0

#Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang Tidak mempertimbangkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021 dalam Putusan Perkara Pidana Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg yang menjerat Terdakwa ‘HS’ dituduh mengggelapkan tanah dan bangunan miliknya oleh Dra. Ester Susianty  Chandra, ibu angkat Kwee Indrayani, istri Terdakwa#     

BERITAKORUPSI.CO -
Indonesia disepakati para founding father (Bapak Bangsa Indonesia) sebagai negara hukum, dimana hukum menjadi panglima dan keadilan adalah segala-galanya. Namun faktanya,  kepastian hukum kian hari kian tidak menentu, keadilan yang segala-galanya menjadi segalau-galaunya. Bahkan terkadang yang berjuang untuk mencari keadilan atas haknya tidak mendapatkan apapaun sedangkan yang terbukti salah malah memperoleh pembelaan dan dukungan yang adil.

“Dan mencari keadilan hukum yang adil di negara hukum ibarat merangkul bayangan sendiri disiang hari”
. Ungkapan inipulalah yang barangkali dirasakan oleh “HS” (63), warga Jln. Dieng Kota Malang yang saat ini berharap ada mujizat dalam perkara pidana penggelapan yang menjerat dirinya atas tanah 3 SHM (setifikat Hak Milik) Nomor 948, 949 dan 950 dan bangunan miliknya yang dilaporkan oleh Dra. Ester Susianty  Chandra ke Polda Jawa Timur pada tahun 2015, ibu angkat almarhum Kwee Indrayani, istri Terdakwa “HS”

Terdakwa “HS” mencari keadilan hukum yang adil di negara hukum lewat upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya Jawa Timur bahkan hingga ke Mahkamah Agung Republik Indonesia atas Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kota Malang terlebih-lebih dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang, karena dianggap tidak mempertimbangkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021 saat menjatuhkan hukuman pidana terhadap Terdakwa dalam Perkara Pidana Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg tanggal 13 Juli 2022 yang menyatakan “Terdakwa Hari Soesilo Terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Penggelapan dan menjatuhkuman hukuman pidana penjara selama Sepulu bulan” dari tuntutan Jaksa dengan pidana penjara selama Satu tahun dan Enam bulan

Mengungkap fakta Sebelum Perkara
“HS”, dengan didampingi beberapa orang lainnya termasuk Penasehat Hukum-nya, Drs. Sentot Yusuf Patrikha, S.H., M.H menemui berirakorupsi.co pada Sabtu, 16 Juli 2022 sekitar pukul 15.30 Wib dan menceritakan kasus perkara yang menjerat dirinya.

Menurut “HS”, beberapa puluh tahun yang lalu, pasangan suami istri, Andreas Hendro Susanto, SH dan Dra. Ester Susianty  Chandra yang belum dikaruniai anak, mengadopsi Kwee Indrayani (alm) saat berusia sekitar 8 tahun, anak kandung (anak pertama dari tiga bersaudara) dari pasangan suami istri Khairul Alim dan Wahyuni

“Bu Kwee inikan anak angkat Ibu Ester dan Pak Hendro. Bu Kwee anak pertama dari tiga bersaudara, anak kandung dari Ibu Wahyuni dan Bapak Khairul Alim,” kata “HS”

“HS” menceritakan. Pada tahun 1980, Ia (HS) menikahi Kwee Indrayani. Dan pada tahun 1990, Ia bersama istrinya, Kwee Indrayani (alm) membeli sebidang tanah Petok D di Kota Malang kurang lebih seluas 4000 meter. Untuk mengurus surat-surat tanah tersebut, “HS”  dan Kwee Indrayani (alm) mempercayakan ke ayah kandung Kwee Indrayani, Khairul Alim yang bekerja sebagai kontraktor

Tanah kurang lebih seluas 4000 meter tersebut terdiri dari 3 SHM (setifikat hak milik), yaitu SHM Nomor 948 seluas 286 m2, SHN Nomor 949 seluas 2.480 m2 dan SHM nomor 950 seluas 1.420 m2 atas nama Khairul Alim

“Tanah itu kami beli asalnya petok D. Karena kesibukan kami maka kami serahkan ke Pak Khairul Alim untuk mengurus surat-saratnya sekalian pakai nama Khairul Alimdi SHM-nya. Karena pak Khairul Alim kan bukan orang lain melainkan Bapak kandung Bu Kwee. Selain mengurus surat-suratnya juga untuk membangun rumah dan gudang karena pak Khairul Alim sebagai kontraktor,” cerita “HS” sambil menunjukkan bukti SHM yang dimaksud

Sekitar tahun 1992, lanjut “HS”, Kwee Indrayani (alm) menjaminkan 3 SHM Nomor 948, 949 dan 950 ke BCA Cabang Malang di Jalan Basuki Rahmat Kota Malang sebesar Rp225.000.000 untuk modal usaha yang bergerak dibidang makan ringan atau snack

“Uang itulah yang digunakan untuk membangun rumah, gudang dan modal usaha yang bergerak dibidang makan ringan atau snack. Yang bangun gudang dan rumah ya pak Khairul Alim karena kontraktor,” ucap “HS”

Dengan wajah yang terlihat sedih sambil membolak balik lembaran-lembaran dokumen yang ada didapannya, “HS” menceritakan kenangan pahit yang dialami istrinya, Kwee Indrayani hingga akhirnya meninggal dunia pada tahun 2010 dan angsuran/cicilan di BCA pun tidak lagi lancar

“Tahun 1998, ada krismon (krisis monoter) dan Bu Kwee juga sakit menderita gagal ginjal. Sudah operasi ginjal di China. Tahun 2010 Bu Kwe meninggal sehingga angsuran/cicilan di BCA macet,” kenang “HS”

“HS” melanjutkan ceritanya. Pada tahun 1998, 3 SHM Nomor 948, 949 dan 950 dilelang oleh BCA secara internal tanpa ada pemberitahuan ke Kwee Indrayani. Pemenang lelangnya adalah pegawai BCA sendiri yaitu Indra Agus Swantoko, SH dan BCA masuk dalam daftar Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)

“Tahun 1998, 3 SHM Nomor 948, 949 dan 950 dilelang secara internal oleh BCA pemenangnya adalah pegawai BCA sendiri yaitu Indra Agus Swantoko tanpa ada pemberitaahuan dan setelah itu BCA masuk dalam daftar BPPN dan 3 SHM itupun berganti nama menjadi atas nama Indra Agus Swantoko,” kata “HS”

Cerita “HS” ini menimbulkan pertanyaan. Apakah sah menurut peraturan atau  perundang-undangan yang berlaku, pihak Bank diperbolehkan melakukan lelang secara internal yang dimenangkan oleh pegawai Bank itu sendiri tanpa adanya pemberitaahuan kepada Debitur? Mengapa pihak Bank BCA Cabang Kota Malang tidak memberitahukannya kepada Kwee Indrayani selaku Debitur?

Mengungkap Fakta Timbulnya Perkara
“HS” melanjutkan ceritanya. Pada tahun 2005, atas surat dari BPPN yang memberikan kesempatan kepada Kwee Indrayani (alm) untuk dapat menguasai kembali ke 3 SHMnya dengan membayar seniali Rp240.696.000 melalui BPPN

“Saat itu kami tidak punya uang dan kami berusaha meminjam ke teman-teman, dan saat itu Bu Ester bersedia meminjamkan uang sebesar Rp240.696.000. Kata Bu Ester saat itu, ‘ya sudah saya pinjamkan nanti kembalikan kalau sudah dijual’. Dan uang itu di transfer oleh  pak Hendro (Andreas Hendro Susanto, SH) ke BPPN atas nama Kwee Indrayani. Jadi 3 SHM itupun kembali menjadi nama Kwee Indrayani bukan lagi nama Indra Agus Swantoko. Karena sudah sempat balik nama di Notaris melalui BPPN,” ujar “HS”

Pada tanggal 13 Desember 2005, lanjut “HS”, Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH membuat Akta Jual Beli atas kesepakatan antara Agus Indra Suantoko, SH yang diwaikili pihak BPPN dengan Kwee Indrayani mewakili dirinya sendiri. Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH membuat Akta Jual Beli Nomor 414, 415 dan 416 dari 3 SHM Nomor 948, 949 dan 950 yang semula atas nama Indra Agus Suantoko menjadi Kwee Indrayani selaku pembeli yang sah dengan nilai pembayaran sebesar Rp240.696.000 yang sebelumnya sudah disetorkan oleh Andreas Hendoro Susanto, SH ke BPPN atas nama Kwee Indrayani

“Setelah ada pembayaran uang sebesar Rp240.696.000 itu ke BPPN oleh Pak Hendro (Andreas Hendro Susanto, SH) atas nama Kwee Indrayani, barulah ada balik nama di Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH antara Indra Agus Suantoko, SH yang diwaikili pihak BPPN dengan Kwee Indrayani mewakili dirinya sendiri. Jadi bukan mewakili siapa-siapa termasuk Bu Ester karena pembayaran ke BPPN bukan atas nama Bu Ester tetapi Bu Kwee yang semula menjaminkan 3 SHM itu ke BCA. Tetapi oleh BCA dilelang karena macet sejak Bu Kwee sakit. Pemenang lelangnya adalah Indra Agus Suantoko, SH selaku pegawai BCA sendiri,” ungkap “HS”

Masih menurut “HS”. Pada tanggal 19 Desember 2005, Dra. Ester Susianty Chandra mengajak Kwee Indrayani dalam kondisi sakit dengan didampingi suaminya, “HS” ke Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH dengan alasan untuk mengamankan asentnya (milik Kwee Indrayani). Di kantor Notaris tersebut, dibuatlah Akta Pernyataan Nomor 32 tanggal 19 Desember 2005 dan waktu yang bersamaan terbit pula Akta Kuasa Menjual Nomor 33 terkait 3 SHM Nomor 948, 949 dan 950 atas nama Kwee Indrayani

“Waktu diajak ke Notaris Bu Ester tidak bilang mau buat akta jual beli tapi hanya mengatakan biar asetnya aman. Waktu itu Bu Kwee kondisi sakit makanya saya ikut. Saat disana, Notari membuat Akta Pernyataan Nomor 32 tapi dengan waktu yang bersamaan terbit juga Akta Kuasa Menjual. Saya dipaksa istri waktu itu untuk tanda tangan karena istri saya sanfat persacaya sama Bu Ester,” kata “HS”  
Dari cerita “HS”, terkait Akta Pernyataan dan Akta Kuasa menjual yang dibuat oleh Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH dalam waktu yang bersamaan menimbulkan pertanyaan yaitu, mengapa dan bagaiamana cara Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH membuat 2 Akta dalam waktu yang bersamaan ? Lalu apa maksud dan tujuan Dra. Ester Susianty Chandra untuk meminta Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH membuat 2 Akta tersebut? Apakah memang tujuan Dra. Ester Susianty Chandra benar-benar untuk mengamankan aset 3 SHM milik Kwee Indrayani atau “adakah sesuatu rahasia dibalik rasa” dimana Kwee Indrayani mempunyai hutang kepada Dra. Ester Susianty Chandra selaku ibu angkatnya sebesar Rp240.696.000?

“HS” mengatakan. Pada tahun 2011, Dra. Ester Susianty Chandra meminta ke 3 SHM tersebut kepada dirinya (“HS”) setelah Kwee Indrayani meninggal pada awal tahun 2010, namun “HS”  tidak memberikannya. Sehingga pada tahun 2015, Dra. Ester Susianty Chandra melaporkan “HS” ke Polda Jawa Timur dengan tuduhan penggelapan dengan bukti Akta Pernyataan Nomor 32 tanggal 19 Desember 2005 dan Akta Kuasa Menjual Nomor 33 tanggal 19 Desember 2005, dimana kedua Akta tersebut dibuat dalam waktu bersamaan oleh Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH

“Tahun 2015 saya dilaporkan Bu Ester ke Polda Jatim dengan tuduhan penggelapan 3 SHM dengan bukti Akta Pernyataan Nomor 32 tanggal 19 Desember 2005 dan Akta Kuasa Menjual Nomor 33 tanggal 19 Desember 2005, dimana kedua Akta tersebut dibuat dalam waktu bersamaan oleh Notaris Junjung Handoko Limantoro, SH,” ucap “HS”

Satu tahun kemudian (2016), lanjut “HS”, Polda Jawa Timur menetapkannya (“HS”) sebagai Tersangka kasus Tindak Pidana Penggelapan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 atau 385 KHUPidana, dan ditahun yang sama pula “HS” menggugat Dra. Ester Susianty Chandra ke PN Malang dengan Nomor Perkara 205/Pid.G/2016/PN.Mlg

Menurut “HS”, gugatan perkara Nomor 205/Pid.G/2016/PN.Mlg di NO atau ditolak karena kurang pihak. Sehingga HS melalui Kuasa Hukum-nya, Drs. Sentot Yusuf Patrikha, S.H., M.H membuat gugatan baru Nomor 037/Pdt.G/2017/PN.Mlg tapi kemudian ditarik dan diganti dengan gugatan Nomor 150/Pdt.G/2017/PN.Mlg

“Tahun 2016, saya ditetapkan sebagai Tersangka oleh Polda Jatim. Dan ditahun yang sama saya menggugat Dra. Ester Susianty Chandra ke PN Malang dengan Nomor Perkara 205/Pid.G/2016/PN.Mlg namun hasilnya ditotal oleh Majelis Hakim PN Malang karena kurang pihak. Gugatan itu di NO atau ditolak karena kurang pihak. Lalu kami membuat gugatan baru Nomor 037/Pdt.G/2017/PN.Mlg tapi kemudian kami tarik dan diganti dengan gugatan Nomor 150/Pdt.G/2017/PN.Mlg,” ungkap “HS”

“Gugatan saya terhadap Bu Ester ditolak dalam Putusan PK Nomor 687 PK/Pdt/2020 tanggal 19 Oktober 2020. Tapi gugatan Bu Estr terhadap saya ditolak dalam Putusan PK Nomor 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021. Waktu gugatan saya ke Bu Ester, saya menang di PN Malang tapi di PT, MA dan PK saya kalah. Tapi waktu gugatan Bu Ester terhadap saya, gugtan Bu Ester ditolak di PN maupun di PK. Bu Ester itu itu hanya menang di PT dan MA,” kata HS

“HS” mengatakan, selain menggugat Dra. Ester Susianty Chandra ke PN Malang, Ia juga membuat laporan ke Polres Malang dengan Nomor 267/11/2015/Jatim/Res.Mlg tentang adanya dugaan Konspirasi jahat yang sekan-akan Ia (“HS”) telah menjual 3 SHM Nomor 948, 949 dan 950

“Yang saya laporkan saat itu adalah Sujoko selaku calon pembeli 3 SHM dan Notaris Dr. I Gede Mastra terkait dugaan Konspirasi jahat. Sujoko ini masih ngasih DP tapi sudah dijaminkan ke Bank Muamalat. Sedangkan Notaris Dr. I Gede Mastra membuat Kaver noot supaya dapat kredit dari Bank Muamalat,” kata “HS”

Dari cerita “HS” ini ada yang menarik terkait nama Notaris Dr. I Gede Mastra (alm). Sebab Notaris Dr. I Gede Mastra (alm) juga disebut-sebut “terlibat” bersama puluhan Debitur lainnya dalam kasus perkara Korupsi kredit macet Bank Jatim Cabang Kepanjen tahun 2017 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp179 miliar termasuk Kepala Cabang dan Penyelia Kredit Bank Jatim Cabang Kepanjen yang sudah di vonis pidana penjara selama puluhan tahun

Kembali ke kasus “HS”. Selain dirinya (“HS”) menggugat Dra. Ester Susianty Chandra ke PN Malang, Dra. Ester Susianty Chandra juga menggugat “HS” ke PN Malang saat perkara gugatan “HS” berjalan di PN Malang dengan Nomor Perkara 200/Pdt.G/2017/PN.Mlg

Dan pada tahun 2017, JPU dari Kejari Kota Malang bersama Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang mengadili “HS” sebagai Terdakwa Tindak Pidana Penggelapan dalam perkara Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg

Tetapi karena gugatan “HS” melalui Kuasa Hukum-nya, Drs. Sentot Yusuf Patrikha, S.H., M.H terhadap Dra. Ester Susianty Chandra maupun gugatan Dra. Ester Susianty Chandra terhadap “HS” sedang berlangsung di PN Malang, sehingga Majelis Hakim PN Malang mengabulkan Eksepsi atau keberatan Penasehat Hukum Terdakwa atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Kota Malang terhadap Terdakwa “HS” dalam perkara Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg

Dalam Putusan Sela perkara Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg tanggal 30 Maret 2017, Majelis Hakim mengatakan, “1. Menerima keberatan dari Terdakwa/ Penasehat Hukum Terdakwa; 2. Menangguhkan pemeriksaan perkara Pidana Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg sampai dengan adanya Putusan Perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 3. Memerintahkan berkas perkara ini dikembalikan kepada Penuntut Umum.”

Putusan tersebut diatas dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai Sihar Hamonangan Purba, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Byrna Mirasari, SH., MH dan Martaria Yudhita Kusuma, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Anny Mardiyah, SH., MH pada Kamis tanggal 30 Maret 2017.

Penegakan Hukum Yang Dirasakan “HS” Bukan Keadilan Hukum
Proses hukum yang diarasakan “HS” yang menjerat dirinya dalam perkara Tindak Pidana Penggelapan dengan Nomor Perkara 41/Pid.B/2017/PN.Mlg di PN Malang terkait putusan Majelis Hakim pada tanggal 13 Juli 2022 yang menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 10 bulan dirasakan bukan keadilan hukum

Alasan “HS”, berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021 yang tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim PN Malang saat menjatuhkan hukuman (Vonis) terhadap dirinya pada tanggal 13 Juli 2022 yang mengatakan,;
“1. Menyatakan Terdakwa Hari Soesilo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapaan; 2. Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa Hari Soesilo tersebut oleh karena itu dengan pidana Penjara selama 10 (Sepuluh) bulan; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan”.

Dimana sebelumnya, dalam Putusan Sela perkara Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg tanggal 30 Maret 2017, Majelis Hakim mengatakan, “1. Menerima keberatan dari Terdakwa/ Penasehat Hukum Terdakwa; 2. Menangguhkan pemeriksaan perkara Pidana Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg sampai dengan adanya Putusan Perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 3. Memerintahkan berkas perkara ini dikembalikan kepada Penuntut Umum.”

Sementara Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021 atas gugatan Dra. Ester Susianty Chandra terhadap “HS” ditolak oleh Majelis Hakim Peninjauan Kembali

“Inikan ada dua putusan perdata dengan obyek yang sama. Yang pertama adalah gugatan saya terhadap Bu Ester. Disini saya kalah karena Putusan PK menolak gugatan saya. Tapi putusan terakhir adalah Putusan PK Nomor: 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021. Inikan atas gugatan Bu Ester ke saya tapi Putusan PK ini menolak gugatan Bu Ester. Artinya 3 SHM itu tetap milik saya. Tapi mengapa Hakim PN Malang tidak mempertimbangkan itu? inikah yang namanya proses hukum untuk keadilan hukum atau hukum yang adil di negara hukum?.” Kata HS dengan nada tanya
 
"Karena itulah saya langsung mengatakan banding setelah Hakim membacakan putusan hari Kamis tanggal 13 Juli 2022. Saya tau mencari keadilan itu tidak mudah tapi saya harus berjuang," ucap HS

Apa yang dikatakan HS ini bukan tidak beralasan. Sebab pertimbangan Majelis Hakim PN Malang saat membacakan Putusan dalam perkara Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg tanggal 13 Juli 2022 mengatakan “Menimbang, bahwa terhadap bukti surat yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dipersidangan berupa Putusan Pengadilan Negeri Malang yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara perdata No.200/Pat.G/2017/PN.Mlg tanggal 4 September 2018 jo. Putusan Banding No.156/PDT/2019/PT.SBY tanggal 29 April 2019 jo Putusan Kasasi No.3111 K/Pdt/2019 tanggal 2 Desember 2019 jo. Putusan Peninjauan Kembali No.138 PK/Pdt/2021 tanggal 19 April 2021, yang pada pokoknya putusan tersebut menolak gugatan Dra. Ester Susianty Chandra terhadap Terdakwa berkaitan dengan SHM No. 948, SHM No. 949 dan SHM No. 950

Anehnya, Majelis Hakim PN Malang dalam Putusan Perkara Pidana Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg tanggal 13 Juli 2022, justru mempertimbangkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 687 PK/PDT/2020 tanggal 19 Oktober 2020, terkait gugatan HS terhadap Dra. Ester Susianty Chandra

Sebab dalam pertimbangan Majelis Hakim PN Malang saat membacakan Putusan dalam Perkara Pidana Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg tanggal 13 Juli 2022 mengatakan, “Menimbang, bahwa terhadap putyusan tersebut majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena putusannya adalah menolak gugatan dari Penggugat dalam hal ini Dra. Esther Susianti Candra, maka makna dari putusan menolak tersebut adalah tidak ada keadaan Hukum Baru yang diciptakan sehingga kembali kekeadaan semula, namun demikian berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Malang yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara perdata Nomor: 150/Pdt.G/2017/PN.Mlg tanggal 31 Mei 2018 Jo. Putusan bandini Nomor: 496/PDT/2018/PT,SBY tanggal 30 Oktober 2018 Jo. Putusan Kasasi Nomor: 1741 K/PDT/2019 tanggal 26 Agustus 2019 jo. Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 687 PK/PDT/2020 tanggal 19 Oktober 2020, dimana dalam Putusan tersebut Gugatan Rekonvensi dari Dra. Ester Susianty Candra telah dikabulkan dan dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa terhadap obyek berupa tanag dan bangunan yang permasalahan dalam perkara ini sebagaimana dalam SHM Nomor, 948, SHM No. 949 dan SHM Nomor. 950 yang terletak di Gadang Kecamatan Sukun Kota Malang telah dinyatakan secara hukum sah sebagai milik dari saksi Dra. Ester Susianty Candra”.

Dari putusan Majelis Hakim PN Malang ini menimbulkan pertanyaan. Mengapa Majelis Hakim PN Malang tidak mempertimbangkan Putusan akhir dalam Perkara Perdata dengan  obyek yang sama dimana gugatan Dra. Esther Susianti Candra terhadap HS ditolak oleh Majelis Hakim Peninjauan Kembali No.138 PK/Pdt/2021 tanggal 19 April 2021?

Apakah memang, dalam proses hukum putusan akhir yang sudah berkekuatan hukum tetap dalam hal ini Putusan PK No.138 PK/Pdt/2021 tanggal 19 April 2021 tidak diakui oleh Majelis Hakim PN Malang ?

Lalu mengapa Majelis Hakim PN Malang justru mempertimbangkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 687 PK/PDT/2020 tanggal 19 Oktober 2020 dimana gugatan HS terhadap Dra. Esther Susianti Candra ditolak?. Apakah pertimbangan tersebut agar HS dapat dikirim ke penjara ?

Tanggapan Penasehat Hukum Terdakwa “HS”
Apa yang dikatakan oleh “HS” tak jauh beda dengan apa yang disampaikan Penasehat Hukum-nya, Drs. Sentot Yusuf Patrikha, S.H., M.H atau yang akrab disapa Sentot terkait Putusan Majelis Hakim PN Malang Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg tanggal 13 Juli 2022 yang tidak mempertimbangkan Putusan akhir dalam Perkara Perdata dengan obyek yang sama antara “HS” dengan Dra. Ester Susianty Candra yaitu Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021 tetapi justru Majelis Hakim PN Malang mempertimbangkan putusan yang sebelumnya yaitu Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 687 PK/PDT/2020 tanggal 19 Oktober 2020

“Inilah yang menjadi keberatan dari klien saya karena pertimbangan sebagaimana diatas adalah penghargaan yang kurang tepat dan merupakan kelalaian yang nyata dari Majelis Hakim dalam menghargai sekaligus menilai Putusan Nomor:200/Pdt.G/2017 tanggal 04 September 2018 jo. Putusan Banding Nomor. 156/PDT/2019/PT, SBY tanggal 29 April 2019 jo. Puitusan Kasasi Nomor. 3111 K/PDT/2019 tanggal 02 Desember 2019 jo. Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021,” ucap Sentot

Semestinya, lanjut Sentot, dengan ditolaknya gugatan Dra. Esther Susianty Candra dalam Putusan ini (Peninjauan Kembali), maka harusnya dipertimbangkan pula apa yang menjadi pokok gugatan Dra. Ester Susianty Candra tersebut (Halaman 5 Putusan Nomor. 200/Pdt.G/2017 tanggal 04 September 2018).

“Sehingga dengan demikian makna dari Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021 tersebut adalah merupakan terciptanya secara hukum melalui Putusan Peninjauan Kembali, yaitu: 1. Menolak Klaim bahwa Tanah SHM Nomor 948, SHM Nomor 949 dan SHM Nomor 950 adalah milik Penggugat (Dra. Esther Susianty Candra); 2. Menolak bahwa Tergugat (“HS”) telah melakukan perbuatan melanggar Hukum; 3. Menolak Petita Penggugat (Dra. Esther Susianti Candra) untuk menghukum siapapun yang menguasai tanah-tanah SHM Nomor 948, SHM 949 dan SHM Nomor 950; 4. Menolak siapapun untuk menyerahkan SHM Nomor 948, SHM 949 dan SHM Nomor 959 kepada Penggugat (Dra. Esther Susianty Candra); 5. Menolak Petita-petita lainnya dari Penggugat (Dra. Esther Susianti Candra),” ujar Sentot

Drs. Sentot Yusuf Patrikha, S.H., M.H pun menjelaskan tentang fakta-fakta hukum termasuk bukti-bukti yang terungkap di persidangan dalam perkara Tindak Pidana Penggelapan Nomor 41/Pid.B/2017/PN.Mlg tanggal 13 Juli 2022 dengan Terdakwa “HS” yaitu;

1. Tidak ada bukti pernah terjadi transaksi jual beli tanah dan bangunan antara Kwee Indrayani dan “HS” dengan Dra. Esther Susianti Chandra atau Andreas Hendro Susanto.

2. Bukti Transfer dari Adreas Hendro Soesanto, SH ke BPPN sebesar Rp240.696.000 adalah uang pinjaman yang ditransfer langsung untuk menebus jaminan anak angkatnya atas nama Kwee Indrayani.

3. Pelepasan dokumen dari BPPN kepada Kwee Indrayani, membuktikan bahwa Andreas Hendro Susanto bukan pemenang lelang maupun pembeli jaminannya di BPPN.

4. Klaim Pelapor Dra. Esther Susianti Chandra, bahwa tanah dan gudang di Gadang Kecamatan Sukun dengan Sertpikat Hak Milik Nomor 948, 949 dan 950 adalah miliknya telah dipatahkan oleh Putusan terakhir yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap Perkara Perdata Nomor: 200/Pdt.G/2018/PN Mlg jo Putusan Banding Nomor: 156/PDT/2019/ PT.SBY, jo Putusan Kasasi Nomor: 3111 K/PDT/2019 jo Putusan Peninjauan Kembali Nomor:138 PK/PDT/2021 tanggal 19 April 2021.

Lebih lanjut Drs. Sentot Yusuf Patrikha, S.H., M.H menjelaskan, tanah Sertifikat Nomor: 948, 949 dan nomor 950 di Gadang Kecamatan Sukun masih sah milik Kwee Indrayani. Adanya Putusan yang sudah Incrach yaitu Putusan Perdata Nomor: 217/Pdt.G/2017/PN. Mlg, jo Putusan Banding Nomor: 776/Pdt/2018 jo Putusan Kasasi Nomor: 2831 K/PDT/2019 tanggal 29 Oktober 2019.

“Putusan-putusan ini membuktikan bahwa Sertipikat Hak Milik Nomor 948, 949 dan 950 yang terletak di Gadang Kecamatan Sukun Kota Malang tersebut masih sah masih milik Kwee Indrayani bukan milik siapa-siapa termasuk Dra. Esther Susianti Chandra tetapi pertimbangan Majelis Hakim lain dan malah menghukum kliien saya. Itulah sebabnya kami langsung mengatakan banding hari itu juga,” ucap Sentot dengan tegas. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top