0
Terdakwa Bambang Waluyo, (naik Bus mini)
Surabaya,bk - Sudah jatuh tertimpa tangga ! Pribahasa itu mungkin tepat bagi ke 12 terdakwa kasus dugaan korupsi kredit fiktif dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Tani (KUT) yang dikucurkan Pemerintah melalui Bank Jatim cabang Jombang, pada Oktober 2010 hingga Maret 2012 lalu sebesar Rp 24 M yang merugikan negara senilai Rp 19,5 milliar.

Ke 12 terdakwa diantaranya, Bamabng Waluyo (mantan Kepala Capang, dalam kasus KUR sudah divonis 10 tahun penjara oleh Hakim PT, namun terseret dalam kasus Korupsi KUPS), Andiniah Apsari, Fitriani, Hafid (ketiganya analisis), Heru Cahyo Setiawan, Dedy (keduanya sebagai penyelia).

Ke-12 terdakwa saat ini masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor. Sembilan Analisis dan Dua Penyelia (Heru dan Dedy) Bank Bank Jatim cabang jobang yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi KUR/KUT menunggu sidang tuntutan, dan Dua terdakwa lainnya yakni Bambang Waluyo dan Heru dalam kasus Korupsi KUPS, menunggu Vonis dari Majelis Hakim. Sementara Ketua Koporasi Kelompok Tani (Poktan) Bidara Tani Jombang, Ir. H.M. Masykur Affandi, sudah terlebih dahulu divonis pidana penjara selama "16" tahun.

Dalam proses persidangan bagi para terdakwa inilah yang menimbulkan pertanyaan. Apakah Kejaksaan Negeri Jombang atau Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, tidak punya anggaran oprasional persidangan untuk menghadirkan para terdakwa dari rumah tahanan (rutan) Jombang ke Pengadilan Tipikor Surabaya yang berlokasi di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur ?

Pasalnya, untuk menghadiri persidangan, para terdakwa harus merogoh kantonya untuk menyewa satu unit Bus mini jenis ELF secara berpatungan sesuai dengan besarnya penghasilan (gaji) para terdakwa yakni antara 200 hingga 300 ribu rupiah per orang (terdakwa) untuk sekali sidang.

Hal itu seperti yang disampaikan keluarga terdakwa (maaf tidak menyebutkan namanya demi keamanan) kepada wartawan media ini saat ditemui di Pengadilan tipikor, pada Rabu, 15 Juni 2016.
"Bayar, Mas, tergantung dari besar gajinya. Ada yang dua ratus ribu, ada yang Tiga ratus ribu untuk sekali jalan. Itu sudah sejak awal, Mas," kata keluarga terdakwa.

Bisa dibayangkan, bila proses persidangan mulai dari pembacaan surat dakwaan hingga putusan sebanyak 15 kali persidangan, berarti setiap terdakwa harus mengeluarkan biaya sendiri antara 3 hingga 4,5 juta rupiah per orang (terdakwa). Bila terdakwa sendiri harus menyewa angutan untuk menyidangkan dirinya, bagaimana dengan para saksi ?

Menggapi hal itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jombang, Hendra Purwanto Arifin, saat di konfirmasi melalui HP-Nya menjelaskan, bahwa hal itu adalah kesepakatan para terdakwa karena salah satu dari terdakwa mengalami muntah-muntah saat menggunakan Mobil Kejaksaan.

"Kalau masalah kita narik antara 200, 300 masing-masing itu tidak ada. Dalam artian atas kesepakatan antara terdakwa. Awalnya kami pakai Mobil sendiri, setelah itu ada terdakwa yang sakit, mabuk, muntah-muntah. Kalau masalah kita narik nggak ada, itu hanya untuk sewa. Alasannya karena ini (maksudnya Mobil Kejaksaan) tidak ada AC-nya. Jadi kita hanya dasar kemanusiaan," kata Kasi Pidsus melalui telephon selulernya.

Terkait salah seorang terdakwa yakni, Fitri, yang sedang sakit hingga Majelis Hakim mengeluarkan surat penetapan agar terdakwa diperbolehkan berobat, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jombang, Hendra Purwanto Arifin, mengatakn sudah diperiksakan. "Kalau itu sudah diperiksakan disini," jelasnya.

Sekedar diingat. Kasus yang hampir sama juga dialami salah seorang terdakwa kasus korupsi perjalanan dinas (Perdin) DPRD Lamongan yakni, Muniroh, selaku biro perjalanan. Terdakwa Muniroh, yang sedang hamil tua, beberapa jam setelah dilakukan penahanan atas penetapan Majelis Hakim, terdakwa melahirkan melalui operasi Caesar di RS hayangkara, dengan biaya sendiri sebesar Rp 15 juta, setelah keluarga terdakwa mengurus surat keterangan tidak mampu dan menjelaskan bahwa Muniroh, berstatus tahanan.

Terkait hal tersebut, Kepala Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Maruli Hutagalung, tak bersedia komentar saat wartawan media ini menghubungi lewat pesan singkat (SMS) maupun ke WhastApp miliknya.  (Redaksi) 

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top