Senin, 18 Desember 2017, Dalam persidangan dengan agenda pembacaan surat putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai Hakim H. Tahsin dengan dibantu 2 Hakim Ad Hock Dr. Andriano dan Dr. Lufsiana menyatakan, bahwa terdakwa M. Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama (Dirut) PT PAL, Saiful Anwar Direktur Desain dan Teknologi yang merangkap Direktur Keuangan PT PAL dan Arif Cahyana selaku Kepala Perbendaharaan PT PAL, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 12 huruf b dan pasal 12 huruf B ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Para terdakwa pun dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing 4 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta atau kurungan 2 bulan.
“Mengadili; Mengukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana tambahan berupa membayar uang denda sebesar Dua ratus juta rupiah. Mengenai uang denda, apabila terdakwa tidak membayar maka diganti kurungan selama Dua bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap terdakwa Arif Cahyana, Saiful Anwar dan M. Firmansyah Arifin lebih ringan 1 tahun dari tuntutan JPU KPK Ronald Ferdinand Worotikan, Mungki Hadpratikto, Budi Sarumpaet dan Irman Yudiandri yakni dengan tuntutan pidana penjara masing-masing selama 5 tahun, denda sebesar Rp 250 juta atau kurungan selama 6 bulan.
Dalam putusan Majelis Hakim ini tidak seperti saat pemeriksaan saksi-saksi, dimana Majelis Hakim terlihat tegas mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada puluhan saksi yang dihadirkan JPU KPK dalam persidangan. Bahkan Majelis Hakim memerintahkan JPU KPK dalam persidangan dengn terdakwa Agus Nugroho untuk mengajukan bukti-bukti ke Presiden, agar dapat menyita dana PT PAL di BRI Cabang Cilangkap sebesar Rp 5 milliar yang diblokir oleh Mabes TNI AL karena PT PAL belum melunasi Dana Komando.
Tidak hanya disitu. Majelis Hakim juga sempat memrintahkan JPU KPK untuk memeriksa rekanan yang menjadi Subkontrak di PT PAL terkait pengerjaan HARKAN (perbaikan dan pemiliharaan) kapal milik TNI AL. Namun entah mengapa, dalam putusan Majelis Hakim tidak menyebutkan siapapun yang turut bertanggung jawab terkait penerimaan uang Cash Back sebesar 1,25 persen dari total nilai anggaran pembangunan 2 kapal SSV milik negara Fhilipina itu dan pembayaran Dana Komando yang tidak ada aturan hukumnya alias “Korupsi”
Memang, dalam surat tuntutan JPU KPK juga tidak menyebutkan keterlibatan pihak lain dalam penentuan jumlah fee agen kepada Ashanty Sales dari 3,5 persen menjadi 4,75 persen, dimana 1,25 persen sebagai dana Cash Back untuk PT PAL. Pada hal, penentuan besaran fee agen dan dana Cash Back adalah hasil rapat BOD (Board Of Directors) atau seluruh Direksi PT PAL.
Anehnya, JPU KPK justru menghadirkan ahli hukum pidana dari pada menghadirkan saksi fakta yakni Sahanty Sales selaku agen PT PAL di Philipina dalam pembangunan 2 kapal perang milik pemerintah Philipina, dan Kirana Kotama pemilik perusahaan PT Perusa Sejati selaku perwakilan Ashanty Sales di Indonesia, yang saat ini berada di Amerika Serikat.
Pada hal, menurut JPU KPK, Kirana Kotama sudah ditetpakan sebagai tersangka. Namun diakui, sulit untuk menghadirkan pengusaha yang dulu bergerak dibidang penyidiaan spare part (alat-alat) pesawat terbang itu.
Kasus suap OTT yang menjerat 3 terdakwa dari perusahaan pelat merah ini, adalah terkait penerimaan uang sebesar USD25.000 atau setara dengan nilai rupiah Rp 13.000 per Dollar (RP 325 juta) sebagai termin kedua dari fee agen 4,75 persen dari nilai kontrak 2 kapal perang milik pemerintah Philipina sebesar USD86 juta lebih, antara PT PAL dengan Ashanty Sales, dimana 1,25 persen adalah sebagai chas back untuk PT PAL atas keputusan rapat Direksi atau BOD (Board Of Directors)
Dari fakta persidanagan, chas back 1,25 persen tersebut adalah uang PT PAL sendiri yang dititipkan dalam perjanjian fee angen antara PT PAL dengan Ashanty Sales. Kemudian, Shanty Sales mengembalikannya setelah dilakukan pembayaran pembangunan kapal tersebut. Dan tidak hanya itu, dalam dokumen pembangunan kapal perang Philipina, juga terdapat Dana Komando yang besarnya USD 250 ribu Dollar.
Uang chas back itulah yang dikembalikan oleh Ashanty Sales melalui Kirana Kotama, dan Kirana Kotama ke ke Agus Nugroho selaku Direktur Umum PT Perusa Sejati (sudah divonis 2 tahun penjara dari 2,6 tahun tuntutan JPU KPK ). Atas perintah Kirana Kotama, kemudian Agus Nugroho menyerahkannya ke PT PAL melalui Arif Cahyana, sekaligus menghantarkan mereka ke balik jeruji besi alias penjara setelah terlebih dahulu ditangkap tim KPK dalam Operasi Tangkap Tangan, pada akhir Maret lalu.
Mengapa keputusan Direksi yang dianggap tidak sesuai dengan aturan terkait fee agen dari 3,5 persen menjadi menajdi 4,75 persen dan 1,25 persen dari itu adalah sebagai cash back untuk Direksi PT PAL hanya menjadi tanggung jawab terdakwa?
Mengapa JPU KPK maupun Majelis Hakim tidak menyebutkan penerima Dana Komando turut bertanggung jawab, karena pembayaran dan penerimaan Dana Komando tidak ada aturannya apalagi tidak ada bukti pembayaran serta bukti penerimaan ?
Terkait putusan Majelis Hakim, JPU KPK mapun Penasehat Hukum (PH) terdakwa yang juga mantan PH terpidana Patrialis Akbar (Ketua Mahkamah Konsitusi yang terjaring OTT) sama-sama menyatakan pikir-pikir.
Usai persidangan, saat wartawan media ini menayakkan terkait pihak-pihak yang turut bertanggung jawab dalam kasus yang menyeret 3 Direksi PT PAL, JPU KPK Mungki Hadpratikto mengatakan tidak ada.
“Untuk sementara waktu yang tercatat dalam penganan kami tidak ada untuk sementara waktu,” jawab JPU KPK Mungki.
“Untuk sementara waktu, ada kemungkinan ?,” tanya wartawan beritakorupsi.co.
“Kami tentunya tidak dapat menyampaikan apa yang belum pasti,” jawab JPU KPK Mungki.
Saat ditanya lebih lanjut terkait fee agen dari 3,5 persen menjadi 4,75 persen atas hasil rapat BOD hanya menjadi tanggung jawab ke- 3 terdakwa ?. Menurut JPU KPK Mungki mengatakan perlu mencari bukti.
“Fakta bahwa disampaikan dibahas BOD yang disampaikan oleh beberapa orang disini (persidangan) dan mereka para terdakwa, hal tersebut merupakan yang mungkin nanti dipertimbangkan. Tentunya apa yang disampaikan para terdakwa, hal tersebut perlu dicari fakta lain yang dapat mendukung fakta yang disampaikan para terdakwa. Jadi tidak sertamerta semua fakta yang terungkap dalam hal ini harus kita sampaikan adalah benar. Setiap fakta tersebut mempunyai nilai pembuktian seberapa jauh nilai pembuktiannya,” kata JPU KPK Mungki.
Sementara terkait cash back 1,25 persen dari nilai kontrak 2 kapal milik Fhilipina yang diputuskan rapat BOD maupun Dana Komando, JPU KPK ini mengatakan, fakta tersebut mempunyai nilai pembuktian seberapa jauh nilai pembuktiannya berdasarkan bukti.
Memang sulit untuk JPU KPK menyeret sipenerima Dana Komando karena tidak ada bukti setor maupun bukti terima. Kecuali hanaya keterangan saksi dari Direksi PT PAL maupun para terdakwa yang mengatakan, bahwa fee agen dan uang cash back adalah hasil rapat Direksi untuk memenuhi kewajiban Dana Komando ke Mabes TNI AL. Hal ini jga terungkap dalam surat dakwaan JPU KPK.
Pada hal menurut terdakwa, secara struktural para Direksi, General Manager Manajer PT.PAL tahu dan ada yang terlibat langsung dalam praktek pengumpulan dan penyetoran Dana Komando tersebut. Bahkan semua Komisaris PT PAL dan Pejabat Kementrian BUMN setingkat Deputi pun tahu akan praktek Dana Komando.
Tetapi, saat KPK menangani kasus OTT Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudi Indra Prasetya dengan Bupati Pamekasan Achmad Syafi’I, terkait pemintaan Bupati ke Kajari untuk menghentikan penanganan kasus dugaan penyelewengan DD dan ADD tahun 2016 di Desa Dasok. Namun sang mantan Bupati itu sudah di Vonis 2 tahun dan 8 bulan serta hak plotiknya dicabut selama 3 tahun setelah menjalani hukuman pidana badan.
Dana Komando dan Dilemanya diungkapkan terdakwa M. Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) dan Saiful Anwar selaku Direktur Desain dan Teknologi yang merangkap sebagai Direktur Keuangan PT PAL, pada persingan beberapa minggu lalu.