizal, Andi, Antoni, Anton, Candu dan Ardian. Sementara terdakwa Sugeng Wijaya, sempat tertunda dengan alasan sakit.

JPU menyatakan dalam surat dakwaannya (perkara terpisah), bahwa terdakwa Buchori, selaku Wali Kota Probolinggo, memerintahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan, untuk meminta dana sebesar 5% yang semula 7% dari nilai anggaran yang masing-masing diterima Kepala Sekola sebanyak 70 sekolah SD di Probolinggo selaku penerima DAK, untuk biaya pengurusan ke Jakarta dan pengamanan. Dan setelah dana DAK cair, setiap Kepala Sekolah penerima DAK, menyetorkan uang sesuai permintaan terdakwa yang jumlahnya sebesar Rp 750 juta.

Tidak hanya itu. Penggunaan dana DAK Pendidikan seharusnya dikerjakan secara swakelola oleh masing-masing sekolah, dimana 70 Kepala Sekola selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Naman dalam faktanya, justru dilakukan penunjukan langsung oleh terdakwa Buchori, dengan menunjuk beberapa rekanan.

Hal itu bertentangan dengan pasal 3, 5 Keputusan Presiden (Kepres) No. 80 tahun 2003 tentang pengadaan Barang dan jasa dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 3 tahun 2009 tentang petunjuk teknis (Juknis).

Atas perbuatannya, JPU menjerat terdakwa mantan orang nomor satu di Kota Probolinggo itu, dengan pasal berlapis yakni, pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal pasal 11 jo pasal 12 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan ancaman pida penjara paling berat seumur hidup dan paling lama 20 tahun dan denda paling banyak sebesar 1 milliar rupiah. Menanggapi surat dakwaan JPU, terdakwa tidak terima di dakwa melakukan tindak pidana Korupsi, sehingga mengajukan keberatan (Eksepsi).

Sementara keterlibatan Suhadak, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Probolinggo, adalah selaku penyedia Mebeler atas petunjuk terdakwa Buchori, yang menggunakan anggaran DAK Pendidikan tahun 2009, yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Sehingga mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp 934.678.988,34. Total keseluruhan kerugian Negara yang diakibatkan para terdakwa sebesar Rp 1.684,678.988,34

Dalam kasus ini, terdakwa Suhadak dan Sugeng Wijaya, di jerat dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup dan paling lama 20 tahun, denda paling besar 1 milliar rupiah. Suhadak, mengikuti jejak terdakwa Buchori dengan mengajukan keberatan atas dakwaan JPU. Bedanya, terdakwa Suhadak langsung membacakan Eksepsi (keberatannya) saat itu juga.

Dalam surat Eksepsinya, terdakwa menolak dakwaan JPU. Alasannya, surat dakwaan JPU tidak jelas karena tidak ada perbandingannya. Terdakwa meminta Majelis Hakim untuk membebaskannya dari surat dakwaan JPU.

“Intinya terdakwa menolak surat dakwaan Jaksa. Alasannya karena tidak ada perbandingan dikatakan Korupsi,” kata salah satu Tim PH terdakwa pada wartawan.

 Kasus ini bermula pada tahun 2009. Pada saat itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Probolinggo menerima kucuran dana dari pemrintah Pusat yang bersumber dari APBN sebesar Rp 13.587.999.300 ditambah dana pendamping adri Pemkot Probolonggo sebebsar Rp  1.509.777.700. sehingga total dana DAK Pendidikan sebesar Rp 15.907.777.000. Dana  tersebut akan digunakan untuk pengadaan Mebeler bagi 70 sekolah SD, dengan nilai Rp 1.887.500.000,  dan dana sebesar Rp 13.210. 277. 000 akan digunakan untuk perbaikan bangunan gedung sekolah, dengan cara Swakelola berdasarkan Permendiknas Nomor :  3 Tahun 2009 dan Perpres No. 80 Tahun 2003 tentang pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah.

Namun dalam pelaksanaannya, Wali Kota Probolinggo justru menunjuk beberapa rekanan untuk mengerjakan proyek yang di danai dari uang rakyat itu diantaranya, CV Prasetyo (Direktur Rudiono/DPO) untuk 22 sekolah, CV  Indah Karya (Direktur Suhadak) untuk  26 sekolah, dan CV Jatijaya  (Direktur Ahmad Napon Wibowo)  sebayak 22 sekolah. Sementara Konsultan Perencanaan terdiri dari, CV  Pandan Landung (Direktur Didik), CV Widya Karya (Direktur Hari) dan CV Wiec (Direktur Sugeng Wijaya).

Sebelum pelaksanaan proyek, diadakan pengarahan atau sosialisai oleh Kepala Dispendik selaku Pejabat Pengguna Anggaran, Maksum Subani, Kabid Pendidikan Dasar Masdar, dan Ketua Dewan Pendidikan  Wawan bersama dengan 70 Kepala sekolah SD selaku penerima DAK yang dihadiri oleh Wali Kota Buchori.

Saat itulah Wali Kota Buchori member pengarahan tentang dan DAK. Yang isinya antara lain, untuk memperoleh  dana DAK, tidak sekadar  bondo  abab (hanya bicara), tetapi  harus nyenggek (menyodok). Arahan itu kemudian di jelaskan lagi oleh  Kadispendik.  “ Buntut” dari arahan Wali Kota Buchori, meminta kepada setiap Kepala Sekolah penerima dana DAK untuk menyetorkan 7%  dari nilai anggaran yang diperoleh. Namun karena Kepala Dinas Pendidikan keberatan, sehingga turun menjadi  5%. Dan setelah dana DAK cair, 70 Kepala Sekola akhirnya menyetorkan masing-masing 5% dan terkumpulah uang sebesar Rp 750 juta. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan ke Wali Kota Buchori di rumah dinasnya. Hal ini pun terungkap pula dalam surat dakwaan terdakwa Maksum pada persidangan Jilid I.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top