0

 
beritakorupsi.co – Setelah KPK menyeret Wali Kota (Non Aktif) Madiun, Jawa Timur, Bambang Irianto ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPK), dalam kasus dugaan gratifikasi pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) pada tahun 2009, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan para pejabat Forpinda (Forum Pimpinan Daerah) yang diduga turut menikmati “uang haram” dari terdakwa. 

Anehnya, jangankan diminta pertanggung jawaban hukum sebagai pejabat yang mengerti hukum terutama Undag-Undang Korupsi, Undang-Undang atau peraturan tentang pejabat  penyelenggara negara yang bersih, namun “menerima” uang dari terdakwa Bambang Irianto tanpa ada aturannya, para pejabat Forpinda Kota Madiun itu pun, tak dihadirkan walau hanya sebagai saksi di Pengadilan Tipikor.

Kali ini, Komisi anti rasuah ini, kembali di “uji kegarangannya”. Akankah penyidik dan Pimpinan KPK, benar-benar akan menunjukkan “taringnya”, untuk menegakkan  hukum tanpa pandang bulu dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Maret 2017, yang berkaitan dengan penjualan kapal perang SSV (Strategic sealift vessel) antara PT PAL (Penataran Angkatan Laut) Indonesia dengan pemerintah Philipina, yang menyeret Direktur Utama Dirut PT PAL sendiri yang juga  diduga melibatkan pejabat TNI AL  ?

Sebab, dalam persidangan kasus Korupsi OTT dengan terdakwa Agus Nugroho, selaku Direktur Umum PT Perusa Sejati, yang menjadi perantara suap antara Ashanti Sales Inc selaku CEO (Chief Executive Officer) dari Liliosa L Saavedra dengan Firmansyah Arifin (Dirut PT PAL) melalui Saiful Anwar (Direktur Keuangan PT PAL juga tersangka), terungkap bahwa, aliran dana sebesar 2 – 8% masuk ke PUSKU (Pusat Keuangan) TNI AL yang disebut dana Komando.

Dalam persidangan, saksi Siful Anwa, kepada Majelis Hakim yang diketuai Hakim Tahsin, dibantu dua Hakim Ad Hock yakni, DR. Andriano dan DR. Lufsaina mengatakan, dana sebesar USD 163.102,19 sebagian untuk dana Komando TNI AL sebesar 2 hingga 8% tergantung dari order pesanan Kapal.

Kepada Majelis Hakim, saksi Saiful Anwar menjelaskan, Perusahaan agensi Ashanti Sales Inc menadapat fee 3,5 persen dari nilai kontar sebesar USD 86,987,832,5. Dan 1,25 persen dalah Cas Back  yang akan siserahkan ke pejabat PT PAL. Dana yang sudah diterima oleh Dirut PT PAL dari Kirana Kotama, selaku pemilik PT Perusa Sejati, melaui Saiful Anwar sebesar USD 163.102,19. Sebahagian dari dana tersebut sudah disetorkan ke PUSKU TNI AL melalui staf Keuangan PT PAL.

“Sebahagian untuk dana Komando TNI AL, sudah disetorkan ke PUSKU TNI AL Jakarta, yang menyerahkan staf bagian keuangan PT PAL. Dana Komando TNI AL 2 hingga 8 persen, tergantung dari order pesanan Kapal. Tidak ada tanda terimanya,” ungkap saksi Saiful Anwar kepada Majelis.

Namun saat ditanya Majelis Hakim, terkait siapa yang menerima di PUSKU TNI AL, saksi tak menjab. Terkait staf Keuangan PT PAL yang disebutkan saksi Saiful Anwar yang juga tersangka dalam kasus yang sama, akan dihadirkan pada persidangan berikutnya.

Usai persidangan, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Agus Nugroho, Andrianus menjelaskan bahwa, berdasarkan fakta persidangan, sebahagian dari dana dipergunakan untuk  budgeting dan dana non taktist, yang setiap ada proyek yang bekerjasama dengan Angkatan Laut (AL), pasti aka nada permintaan 2 sampai 8 persen yang dijadikan dana Komando.

“Dari fakta persidangan, sebahagian dari dana itu dipergunakan untuk  budgeting dan dana non taktist. Setiap ada proyek yang bekerjasama dengan Angkatan Laut (AL), pasti akan ada permintaan 2 sampai 8 persen yang dijadikan dana Komando. Untuk mengeksplor lebih dalam lagi terkait dana Komando ini, itu nanti dari saksi yang dipanggil JPU minggu depan yaitu M.Firmasyah, salah satu pejabat di PT PAL. Firmansyah inilah yang lebih mengetahui, dan bisa jadi dia yang menyetorkan langsung,” ujarnya.

Terkait penyerahan uang sebesar USD 25.000 oleh terdakwa Agus Nugroho ke Dirut PT PAL melaui Saiful Anwar sekaligus mengahantakannya ke jeruji besi, menurut Andrianus, bahwa terdakwa Agus Nugroho tidak mengetahuinya.

“Agus (terdakwa) tidak tahu. Yang menyerahkan uang, itu atas perintah dari Kirana. Agus diangkat menjadi Direktur bukan berdasarkan RUPS tapi atas perintah dari Ignas. Dari fakta persidangan, Ignas ini pemilik saham di PT Perusa sebesar 30 persen. Agus ini diangkat menjadi Direktur tahun 2016. Terjadinya peristiwa OTT ini, kami menduga bahwa, dia sengaja dipasang. Dia tidak tau, itu uang apa. Dalam kasus ini, klien kami betul-betul tidak punya peran dalam kasus korupsi ini. Karena 4 saksi dari PT PAL, mereka tidak mengetahui tentang terdakwa Agus Nugroho,” pungkasnya.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top