0

 #Kejari Surabaya “mengorbankan” 1 Unit Sepeda Motor saat melakukana pengejaran terhadap terpidana 6 Tahun penjara  yang mencoba melarikan diri#
beritakorupsi.co - Menegangkan, ibarata film laga…! Itulah yang mungkin terjadi di sekitar Jalan Raya Kenjeran Surabaya, pada Rabu pagi sekira pukul 06.30 WIB, saat Tim Eksekutor Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya yang akan melakukan Eksekusi terhadap terpidana 6 tahun penjara Wisnu Wardhana, atas putusan Hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) No.1085 K/Pid.sus/2018 Tanggal 24 September  2018 dalam perkara kasus Korupsi penjualan aset Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) yang dikelolah oleh PT Panca Wira Usaha (PT PWU) pada tahun 2003 lalu, di mana terpidana Wisnu Wardhana adalah sebagai Ketua Tim Penjualan Aset, dan terdakwa Dahlan Iskan selaku Dirut (Direktur Utama) PT PWU (saat ini JPU masih menunggu putusan Kasasi MA) yang merugikan negara sebesar Rp11.070.914.000 (sebelas miliyar tujuh puluh juta sembilan ratus empat belas ribu rupiah).

Sebab, pada saat Tim Eksekutor Kejari Surabaya yang terdiri dari Intelejen, Pidsus (Pidana Khusus), dengan dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya M. Teguh Darmawan, melakukan pengejaran terhadap terpidana Wisnu Wardhana yang sedang melintas  di sekitar Jalan Raya Kenjeran Surabaya dengan mengendarai mobil pribadinya N 1732 HG, berusaha melarikan diri dengan menabrak sepeda motor milik petugas Kejari Surabaya yang sengaja dipalang oleh petugas untuk menghadang mobil terpidana.

Setelah mobil terpidana menabrak sepeda motor petugas Kejari Surabaya, seketika itu mobil terpidana pun berhenti, dan petugas Tim Eksekutor Kejari Surabaya langsung meringkas terpidana Wisnu Wardahana untuk dijebloskan ke Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Kelas IA Khusus Surabaya, Porong Sidoarjo Jawa Timur menjalani hukuman penjara selama 6 tahun.

Dalam putusan tingkat Kasasi No.1085 K/Pid.sus/2018 Tanggal 24 September  2018, Hakim Agung MA RI menghukum Wisnu Wrdhana dengan pidana penjara selama 6 tahun denda sebesar Rp200 juta atau kurungan 6 bulan, dan hukuman pidana tambahan berupa membayar kerugian negara sebesar sebesar Rp1.566.150.733 (satu miliyar lima ratus enam pulu enam juta seratus lima puluh ribu tujuh ratus tiga pulu tiga rupiah). Dan apabila terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai pengganti kerugian negara. Dan bilamana harta benda terpidana tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun).

 Saat wartawan beritakorupsi.co menghubungi Kepala Kejaksaan melalui Kasi Pidsus (Kepala Seksi Pidana Khsusu) Kejari Surabaya Heru Kamrulah, terkait jalannya Eksekusi terhadap terpidana kasus Korupsi PT PWU membenarkan.

Heru menjelaskan, bahwa Kejari Surabaya sudah menunggu selama 6 (enam) bulan sejak putusan Kasasi MA RI pada Septeber 2018, namun karena terpidana tak kunjung menyerahkan diri, maka pihak Kejari pun wajib melaksanakan putusan MA dengan melakukan Eksekusi paksa.

“Ia benar. Kita sudah menunggu sejak enam (6) bulan lalu setelah putusan MA turun. Namun terpidana tidak menyerahkan diri. Untuk melaksanakan putusan MA, Kita tidak perlu melakukan pemanggilan terhadap terpidana,” kata Heru melalui sambungan telephon selulernya, Rabu, 9 Januari 2019.

Sebelumnya, pada tanggal 21 April tahun 2017, oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, terpidana Wisnu Wardhana selaku Ketua Tim penjualan asset, dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan uang pengganti sejumlah Rp1.5 miliyar lebih. Hukuman itu jauh lebih ringan dari tuntutan JPU, yakni dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, pidana tambahan berupa pengembalian kerugian negara sebesar Rp2.5 miliyar, dan kalau tidak membayar harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai pengganti kerugian negara. Kalau harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.

Anehnya, putusan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Tinggi Jawa Timur, menghukum Wisnu Wardhana jauh lebih ringan lagi, yakni dengan pidana penjara selama 1 tahun. Pihak Kejaksaan Tinggi pun tak puas atas putusan itu, sehingga JPU Kasasi. Usaha JPU untuk menjebloskan Wisnu Wardhana pun tak sia-sias, karena hukuman yang dijatuhkan Hakim Agung MA RI justru ;ebih berat dari tuntutan JPU, walau pengembalian kerugian negara sama dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.

Dalam kasus ini, pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur masih menunggu putusan Kasasi terhadap  2 (dua) terdakwa, yakni Dahlan Iskan selaku Dirut PT PWU, dan Oepoyo Sarjono selaku Dirut PT SAM (Sempulur Adi Mandiri) sebagai pembeli 2 aset yang terletak di Kabupaten Kedi dan Tulungagung.

Ketiganya dijerat dalam Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.

Pada tanggal 21 April tahun 2017, dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, terdakwa Dahlan Iskan di hukum pidana penjara selama 2 tahun denda sebesar Rp100 juta subsidair 2 bulan kurungan tanpa uang pengganti.

Sedangkan dalam tuntutan JPU, terdakwa Dahlan Iskan selaku Dirut PT PWU dituntut pidana penjara selama 6 tahun denda sebesar Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan. Terdakwa juga dituntut hukuman pidana tambahan, berupa membayar uang pengganti sebesar Rp4.190.914.000, dan kerugian negara senilai Rp 8.381.828.000 ditanggung oleh Sam Santoso (sudah almarhum) dan Oepoyo Sarjono, selaku pembeli asset. Dan kalu tidak dibayar, harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai pengganti kerugian negara. Kalau harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara selam 3 tahun dan 6 bulan.
Yang lebih anehnya lagi, 5 (lima) Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Tinggi Jawa Timur, yaitu, DR. Andriani Nurdin. SH., MH,; Mulijanto. SH., MH,; Syamsul Ali. SH., MH,; Irwan Rambe. SH., MH, dan H. Moch. Ichwan. SH., M.Hum, membebaskan (Vonis Bebas) mantan menteri BUMN itu dari segala dakwaan Jaksa dan menyatakan bahwa, mantaan Dirut PT PWU itu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim).

Vonis bebas terhadap terdakwa Dahlan Iskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur tertuang dalam surat putusan perkara No. 49/Pid.Sus-TPK/2017/PT Sby tanggal 31 Agustus 2017, yang membatalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya No. 242/Pid.Sus-TPK/2016/PN Sby tanggal 21 April 2017.

Karena putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur yang membebaskab terdakwa Dahlan Iskan, JPU pun melakukan upaya hukum Kasasi ke MA RI bersamaan dengan upaya hukum Kasasi JPU terhadap terdakwa/terpidana Waisnu Wardhana, namun hingga saat ini belum ada putusannya.

Sementara terdakwa Oepoyo Sarjono, divonis pidana penjara selama 1 dan 6 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Selain pidana badan, terdakwa juga di hukum untuk membayar denda sebesar Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan. Dan hukuman pidana tambahan sama dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya

Putusan itu tertuang dalam perkara No. 46/PID.SUS/TPK/2018/PT.SBY tanggal 3 Oktober 2018 oleh Heri Sukemi., SH., MH selaku Ketua Majelis Hakim dengan dibantu dua Hakim anggota yakni Moh. Ichwan., SH,. M.Hum dan Dr. H. Ansori., SH., MH.

Sedangkan dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan perkara Nomor 186/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Sby tanggal 29 Juni 2018, terdakwa Oepoyo Sarjono divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan. Pidana tambahan berupa pengembalian kerugian negara sebesar Rp2.095.457.000 yang sudah dititipkan oleh terdakwa kepada penyidik Kejati Jatim pada saat dirinya ditetapkan menjadi tersangka, dan dirampas untuk negara.

Dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada tanggal 21 April 2017 lalu menyatakan, bahwa benar pada bulan Agustus 2003, terdapat 5 penawar yang memasukkan surat penawarannya, seolah-olah proses lelang sudah berlangsung.

Sebelum dibuka penawaran lelang pada tanggal 30 Agustus 2003, sudah dilakukan pembayaran oleh Sam Santoso berupa BG yang jatuh tempo pada tanggal 23 September 2003. Semua uang tersebut masuk ke PT PWU pada tanggal 25 September 2003.

Majelis Hakim menyatakan saat itu, adanya rekayasa lelang mulai dari kesepakatan harga dan pembayaran pada tanggal 30 Agustus 2003. Pada hal, persetujuan RUPS baru dilakukan pada tanggal 3 September 2003, dan taksiran harga dari lembaga terksir baru dilakukan sekitar pertengahan Oktober 2003, setelah dilakukan transaksi dan pembayaran atas asset yang terletak di Kediri dan Tulungagug. Negoisasi kedua harga penjualan asset yang oleh Wishnu Wardana selaku penjual, dengan calon pembeli yang diwakili oleh Sam Santoso, baru dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2003.

Pada hal, lanjut Majelis Hakim, pembayaran sudah dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2003. Penanda tanganan Akte No 39 tentang pembatalan atas Akte No 5 dan 6 tentang Akte jual beli yang ditanda tangani oleh terdakwa Dahlan Iskan selaku penjual milik PT PWU Jatim, dengan Oepoyo Sarjono dan Sam Santoso selaku pembeli setelah dilakukannya pembayaran.

Majelis menyatakan, bahwa terdakwa Dahlan Iskan selaku Dirut PT PWU bersama-sama dengan Wishnu Wardana selaku Ketua Tim Pelepasan asset adalah perbuatan yang sewenang-wenang karena jabatan yang melekat pada dirinya.

Pelepasan aseet di dua tempat tesebut seluas ribuan meter persegi berupa bangunan dan tanah, tidak sesuai dengan prosedur, diantaranya harga penjualan dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), tidak melibatkan tim penilai hara tanah (Appraisal), tidak melalui proses lelang, tidak membuat pengumuman di media nasional berbahasa Indonesia, sudah ada pembayaran sebelum jadwal pembukaan lelang, dan pelaksanaan RUPS serta penandatanganan Akte jual beli antara Dahlan Iskan dengan Sam Santoso, Direktur PT Sempulur Adi Mandiri (PT SAM), dan kemudian Akte tersebut dibatalkan setelah adanya pembayaran. Penanda tanganan Akte tersebut di kantor Dahlan Iskan di Graha Pena, Jalan Ahmat Yani Surabaya bukan di kantor Notaris. (Rd1/Tim BK)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top