![]() |
dr. Safaruddin Refa., Sp.M |
Namun, bila putusan Hakim Agung Mahkamah Agung RI (tingkat Kasasi) yang menghukum terdakwa terbukti melakukan Korupsi seperti dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang kemudian dibatalkan oleh Hakim Agung Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI (tingkat PK), lalu bagaimana nama baik keluarga si terdakwa yang sudah “tercap” sebagai keluarga Koruptor ?
Apakah Jaksa berhenti disitu saja, atau akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) karena “usahanya” gagal untuk memenjarakan si terdakwa, dan tidak akan mencari siapa dalang dibalik kasus Korupsi yang merugikan keuangan negara karena memang dari awal “ada pesanan ?”
Inilah yang terjadi dalam kasus Korupsi dana ODC (One Day Care) atau biaya retribusi jasa pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. RSU. Dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang tahun 2005 hingga 2008 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 60.800.000
Pada tanggal 23 Januari 2009, berdasarkan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (HPKN) oleh BPKP (Badan Pemeriksan Keuangan daan Pembangunan) Perwkilan Provinsi Jawa Timur, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 60.800.000 oleh 10 dokter Spesialis mata di RSSA antaralain, dr. Maksum Efendi sebesar Rp 11.600.000, dr. Budi Sulistia (Rp 11.600.000), dr. Hariwati (Rp 9.600.000), dr. Hariyah (Rp 8.800.000), dr. Safaruddin Refa (Rp 8.400.000), dr. Sonny Agung (Rp 5.200.000), dr. Elfina (Rp 2.000.000), dr. Seskoati (Rp 1.600.000), dr. Anny S (Rp 1.200.000) dan dr. Debby sebesar Rp 800.000.
Menurut JPU dalam dakwaannya, korupsi yang dilakukan dr. Safaruddin Refa yang menjabat sebagai ketua staf medik fungsional (SMF) mata RSSA Malang adalah, dengan cara memberikan pelayanan Khusus ODC, yaitu pelayanan kesehatan operasi mata dalam sehari selesai tanpa nginap. Dalam pelayanan tersebut, dr. Refa memungut sendiri biaya pengobatan sebesar Rp 400.000 per pasien yang berjumlah sebanyak 21 orang pasien di RSSA Malang selama 3 tahun, dan menciptakan sendiri alur pembayaran biaya jasa sarana rumah sakit dengan mempekerjakan kembali Sunaryo, sebagai tenaga Administrasi yang sudah pensiun selama 3 tahun.
Dan menurut Jaksa, bahwa uang tersebut tidak disetorkan ke bagian mobilisasi dana RSSA, Malang sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 8.400.000. akibatnya, dr. Refa pun dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pada tanggal 19 Oktober 2009, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Negeri Malang Nomor. 419/Pid.B/2009/ PN. Mlg akhirnya menyatakan, bahwa dr. Safaruddin Refa tidak terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan maupun tuntutan JPU.
Tak puas dengan putusan Majelis Hakim tersebut, Kejaksaan Negeri Malang kemudian mengajukan kasasi kea Mahkamah Agung RI. Hasilnya, Jaksa “puas” karena dakwaannya dikabulkan oleh Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) RI dengan Ketua Hakim Agung, Artidjo Alkostar, dalam surat putusannya No. 2410/k/PID.SUS/2014 tanggal 7 September 2015 menyatakan, bahwa dr. Refa terbukti melakukan Korupsi dan menghukumnya dengan pidana penjara selama 1 tahun.
Yang lebih anehnya, saat Kejari Malang menerima petikan putusan Mahkamah Agung RI tahun 2016, Kejari Malang justru tidak melaksanakan putusan tersebut, karena tidak mengeksekusi terpidana.
Kali ini, justru dr. Refa yang tak terima atas putusan Hakim Agung Mahkamah Agung RI, yang menyatakan dirinya melakukan Korupsi sebesar Rp 8.400.000 selama 3 tahun. Dr. Refa tidak merasa “memakan” uang pasien sebanyak 21 orang yang totalnya Rp 8,4 juta dalam kurun waktu 3 tahun..
![]() |
Seuasi sidang PK di PN Malang (foto BK, 12 April 2017, Dok) |
Bukti baru yang diajukan dr. Refa, diantaranaya Kwitansi pembayaran oleh pasien kepada RSSA, Keputusan Derektur RSU Dr. Saiful Anwar No. 440/2472/308/2004 tentang penyelenggaraan pelayanan Khusus, Perda Provinsi Jatim No.10 tahun 2002 tentang retribusi pelayanan kesehatan di RS Provinsi, surat dari PT Askes cabang Malang No. 1165/13-08/0908 dan HPKN oleh BPKP Perwkilan Provinsi Jawa Timur pada 23 Januari 2009. Yang pada halam 7 poin 3 berbunyi, pasien ODC diajukan Klaim biaya pelayanan ke PT Askes oleh RSUD Dr. Saiful Anwar pada Agustus 2005 hingga Mei 2008 sebesar Rp 1.300.000 per pasien.
Dan halaman 11 HPKN tersebut, atas selisih kekurangan pembayaran jasa sarana pelayanan Khusus/ODC SMF Mata RSSA Malang, telah ditindak lanjuti oleh para dokter dengan membayar/menyetorkan ke kasir moblisasi dana RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sebesar Rp 58.800.000 dan ada titipan melalui PN Malang yang belum disetor ke kasir moblisasi dana RSSA sebesar Rp 2 juta hingga tanggal 23 Januari 2009.
Yang lebih “tragis” lagi, bukti surat dari PT Askes cabang Malang No. 1165/13-08/0908 perihal, data pasien Askes kamar operasi ruang mata, yang ditandatangani oleh Roni Kurnia, selaku Kepala PT Askes, tertanggal 3 September 2008, yang ditujukan kepada Direktur RSU. Dr. Saiful Anwar Malang, “raib” entah kemana, yang akhirnya didaptnya.
Dan surat keterangan dari Drs. Abd. Manan Msi, selaku Kepala Penerimaan dan Pendapatan Keuangan RSUD. Dr. Saiful Anwar yang menyatakan, bahwa pasien katarak yang di operasi oleh dr. Safarudin Refa, Sp,M di RSUD. Dr. Saful Anwar sebagai pasien Askes, bukan pasien pelayanan Khusus ODC Mata, dan telah diklaim kepada PT Askes Cabang Malang dan telah dibayarkan ke RSUD Dr. Saiful Anwar.
Selain itu, terungkap pula, bahwa yang mengangkat atau mempekerjakan kembali Sunaryo, yang telah pensiun selama 3 tahun di SMF mata RSSA Malang ialah ketua SMS mata sebelumnya yaitu dokter Retnaniadi, istri Direktur RSU. Dr. Saiful Anwar Malang saat itu. Dan pasien dr. Refa, yang dinyatakan belum membayar biaya jasa sarana rumah sakit, ternyata telah membayar sendiri dan langsung ke bagian mobilisasi dana RSSA Malang sebanyak 13 orang diantara pasien tersebut adalah peserta Askes, yang biayanya telah diklaim oleh pihak RSSA Malang kepada PT Askes setelah operasi mata dilakukan.
Dr. Refa tidak mencari bebas atas putusan Hakim Agung Mahkamah Agung RI, tapi Ia ingin mencari keadilan walau menurutnya tidak semudah, ibarat mencari mutiara di dasar laut, namun tetap berupaya dengan mengajukan memori Peninjauan Kembali (PK) memalui Majelis Hakim PN Malang, yang diketuai Hakim Rekman, pada Rabu 12 April 2017.
![]() |
Saat sidang PK di PN Malang (Foto BK, 26 April 2017, Dok) |
JPU juga menolak 1 dari 10 bukti PK yang diajukan dr. Refa. Alasan JPU dalam tanggapannya, bahwa bukti yang diajukan oleh pemohon PK sudah pernah diajukan dalam persidangan tahun 2009 lalu.
Lalu, bagaimana dengan 9 bukti (Novum) lainnya termasuk surat dari PT Askes dan surat dari Kepala Penerimaan dan Pendapatan Keuangan RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang yang menyatakan, bahwa pasien yang dioperasi dr. Refa adalah peserta Askes bukan Khusus.
Dari fakta persidangan dan data yang ada, diduga terjadi kelebihan bayar yang diterima oleh pihak RSUD. Dr. Saiful Anwar dari sebahagian pasein dan dokter yang dituduh tidak membayar dana retrubusi pelayanan pasien. Lalu kemana dana tersebut ? kenapa Kejari Malang sejak 2009 hingga sekarang, tidak menyeret 9 dokter lainnya ? lalu apa hasil pemeriksaan penyidik Kejari Malang terhadap beberapa pejabat RSUD. Dr. Saiful Anwar pada tahun 2016 lalu ?
“Saya bukan mencari putusan bebas atas tuduhan Korupsi yang dituduhkan ke saya. Tetapi saya hanya mencari keadilan dan Hak Azasi Manusi (HAM) serta nama baik kelaurga saya.Tujuh tahun saya mencari keadilan, belum aya temukan hingga hari ini. Pengakuan Abd. Manan yang jujur, polos dan berani, merupakan semangat buat saya, bahwa saya tak bersalah, tak melakukan korupsi, saya hanya sebagian dari rakyat Indonesia yang dizolimi dan dikriminalisasi serta dipenjarakan karena tak salah,” ujar dr. Refa kemada media ini seusai persidangan saat itu
“Bayangkan, ada 49 berkas alat Bukti dan saksi dipersidangan, tak satupun bukti tersebut menyebut nama saya tersangkut sebagai pelakunya. Malahan, separoh dari alat bukti itu, tidak berhubungan dengan saya,” lanjut dr. Refa saa itu.
“Kasi Pidsus Kajari Malang yang saat itu dijabat oleh Abdul Muid SH, mengatakan bahwa saya sudah dipesan dan di jadikan target oleh Kepala Kejaksaan Negeri Malang Hermut Achmadi SH dan di lanjutkan oleh Witono SH,MH,” ungkap dr. Refa.
Dr. Refa pun telah melaoporkan kasus ini ke Presiden, dan telah mendapat jawaban surat dari Presiden RI Joko Widodo, melalui Mensekneg No.B-170/Kemensetneg/D-1/Hkm/HK.04.02/04/2016. Yang isinya, meminta agar Jaksa Muda Agung Pidsus, menindak lanjuti laporan, bahwa dr. Refa di korbankan dan di kriminalisasi. dr. Refa juga melaporkan kasus uang Askes yang di “peti es kan” oleh kajari Malang sampai saat ini, dan surat tersebut tembusannya ke Kajagung RI.
Usaha dr. Refa untuk mencari keadilan menuai hasil. Sebab, Hakim Agung Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung RI mengabulkan PK-nya. Dalam petikan putusan Hakim Agung Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 123 PK/PID.SUS/2017 tanggal 14 Agustus 2017 membatalkan putusan Mahkamah Agung RI No. 2410/k/PID.SUS/2014 tanggal 7 September 2015 yang membatalkan putusan PN Malang No. 419/PID.B/2009/PN. Mlg tanggal 19 Oktober 2009.
Dalam putusan Hakim Agung Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung RI menyatakan, bahwa dr. Safaruddin Refa Sp.M tidak terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu, kedua maupun ketiga. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Bagaimana Jaksa memulihkan hak dr. Refa, dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, sementara ratusan bahkan jutaan masyarakat Indonesai telah “mem-Vonis”-nya sebagai Koruptor ?
“Hakim Agung Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI, yang terdiri dari Timur P. Manurung. SH., MH sebagai Ketua Majelis, Profesor. Dr. Surya Jaya. SH., M.Hum dan Dr. Leopold Luhut Hutagalung. SH., MH sebagai Hakim anggota, pada tanggal 14 Agustus 2017 telah memutus perkara Peninjauan Kembali Nomor 123 PK/PID.SUS/2017 yang saya ajukan,” Ucap dr. Refa
Berbunyi dari petikan putusan ini, lanjut dr. Refa, antara lain mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dari pemohon Peninjauan Kembali terpidana dokter Safaruddin Refa Sp.M tersebut. 2, membatalkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2410/Pid.SUS/2014 tanggal 7 September 2016 yang mengabulkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Malang Nomor. 419/PID.B/2009/PN. Mlg tanggal 19 Oktober 2009. Menyatakan terdakwa dokter Safaruddin Refa Sp.M tersebut diatas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan satu atau kedua atau ketiga. Membebaskan dr. Safaruddin Refa Sp.M, oleh karena itu dari dakwaan satu atau kedua atau ketiga memberikan hak-hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya,.
“Petikan putusan ini saya terima tanggal 9 Oktober 2017,” ucap dr. Refa membacakan isi petikan putusan, pada Senin, 9 Oktober 2017
Saat ditanya, upaya apa yang akan dilakukan oleh dr. refa pasca putusan PK-nya, dr. refa mengatakan, akan menikmatinya dengan bersyukur setelah terkuras upaya, tenaga dan pikirannya dan berharap, tidak ada lagi “dr. Safaruddin Refa” lainnya.
“Saya akan menikmati dulu putusan bebas ini, dan bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'allah. Semoga tetap diberi ketenangan hidup dalam usia yang terus bertambah, Amin Ya Rabbil Alamin,” ucapnya dengan senyum.
“Saya senang, bahagia dan bersyukur Kepada Allah Subhanahu Wa Ta'allah. Perkara ini telah menyita waktu, menguras tenaga dan pikiran, mengorbankan nama baik, harga diri dan keluarga. Tidak menyangka, ternyata keadilan masih ada di negeri ini. Semoga di masa yang akan dating, tidak ada lagi korban-korban lain seperti yang saya alami. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'allah memberikan petunjuk untuk berbuat baik kepada orang-orang yang telah memfitnah, mendzolimi dan mengkriminalisasi saya,” pungkasnya. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :