0
#Kacab Pembantu Bank Kesejahteraan Ekonomi diduga bersekongkol dengan Elvira untuk mencairkan Uang Milliyaran milik ahli waris tanpa Prosedur. Dan Laporan di Polda pun sejak 2015 "gelap ?"#
Foto kiri, Kuasa Hukum Penggugat dan Kuasa Humum Tergugat I,II,III,IV dan turut tergugat (kanan)
 beritakorupsi.co – Selasa, 17 Oktober 2017, sidang perkara gugatan Sri Dewi Kartika, selaku penggugat melalui Kuasa Hukumnya Lauren dkk dari kantor RBS dan Fartners, terhadap PT. Bank Kesejahteraan Ekonomi selaku tergugat I, Bank Kesejahteraan Ekonomi, Kantor Cabang Pembantu Kemayoran sebagai tergugat  II, Lusi Lusmiati (Kepala Kantor Bank Kesejahteraan Ekonomi Cabang Pembantu Kemayoran) tergugat III, Elvira Emilia Salam  tergugat IV dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) turut tergugat, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Sidang yang digelar di ruang sidang Harifin Andi Tumpa adalah pembuktian dan tidak begitu lama, karena pihak penggugat hanya menyerahkan beberapa bukti kepada Majelis Hakim, diantaranya Laporan Polisi ke Polda Metro Jaya No. LP/5543/XII/2015 Dit Reskrimum tanggal 24 Desember 2015, Surat dari Bank Indonesia ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan), surat kuasa penggugat (Sri Dewi Saertika) kepada Meta Harfira selaku staf tergugat 4 (Elvira Emilia Salam) terkait penarikan dan penutupan tabungan milik alm. Di Bank OCBC NISP Cabang Permata Hijau, serta beberapa bukti lainnya.

Majelis Hakim pun memberikan kesempatan cukup lama terhadap para tergugat yang diwakili Kuasa Hukumnya masing-masing, yakni 2 minggu untuk menyiapkan dan menyerahkan bukti-bukti terhadap Majelis Hakim.

Usai persidangan, Kuasa Hukum masing-masing tergugat saat ditanya wartawan media ini, hanya terkesan “bisu” alias tak memberikan komentar apapun. Ketiga pencgara yang mewakili PT. Bank Kesejahteraan Ekonomi, di Gedung IKP RI, Jalan RP. Suroso No. 21. Cikini, Menteng, Jakarta Pusat selaku tergugat I, Bank Kesejahteraan Ekonomi, Kantor Cabang Pembantu Kemayoran, di Wisma Iskandarsyah,  Jalan Iskandarsyah Kav 12 - 14. Blok. B No 10 Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai tergugat  II dan Lusi Lusmiati (Kepala Kesejahteraan Ekonomi Cabang Pembantu Kemayoran), warga Komplek Walikota, Jalan Nuri Blok. A2/19 RT 001/RW 006 Kel. Sukapura, Kec. Cilincing Jakarta Utara, sebagai tergugat III, langsung meninggalkan ruang sidang di Lt, III gedung PN Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya No 24, 26 – 28 Kemayoran, Jakarta Pusat.

Tak hanya Kuasa Hukum dari tergugat I, II dan III yang “bisu”, melaikan dari pihak Elvira Emilia Salam selaku tergugat IV, yang juga adik kandung alm. Rahman Rahim Salam, warga Jl. Asem Baris Raya No. 124 RT 002 RW 007 Kel. Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, selaku penerima kuasa dari istri alm. Rahman Rahim Salam, Sri Dewi Kartika.

Anehnya, “aksi bisu” alias tak berkomentar juga “menular” ke Kuasa Hukum dari turut tergugat yakni OJK (Otoritas Jasa Keuangan), yang  berkantor di Menara Radius Prawiro, Jalan M. H. Thamrin No. 2. Jakarta Pusat.

Sementara, salah satu Kuasa Hukum penggugat Sri Dewi Sartika, Lauren mengatakan, bukti yang diserahkan ke Majelis Hakim diantaranya adalah Laporan Polisi ke Polda Metro Jaya, surat kuasa penggugat kepada Meta Harfira (staf tergugat 4) untuk menarik dan menutup tabungan milik almarhum Rahman Rahim Salam di Bank OCBC NISP, Cabang Permata Hijau dan surat dari Bank Indonesi ke OJK, tanggal, 11 Januari 2017.

“Ada 22 bukti yang kita serahkan tadi ke Majelis. Salah satu bukti, adalah Laporan Polisi ke Polda Metro Jaya No. LP/5543/XII/2015 Dit Reskrimum tanggal 24 Desember 2015. Bukti ini menunjukkan, ada dugaan terjadi tindak pidana penggelapan sebagaimana pasal 372 KUHPidana yang dilakukan tergugat 4 (Elvira Emilia Salam). Bukti lain, adalah surat kuasa penggugat kepada Meta Harfira. Meta ini adalah staf tergugat 4 atau Elvira, untuk menarik dan menutup tabungan milik almarhum Rahman Rahim Salam, di Bank OCBC NISP, Cabang Permata Hijau. Bukti ini menunjukkan contoh surat kuasa yang khusus untuk menarik dan menutup rekening, bukan surat kuasa yang sifatnya umum, seperti yang dipakai Elvira Salam untuk menarik dan menutup rekening almarhum,” kata Lauren.

Yang lebih anehnya lagi, laporan Sri Dewi Kartika ke Polda Metro Jaya sejak tahun 2015 lalu, terkesan “disimpan di lemari penyidik” hingga saat ini belum jelas hasil dari laporan Dewi untuk mencari keadilan melalui aparat penegak hukum, terkait uang milik alm. Suaminya yang disimpan di Bank Kesejahteraan Ekonomi. Lalau, kemana Dwi harus melaporkan untuk mencari keadilan ?

Sementara, saat penyidik Polda Metro Jaya menghubungi kembali wartawan media ini mengatakan, akan meminta keterangan tambahan dari Elvira Salam  dan Edwin Salam. Alasannya, karena ada hutang alamarhum yang di tack over oleh Elvira hingga saat ini. Mengapa Elvira yang membayar hutang piutang alamarhum, sementara almarhum meninggalkan seorang istri dan 2 orang anak. Ada apa dibalik “layar ?”

“Kita akan mengirim SP2HP kepada Bu Dewi. Kita masih akan meminta keternagan tambahan dari Elvira Salam dan Edwin Salam,” kata AIPTU Kuswanto.

Aneh, untuk meminta keterangan tambahan dari kedua adik kandung almarhum tersebut, apakah penyidik harus membutuhkan waktu bertahun-tahun ?

Kemidian Lauren menambahkan, ada juga surat dari Bank Indonesia (BI) ke OJK tanggal 11 Januari 2017, setelah Sri Dewi Sartika menyurati BI

“Bukti lain adalah surat dari Bank Indonesi ke OJK tanggal 11 Januari 2017. Dimana Bank Indonesia meminta OJK untuk memberikan sanksi kepada Bank Kesejahteraan Ekonomi, sesuai kewenangan yang dimiliki OJK. Bukti ini menunjukkan, bahwa OJK kurang responsif terhadap kelalaian yang dilakukan Bank Kesejahteraan Ekonomi,” ungkap Lauren

“Kita lihat aja pada sidang berikutnya, bukti apa saja yang akan mereka serahkan. Kalau bukti yah kita serahkan tadi, hanya mereka lihat tanpa memperhatikan isi surat sebagi bukti yang kita serahkan tadi,” lanjutnya.

Kasus inipun sudah di Laporkan ke Polda Metro Jaya sejak 2015 lalu

Dewi pun menceritakan semasa hidup suaminya, almarhum (alm) Rahman Rahim Salam, yang meninggal dunia pada tanggal 22 Januari 2013, merupakan nasabah Bank Kesejahteraan Ekonomi, Kantor Cabang Pembantu Kemayoran, di Wisma Iskandarsyah, Jalan Iskandarsyah Kav 12 - 14. Blok. B No. 10. Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Kurang lebih Satu bulan setelah suami saya meninggal, yaitu sekitar Pebruari 2013, Elvira menghubungi saya untuk meminta tandatangan beberapa surat kuasa yang salah satunya, adalah surat kuasa ahli waris, tertanggal 24 Februari 2013. Waktu itu saya diminta Elvira ketemu di makam. Karena saya kira sama-sama ziarah, terpaksa saya dating. Saat itu Elvira meminta tandatangan saya. Anak saya yng pertama sempat marah. Karena saya tidak curiga, dan saya pikir hanya mengurus, makanya saya tanda tangan. Alasan Elvira untuk membantu saya melakukan pengurusan harta peninggalan alm. berupa tabungan, deposito maupun  simpanan lainnya di Bank Kesejahteraan Ekonmi. Tapi dalam surat kuasa itu, hanya menyebutkan bahwa Elvira Emilia Salam sebagai penerima Kuasa. Tapi tidak secara jelas menyebutkan untuk menutup buku rekening atau tabungan lainnya di Bank Kesejahteraan Ekonomi dan tidak mencantumkan nomor rekening tabungan yang mana," kata Dewi saat menemui wartawan media ini di PN Jakrta Pusat.

menurut Dewi, saat itu dirinya masih dalam keadaan berkabung karena belum genap 40 hari sang suami tercinta meninggalkannya bersama dua anaknya. Semula Dewi menolak untuk menandatangani surat kuasa tersebut, karena merasa alm. suaminya belum lama meninggal. Sehingga rasanya tidak pantas dan belum waktunya mengurus soal harta-harta peninggalan almarhum. Namun karena Elvira memaksa dengan berbagai macam alasan dan tidak mau bertengkar, akhirnya Dewi pun bersedia menandatangani surat kuasa.

“Waktu itu sedikit memaksa, katanya sudah ditunggu Lurah. Tandatangan pun saat itu dimakam suami saya. Waktu ditelepon, tidak diberitahukan kalau mau minta tandatangan. Saya kira untuk ziarah makanya saya temui,” kata Dewi.

Setelah Elvira, lanjut Dewi, menerima surta kuas tersebut, Ia tak pernah menerima laporan apapun. Bahkan setiap kali diminta pertanggung jawabannya terkait surat kuasa, Elvira terkesan menghindar dengan berbagai alasan. Tragisnya, Dewi tak tau bagaimana hasil dari pengurusan uang alm. Suaminya oleh Elvira di Bank Kesejahteraan Ekonomi.

“Saya berkali-kali menghubungi Elvira dan menanyakkan tentang tabungan alm. Suami saya, alasannya banyak. Katanya ada hutang di Rumah Sakit sebesar Rp 2 milliar. tapi saat saya minta buktinya tak bisa ditunjukkan. Saya tunggu bukti tagihan Rumah Sakit, alasannya banyak. Setelah saya ke Rumah Sakit, ternyata hanya 70 juta. Biaya pengobatan alm. Suami saya sejak berobat selama 3 tahun, tidak lebih dari 700 juta, dibawah 700 lah. Setiap kali saya hubungi dan minta bukti tagihan Rumah Sakit yang 2 milliar itu, tidak ada kejelasan, akhirnya saya mencabut surat kuasa pada tanggal 6 Desember 2015. Saya merasa ada yang disembunyikan atau ditutup-tutupi, dan juga merasa dicu ke Polda Metro Jaya, tanggal 24 Desember 2015,” beber Dewi menceritakan

Untuk mendapatkan informasi tentang nasib rekening tabungan dan deposito alm. Suaminya, Ia pun menemui Lusi selaku Kepala Cabang Pembantu  Bank Kesejahteraan Ekonomi untuk menyampaiakan bahwa surat kuasa yang diberikan kepada Elvira dicabut.

“Waktu itu saya tidak bertemu dengan Lusi, katanya sudah pindah kantor. Tanggal 28 Desember 2015, saya dengan didampingi Kuasa Hukum serta ada teman, mendatangai kantor PT Bank Kesejahteraan Ekonomi di Gedung IKP RI, Jalan RP. Suroso No. 21. Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, untuk menyampaikan secara langsung surat pemberitahuan pencabutan kuasa terhadap Elvira, atas pengurusan rekening-rekening alm. pada Bank Kesejahteraan Ekonomi No. 06/STH-S.Pemb/XII/2015 tertanggal 28 Desember 2015, dan sekaligus meminta Informasi tentang data rekening alm. Suami saya,” kata Dewi sambil menunjukkan bukti berupa surat kuasa, surat dari OJK, dari BI dan bukti LP (Laporan Polisi).

Saat ditanya, bagaimana hasil laporannya di Polda Metro Jaya. Dewi mengatakan, belum ada. “Nggak tau bagaimana hasilnya sejak 2015,” keluhnya.

“Saat itu Lusi mengatakan, bahwa rekening alm. Suami saya sudah lama ditutup oleh Elvira, dan uang hasil pencairan telah diserahkan ke Elvira. Waktu saya tanya berapa jumlahnya, Lusi tak dapat menjelaskan, katanya tak banyak,” lanjut Dewi.

Yang lebih anehnya lagi, saat Dewi meminta penjelasan dari sang pimpinan Bank itu, terkait langkah apa yang harus dia lakukan utuk dapat memperoleh informasi tentang rekenig suaminya, Lusi justru menjawab akan mendikusikannya terlebih dahulu dengan Elvira.

“Saya kan istri sah almarum, apakah saya tak berhak mendapat informasi langsung dari Dia (Lusi) ? Kenapa Dia harus nanya Elvira. Elvira kan hanya menerima kuasa dari saya dan surat kuasa itu sudah saya cabut. Aneh kan,” kata Dewi dengan nada tinggi.

Ada apa antara Lusi selaku pimpinan Bank harus berdiskusi terlebih dahulu dengan Elvira untuk memberikan penjelasan terhadap istri alm. sebagai ahli waris yang sah ? Apakah ada sebuah “kesepakatan”, antara Lusi dan Elvira terkait uang alm. yang disimpan di Bank Kesejahteraan Ekonomi berupa tabungan dan deposito ?

“Karena saya merasa ada yang janggal, saya pun mengirimkan surat permohonan Kedua No. 01/STH-S.Pemb/I/2016 tertanggal 11 Januari 2016, yang kali ini disertai komplain atas pelayanan pihak Bank Kesejahteraan Ekonomi. Setelah itu,  baru saya menerima surat jawaban dari PT Bank Kesejahteraan Ekonomi, No. 134/CB-JKT/2016 tertanggal 19 Januari 2016, yang ditandatangani oleh Lusi selaku Pimpinan Cabang dan Deby Handayani selaku Pemimpin Cabang Pembantu. Isinya menyatakan, bahwa (“setelah rekening ditutup dan diselesaikan terhadap nasabah, maka hubungan hukum dengan Bank telah berakhir dan tidak ada kewajiban Bank untuk memenuhi permintaan istri almarhum selaku ahli waris”),” ujar Dewi.

Ibarat Peribahasa, banyak jalan menuju Roma. Itulah yang dialami oleh istri alm. untuk memperoleh kejelasan tentang rekening alm. suaminya di Bank Kesejahteraan Ekonomi, yaitu dengan memberikan surat kuasa kepada penyidik Polda Metro Jaya. Hasilnya pun diketahui, bahwa jumlah uang alm. suaminta yang dicairkan oleh Elvira di Bank Kesejahteraan Ekonomi sebesar Rp 6.644.855.771,36, yang terdiri dari, 1 lembar sertifikat deposito No. 930002580 senilai Rp. 5.013.150.684,92,; 1 lembar sertifikat deposito No. 930011539 sejumlah Rp. 1.503.945.205,44 dan 1 rekening tabungan No. 910000398 sebanyak Rp. 127.759.881.

“Ini saya tahu setelah penyidik memperolehnya. Pada hal kata Lusi, saat saya temui, uangnya tak banyak,” ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala

Setelah berbagai usah dilakukan Dewi untuk memperoleh informasi tentang rekening tabungan dan deposito alm. suaminya, termasuk menyurati OJK dan BI tak ada penyelesaian. Akhirnya, Dewi pun menempuh jalur hukum dengan melayangkan gugatan melalui melalui Kuasa Hukumnya, Lauren, Edy Winjaya dkk dari kantor RBS dan Fartners.

“Saya hanya mencari keadilan dan menuntut hak saya sebagai istri sekaligus sebagai ahli waris dari alm. Suami saya. Apakah saya salah mencari keadilan melalui Majelis Hakim dan pihak kepolisian dengan melaporkan hal ini ?,” ujar Dewi sambil meninggalkan gedung PN Jakarta Pusat. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top