0
Imam Sopingi, Anggota DPRD Tulungagung, Tak dapat mengelak, akhirnya mengakui menerima uang setiap pembahasan APBD Kabupaten Tulungagung

BERITAKORUPSI.CO – Selasa, 5 Mei 2020, JPU KPK menghadirkan Bupati Tulungagung Maryoto Birowo ke persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur sebagai saksi untuk terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 – 2019 dalam kasus perkara Korupsi Suap pengesahan APBD Kab. Tulugagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp3.6 milliar.

Namun kehadiran Maryoto Birowo bukan sebagai kapasitas Bupati, melainkan sebagai Wakil Bupati periode tahun 2013 – 2018, dimana saat itu Bupati Tulungagung adalah Syahri Mulyo (terpidana korupsi suap fee proyek TA 2014 – 2018)

Dalam persidangan kali ini, Selasa, 5 Mei 2020,Tim JPU KPK seyogjanya menghadirkan 5 orang saksi, yaitu Maryoto Birowo selaku Wakil Bupati, dan Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung serta Imam Sopingi, anggota DPRD Kabupaten Tulungagung, Komis D dari Fraksi Hanura

Sedangkan Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus Wakil Ketua Banggar (Badan Anggaran), dan Suharminta alias Bedud, adik kandung terdakwa Supriyono yang kabarnya juga dipanggil sebagai saksi namun tak nongol alias tidak hadir.

Dalam persidangan yang berlangsung melalui Vidio Conference (Vicon) dari ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, adalah agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan JPU KPK Dodi Sukmono, Eva dan Mufti ke hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yakni Kusdarwanto, SE., SH., MH dan Sangadi, SH yang dihari Penasehat Hukum terdakwa, yaitu Anwar Koto dari Jakarta. Sementara terdakwa Supriyono berada di Rutan (Rumaha Tahanan Negara) Polda Jatim
Sidang Vicon ini dilaksanakan untuk menjaga kesehatan semua pihak dan memutus penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) yang melanda dunia termasuk Indonesia sejak Januari.

Kepada Majelis Hakim, Maryoto Birowo menjelaskan, bahwa kehadirannya di Hotel Safana Malang pada tahun 2014 saat TAPD dan Banggar DPRD Kab. Tulungagung membahas APBD TA 2015 atas undangan dan seijin Bupati.

Namun saat Maryoto ditanya terkait statusnya sebagai Penasehat TAPD, seperti  keterangan saksi Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan) pada sidang sebelumnya (21 April 2020) yang mengatakan bahwa Maryoto Birowo adalah Penasehat dalam TAPD, dibantah.

“Tidak, hanya sebutan aja,” kata Maryoto Birowo yang saat ini sebagai Bupati Tulungagung setelah Syahri Mulyo dipecat sebagai Bupati karena sudah menjadi terpidana dalam kasus Korupsi suap fee proyek APBD Tulungagung TA 2014 – 2018.

Saat ditanya terkait adanya Deadlock dalam pembahasan APBD di Hotel Safana Malang, Maryoto Birowo hanya memberi saran agar pembahasan APBD dapat berjalan baik. Sedangkan aliran uang seperti yang disampaikan saksi sebelumnya, dengan tegas Maryoto Birowo mengatakan tidak pernah.

“Tidak pernah, kalau ada pasti ada tanda tangan,” kata Maryoto Birowo

Keterangan saksi selanjutnya, yaitu Imam Sopingi. Anggota Komis D, DPRD Tulungagung dari Fraksi Hanura ini sempat mengatakan tidak ada dan pernah menerima aliran uang yang disebut dengan istilah uang ketok palu dalam pembahasan APBD Kab. Tulungagung

“Tidak pernah,” kata anggota Dewan yang terhormat ini kepada Majelis Hakim atas pertanyaan JPU KPK Mufti

Mendengar keterangan saksi ini, anggota Majelis Hakim Kusdarwanto langsung menegur saksi agar tidak berbelit-belit. “Saudara sudah di sumpah, ya,”

JPU KPK Mufti pun membacakan isi BAP saksi saat diperiksa oleh penyidik KPK di Jakarta beberapa bulan lalu. “Saya bacakan keterangan saudara dalam BAP Nomor 15, ya,” kata JPU KPK Mufti.

“Memang benar, dalam setiap sidang paripurna pembahasan APBD maupun APBD-P Kabupaten Tulungagung, setiap anggota DPRD menerima uang tunai sebesar 5 Juta. seingat saya, tahun 2015 menerima lima juta, 2016 lima juta, 2017 lima juta. total yang saya terima dua puluh lima juta,” kata saksi dalam BAP No 15 yang dibacakan JPU KPK Mufti.

Setelah Imam Sopingi mendengarkan JPU KPK Mufti membacakan keterangan saksi dalam BAP Nomor 15, akhirnya tak dapat menolak atau berbohong lagi. Anggota Dewan yang terhormat inipun langsung mengakui menerima, namun tak tau sumbernya dari mana

“Ya betul sekali, tapi tidak tau sumbernya dari mana,” jawab saksi.

Tak hanya itu. Anggota Banggar DPRD Kab. Tulungagung ini jga tak mengakui aliran uang dari Dinas PU maupun uang Pokir. Pada keteranga saksi pada sidang sebelumnya mengatakan, bahwa setiap anggota DPRD menerima Pokir sebesaar Rp150 juta.

Penerimaan Pokir sebagai kesepatakan agar pembahasan APBD TA 2015 yang dibahas pada tahun 2014 berjalan lancar.  Padahal, dalam BAP saksi (Imam Sopingi) sendiri mengkui, pernah menerima uang dari Sukarji

“Tidak pernah,” jawab saksi.
Ketidak jujuran Imam selaku anggota DPRD Tulungagung dalam persidangan, tak jauh beda dengan 2 Wakil Ketua DPRD Tulungagung saat memberikan keterangan pada persidangan, Selasa, 21 April 2020, yaitu Imam Kambali, Adib Makarim

Sementara keterangan Indra Fauzi menjelaskan, selaku ketua TAPD bertanggungjawa kepada Bupati, namun menurut saksi ini, tidak pernah karena kewenangan itu sudah diambil oleh Kepala BKD atas sepengetahuan Bupati

“Bertanggungjawab kepada Bupat, tapi tidakpernah karena memang kewenangan itu langsung ke BKD,” ungkap saksi.

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Pada September 2014, Terdakwa Supriyono menemui Hendy Setiawan dan Indra Fauzi  selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD meminta uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk pembahasan APBD TA 2015. Atas permintaan tersebut, Hendy Setiawan menyampaikan akan melaporkannya kepada Syahri Mulyo

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendy Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendy Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah mendapat persetujuan dari Syahri Mulyo, kemudian Hendy Setiawan menemui Terdakwa dan menyampaikan bahwa akan memenuhi permintaan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan meminta agar Terdakwa memperlancar proses pembahasan APBD TA 2015.

Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000.00 (lima juta rupiah).

Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000  (satu miliar rupiah), kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya dan TAPD membahas RAPBD TA 2015, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2015.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2015, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada sekira bulan November 2014.  Kemudian Sutrisno melalui Sukraji menyerahkan uang sejumlah Rp3.100.000.000 (tiga miliar seratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Pada tahun 2014, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2015 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa Supriyono selaku Ketua Banggar sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Pada tanggal 29 November 2014, dilaksanakan rapat paripurna di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang mengesahkan RAPBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 13 Tahun 2014 Tentang APBD TA 2015. Dalam rapat ini, terdakwa memerintahkan kepada masing-masing Fraksi agar jangan keras-keras dalam mengkritisi kinerja pemerintah daerah.

Menindak lanjuti kesepakatan sebelumnya, pada waktu-waktu yang tidak dapat diingat lagi pada tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hnedry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo
Pada bulan September 2015, terdakwa Supriyon bersama Tim Banggar melakukan pembahasan RAPBD TA 2016 dengan TAPD. Untuk memperlancar pembahasan RAPBD tersebut, terdakwa bersama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung melakukan pertemuan setengah kamar antara Terdakwa Supriyono, Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto dengan Hendry Setiawan dan Sudigdo. Selanjutnya Terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan untuk meminta uang ketok palu seperti tahun sebelumnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu  miliar rupiah).

Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah hanggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam  Kambali, Hendry Setiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Menindaklanjuti permintaan terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan Terdakwa tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya bersama TAPD membahas RAPBD TA 2016, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2016.

Guna merealisasikan permintaan terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2016, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisnoo selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada akhir tahun 2015, Sutrisno melalui Sukarji  menyerahkan uang sejumlah Rp3.800.000.000 (tiga miliar delapan ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu yang tidak dapat diingat lagi sekitar tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di 'lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo

Masih tahun 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2016 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Pada tanggal 30 November 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2016 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 18 Tahun 2015 Tentang APBD TA 2016.
Pada sekira Bulan September 2016, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2017 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan dan menyampaikan bahwa untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2017, harus memberikan uang ketok palu kepada terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, HendrySetiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syaahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiwan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000  (satu miliar rupiah), kemudian tim Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2017, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2017.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2017, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Sutrisno melalui Sukarji menyerahkan uang sejumlah Rp5.500.000.000 (lima miliar lima ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Muyol

Masih pada sekira tahun 2016, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2017 dari Syahri Mulyo melalui Imam Kambali dengan perincian untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Pada tanggal 25 November 2016, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2017.

d. Pengesahan APBD TA 2018.

Pada Bulan September 2017, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2018 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Terdakwa menemui HENDRY SETIAWAN menyampaikan bahwa untuk memperlancar APBD TA 2018 harus memberikan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa.

Selain permintaan uang ketok palu tersebut, Terdakwa dan IMAM KAMBALI, AGUS BUDIARTO dan ADIB MAKARIM meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh IMAM KAMBALI, HENDRY SETIAWAN, YAMANI selaku staf BPKAD dan BUDI FATAHILLAH MANSYUR selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Menindaklanjuti pemintaan Terdakwa, selanjutnya HENDRY SETIAWAN menyampaikan permintaan tersebut kepada SYAHRI MULYO. Atas laporan itu, SYAHRI MULYO memerintahkan HENDRY SETIAWAN untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2018, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2018.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2018. HENDRY SETIAWAN meminta sejumlah uang kepada SUTRISNO selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak ingat lagi pada tahun 2017, SUTRISNO melalui SUKARJI menyerahkan uang sejumlah Rp3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) kepada HENDRY SETIAWAN di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Atas penerimaan uang itu, selanjutnya HENDRY SETIAWAN melaporkan kepada SYAHRI MULYO terkait rencana pemberian uang kepada Terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Masih pada sekira tahun 2017, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2018 dari SYAHRI MULYO melalui BUDI FATAHILLAH MANSYUR dengan perincian, untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000  (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni IMAM KAMBALI. ADIB MAKARIM, dan AGUS BUDIARTO masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000  (lima juta rupiah).

Setelah ada kesepakatan pemberian uang ketok palu diatas, maka dilaksanakan rapat paripurna pada tanggal 29 November 2017, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 22 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2018

Pada sekira bulan Juni 2018, HENDRY SETIAWAN memberikan uang sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa melalui BUDI FATAHILAH MANSYUR di kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung yang selanjutnya atas perintah Terdakwa, uang tersebut diserahkan kepada ajudan Terdakwa. Sedangkan kekuranganya sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) belum sempat diberikan kepada Terdakwa karena SYAHRI MULYO tertangkap tangan oleh KPK.

Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang secara bertahap dari SYAHRI MULYO selaku Bupati Tulungagung melalui HENDRY SETIAWAN yang jumlah seluruhnya sebesar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumtah tersebut.

Bahwa hal itu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Ketua DPRD sekaligus Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a (atau Pasal 11) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” ucap JPU KPK Mufti Nur Irawan

Kemudian JPU KPK Mufti Nur Irawan menguraikan perbuatan terdakwa terkait penerimaan uang selain uang ketok palu untuk pengesahan APBD Kabupaten Tulungaguung.

JPU KPK Mufti Nur Irawan mengatakan, bahwa terdakwa melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi berupa uang tunai yang totalnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, dengan perincian ;

“Menerima dari MAT YANI sejumlah Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah), dari SUTRISNO melalui SUKARJI sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah), dari SUHARNO sejumlah Rp100.000.000 (seratus ratusjuta rupiah)” ungkap JPU KPK ini
Penerimaan uang oleh terdakwa berhubungan dengan jabatannya selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Pada tahun 2013, Terdakwa dilantik sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 171 .407/1 02/011/2013 tanggal  28 Maret 2013 Tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Pengganti Antar Waktu Pimpinan DPRD Kabupaten Tulungagung.

Pada tahun 2014, Terdakwa dilantik kembali sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 171.407/721/011/2014 Tanggal 06 Oktober 2014 tentang Peresmian Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung Masa Jabatan 2014 - 2019

Pada tahun 2012, SYAHRI MULYO yang sedang mencalonkan diri menjadi Bupati Tulungagung membuat komitmen dengan Terdakwa, jika SYAHRl MULYO terpilih menjadi Bupati, maka Terdakwa akan dilibatkan dalam proses pelaksanaan anggaran, promosi dan mutasi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung.

Pada tahun 2013, setelah SYAHRI MULYO dilantik menjadi Bupati Tulungagung, Terdakwa meminta SYAHRI MULYO mengangkat SUHARNO yang merupakan orang kepercayaan Terdakwa untuk dilantik sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung. Setelah SUHARNO menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Terdakwa mengontrol kebijakan Kepala Dinas Pendidikan yang salah satunya adalah pengisian jabatan Kepala Sekolah.

Masih di tahun 2013, MATYANI selaku Guru SMP Bandung 3 Tulungagung yang juga orang kepercayaan Terdakwa, menghubungi orang-orang yang berminat untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah diantaranya SUPARLAN, KARDIYANTO. SRI WAHYUNI, EFENDI, SYAMSURI, NANANG SUGIARTO dan TARMUJI.

Selanjutnya terhadap calon kepala sekolah tersebut diminta memberikan uang dengan perincian sebagai berikut:
a. SUPARLAN sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
b. KARDIYANTO sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
c. SYAMSURI sejumlah Rp50.000.000 (lima puluhjuta rupiah).
d. SRI WAHYUNI sejumlah Rp100.000.000 (seratusjuta rupiah).
e. EFENDI SUMAlNl sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
f. NANANG SUPRIYANTO sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
g. TARMUJI sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah). Sehingga total uang yang terkumpul sejumlah Rp395.000.000 (tiga ratus sembilan puluh lima juta rupiah).

“Kemudian pada sekira tahun 2013, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, uang sebesar Rp250.000.000 sedangkan sisanya dibawa oleh MATYANI,” ungkap JPU KPK

Selanjutnya bertempat di Karaoke Dinasty Tulungagung, Terdakwa dua kali melakukan pertemuan dengan MATYANI, SUPARLAN, KARDIYANTO. HARYO DEWANTO. dan SYAMSURI. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa SUPRIYONO berkomitmen akan membantu seluruh Kepala Sekolah yang hadir.

Antara tahun 2014 – 2015, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa juga menerima uang dari SUHARNO selaku Kepala Dinas Pendidikan sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) yang berasal dari fee proyek pada Dinas Pendidikan.

Pada sekira tahun 2014 - 2018 Terdakwa juga menerima uang di rumahnya dari SUTRISNO selaku Kepala Dinas PUPR melalui SUKARJI, Kabid Binamarga Dinas PUPR Kabupaten Tulung Agung secara bertahap yang seluruh sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) yang bersumber dari para penyedia barangaasa yang mengerjakan proyek di Dinas PUPR yaitu:

1. Pada sekira tahun 2014, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
2. Pada sekira tahun 2015, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
3. Pada sekira tahun 2016 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
4. Pada sekira tahun 2017 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
5. Pada sekira tahun 2018. menerima uang sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

Bahwa sejak menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000,00 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah), terdakwa tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Padahal penerimaan itu tidak ada atas hak yang sah menurut hukum. Bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, haruslah dianggap sebagai suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas Terdakwa selaku pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yaitu sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tuiungagung sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam :

a. Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak meiakukan korupsi. kolusi dan nepotisme.

b. Pasal 5 angka 5 UHGIng-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara rang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih untuk kepentingan pribadi. keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya. (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top