![]() |
Tiga Terdakwa Korupsi MERR menjalani sidang Putusan |
Pasalnya, dalam dakwaan, tuntutan Jaksa, apa lagi Putusan Majelis Hakim Tipikor yang dibacakan dalam persidangan, tidak menyebutkan tanggungjawab P2T. Sebab, Peraturan Kepala BPN RI dan Peraturan Presiden tidak menjadi pertimbangan, sekalipun pembentukan P2T berdasarkan 2 peraturan tersebut.
Tidak hanya itu. Majelis Hakim juga tidak menyebutkan dalam amar putusannya, keterlibatan Anton Susilo, bersama terdakwa Olli merubah data Volume bangunan dan jumlah nilai ganti rugi lahan warga yang di “mark up” atas perintah Djoko.
Dan aliran dana yang diterima Anton, termasuk aliran dana ke Triana Wahyuningsih, seperti yang terungkap dalam persidangan. Pada hal dalam fakta persidangan sebelumnya, baik keterangan saksi-saksi dari P2T maupun kerangan terdakwa dihadapan Majelis Hakim menyatakan bahwa, yang melakukan sosialisasi hingga pembayaran ganti rugi ke masyarakat adalah Satgas (terdakwa) bukan P2T.
Dalam fakta persidangan peran Ketiga terdakwa berbeda-beda. terdakwa Djoko setelah menerima SK dari Ketua P2T dan surat perintah dari Kepala Dinas PU, kemudian terdakwa melakukan sosalisai, ferifikasi, inventarisasi dan menentukan nilai ganti rugi, hingga pembayaran kepada warga.
Terdakwa Olli dan saksi Anton Susilo pegawai Dinas Cita Karya, merubah data volume bangunan dan jumlah nilai ganti rugi sebanyak 48 KK (kepala keluarga) atas perintah terdakwa Djoko. Selain itu, Olli juga mendapat perintah untuk membawa catatan berupa nama dan Buku rekening sejumlah warga untuk kemudian diserahkan kepada saksi Triana Wahyuningsih, pegawai Bank Mandiri Cabang Pakuwon City.
Selanjutnya, Triana melakukan transfer sejumlah uang dan kerekening Djoko sesuai catatan yang diterima dari Olli. Atas kerja sama ketiganya dan dibantu Tiga Kordinator warga, Djoko menerima aliran dana sebesar Rp 4,5 milliar lebih atau 50-60% dari kelebihan ganti rugi, masyarakat memperoleh 40-50%, Olli, Rp 500 juta rupiah.
Sementara Tiga kordinator warga termasuk Anton dan Triana juga menerima aliran dana. Namun terdakwa Djoko tidak menyebutkan jumlah nominalnya.
Terdakwa Euis Darliana, selaku PPKm/KPA/Kepala Bidang Perancangan Dan pemanfaatan, tidak melakukan ferifikasi ulang atas data yang disebut Nota Dinas berupa hasil pengukuran ulang terhadap luas bangunan milik warga yang dilakukan anggota Satgas, dengan data awal dari dinas terkait. Dan faktanya dipersidangan, Nota Dinas hingga dokumen pencairan nyatanya ditandatangani oleh seluruh P2T.
Dalam peraidangan yang berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Tipikor dengan agenda pembacaan surat putusan oleh Majelis Hakim, yang diketuai Martua Rambe, Tiga terdakwa mendapat “bonus” hukaman pada, Senin 30 Maret 2015. Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara Untuk terdakwa Djoko Walujo, selama 8 tahun denda Rp 800 ribu susidair 3 bulan.
Serta membayar uang pengganti sebesar Rp 4,5 milliar lebih dikurangi dengan barang bukti yang disita berupa uang sekumlah 123 juta dan hasil penjualan 2 unit kendaraan. Sementara untuk terdakwa Olli Faizzol juga mendapatkan “bonus” hukuman yakni pidana penjara selama 5,6 tahun denda 100 juta sunsidair 1 bulan. Dan Pidana tambahan, membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta susidair 3 tahun penjara.
Dalam pertimbangan Majelis Hakim, Kedua terdakwa ini terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU TPPU No 8 Tahun 2010 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Majelis Hakim juga memberikan “bonus” hukan untuk terdakwa Euis Darliana, berupa pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan denda 100 juta sebsidair 2 bulan.
Bedanya, terdakwa ini tidak diwajibkan membayar uang pengganti. Sebelumnya, dalam surat tuntututan JPU, Djoko Walujo, dituntut pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp Satu milliar subsidair Enam bulan penjara, dan hukuman tambahan wajib membayar uang pengganti Rp 4,5 milliar subsidair 4 tahun penjara. Dan terdakwa Olli Faizzol, dituntut pidana penjara 8,6 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsidair 3 bulan.
Membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta susidair 4,3 tahun penjara.
Sementara untuk terdakwa Euis Darliana, dituntut pidana penjara Dua tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsidair 3 bulan tanpa membayar uang pengganti. Terdakwa ini hanya dijerat pasal 3 jo pasal 18 UU Tindak pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 KUHP. Atas Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada masing-masing terdakwa, JPU maupun penasehat hukum terdakwa “sepakat” sama-sama pikir-pikir. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :