0
Ilustrasi
Surabaya – Undang-undang Dasar (UUD) 1945, adalah Undang-undang yang tertinggi di Negara Kestuan Rebublik Indonesia (NKRI) ini. Pasal 1 ayat (3), pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan pasal 3 ayat (2) UU NO 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia; Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Itulah salah satu bagian inti surat yang dikirimkan oleh ‘Purwaningsih’ warga Jalan Gresik Surabaya kepada Presiden RI, Ir. Joko Widodo (Jokwi) dan kepada Kepala Kepolisian RI (Kaplori) di Jakarta. Surat tersebut dikirimkan melaui Kepala Kepolisian Derah (Kapoda) Jawa Timur, dan ditembuskan juga ke Kapolrestabes Surabaya, pada, Senin, 18 Januari 2016.

Purwaningsih atau disapa Ningsih, mengirim tersebut kepada Presiden dan Kapolri untuk meminta perlindungan hukum, atas penetapan dan penahanan suaminya (Amin Wahyoe Bagio dan dua temannya) oleh penyidik Polrestabes Surabaya yang dianggapnya tidak sesuai prosedur.

Amin Wahyu Bagio, Harjani serta Anggoro Dianto, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam Kasus dugaan Korupsi pelatihan otomotif sepada motor di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Pemkot Surabaya pada tahun 2012 lalu. Purwaningsih, menuturkan kepada Wartawan media ini tekait surat yang dikirmkan kepada Presiden dan Kapolri, karena penyidik Polrestabes Surabaya dianggap telah “melanggar Hak Azasi dan Konstutusional keluarganya sebagai warga negara RI berdasarkan UUD 1945 dan UU No 39 tahun 1999 tentang HAM.

Dalam penuturannya, suaminya (Amin Wahyu Bagio) ditetapkan sebagai tersangka pada 7 Maret 2015 berdasarkan Surat perintah Penyidikan No. Sp-Sidik/ 930-A / III / 2015 atas Laporan Polisi No. : LP/383/A/VII/2014, tanggal 23 Juli 2014. Kemudian pada tanggal 21 Desember 2015, penydik melakukan penahanan kepada ketiga tersangka yang tidak sesuai dengan prosedur yang diantur dalam perundang-undangan.

“Saya hanya meminta perlindungan hukum kepada bapak Presiden Joko Widodo dan bapak Kapolri sebagai warga negara Indonesia. Dalam UUD 1945, pasal 1 ayat (3), pasal 28D ayat (1) dan pasal 3 ayat (2); setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Tapi hal ini buat keluarga, Khususnya suami saya telah terlanggar,” tutur Ningsih.

Saat ditanya terkait pelanggaran Hak Azasi dan Konstutusional yang dimaksud, Ningsih menuturkan bahwa penyidik telah menetapkan dan menahan suaminya serta Dua tersangka lain yang tidak sesuai dengan prosedur.

“Sesuai KUHP. Pasal 15 juncto pasal 69 dan pasal 70 Peraturan Kapolri No 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. AKP Soekris selaku Penyidik Polrestabes Surabaya menetapkan dan menahan suami saya dan dua tersangka lain yaitu, Harjani tidak sesuai aturan. Kan harus ada minimal Dua alat bukti yang sah untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka kan ?. Pelapornya ini juga penyidik. Belum pernah dilakukan gelar perkara. Alat bukti yang dimili penyidik hanya berupa foto copy. Apalagi penyidik langsung melakukan ekspos kebebrapa media massa secara besar-besaran. Seakan-akan suami saya adalah koruptor. Apakah seperti ini hukum yang berlaku ?,” tutur Ningsihdengan rasa kecewa.

Terkait penahanan yang dilakukan penyidik, Purwaningsih menuturka, pada tanggal 21 Desember lalu, suaminya Amin Wahyoe Bagio dan Harjani serta Anggoro Dianto, memenuhi kewajiban lapor diri ke Polrestabes dan saat itu dipaksa untuk menandatangani surat penahanan.

“Sejak ditetapkan sebagai tersangka, suami saya, Anggoro dan Harjani diwajibkan wajib lapor Dua kali seminggu. Pada saat wajib lapor tanggal 7 Desember 2015, Ketiganya disuruh untuk menemui Kanit AKP Sukris keruang kerjanya. Alasannya karena Kanitnya baru dilantik jadi ingin bertemu.

Beberapa saat setelah ketiganya diruang Kanit, mereka diberi map untuk menutupi wajahnya. Mereka (para tersangka) disuruh turun tangga yang ternyata diruangan tersebut sudah banyak wartawan media Cetak maupun Elektronik. Habis itu mereka dsiruh naik keruangan Kanit lagi. Pada tanggal 21 Desember, suami saya, Anggoro dan Harjani, memenuhi kewajiban wajib lapor. Tapi saat itu suami saya dibentak-bentak dan dipaksa untuk menandatangani surat penahanan serta diancam akan dimasukkan ke Sel Tikus oleh Kanit Soekris,” tutur Ningsih dengan mata berkaca-kaca karena air bening memenuhi kedua kelopak matanya.

Lebih lanjut Ningsih menceritakan, beberapa hari setelah ketiganya ditahan, penyidik membujuk Amin Wahyoe Bagio untuk mengajukan surat penagguhan penahanan. “Beberapa hari setelah ditahan, saya dibuk oleh Soekris untuk mengajukan surat penagguhan penahanan, saat itu konsepnya sudah disiapkan. Karena saya tidak tahu dan buta hukum, akhirnya saya tandatatangani. Terus saya disuruh untuk melengkapi surat keterangan dokter. Saya nggak tahu apa maksudnya,” ungkap Ningsih

Purwaningsih : Yang Melaporkan Suami Saya Adalah Anggota Polrestabes Surabaya, “Wissang., SH”

Lebih lanjut Purwaningsih mengungkapkan, bahwa yang melaporkan suaminya adalah anggota Polrestabes Surabaya. “Pelapornya adalah Wissang., SH yang juga sebagai penyidik dalam perkara suami saya, dengan Nomor Laporan Polisi No. : LP/383/A/VII/2014, tanggal 23 Juli 2014. Ada yang aneh dalam surat pemanggilan tanggal 8 Juni 2015 No S-Pgl/3094/6/2015/Satreskrim, Amin sebagai tersangka. Tapi tanggal 29 Juli 2015, No. S-Pgl/3841/6/2015, Amin sebagai saksi,” ungkapnya.

Ningsih menambahkan, dalam surat pemberitahuan penahanan yang dikirimkan penyidik kepada Pjs. Wali Kota dengan pihak keluarga, terdapat kejanggalan. “Surat pemberitahuan penahanan kepada Pjs. Wali Kota, tanggal 21 Desember 2015, No B/6119/XII/2015/Satreskrim, dituliskan bahwa surat perintah penahanan Amin adalah tanggal 26 oktober 2015 No. SPP/428/XII/2015. Sedangkan pemberitahuan kepada keluarga, tanggal 21 Desember 2015 No B/410/XII/2015/Satreskrim, dituliskan bahwa dasar penahanan Amin adalah No SPP/428/XII/2015/Satreskrim, tanggal 21 Desember 2015. Penyidik juga tidak memeberikan BAP Amin kepada keluarga maupun pengacara. Tindakan itu telah melanggar Hak Azasi dan Konstutusional serta pasal 72 KUHP.” ujarnya.

Menanggapi surat yang dikirimkan Purwaningsih, Humas Polrestabes Suarabaya, Kompol Lili, saat dihubungi melalui telepon selulernya (SMS), menyatakan, bahwa itu adalah hak seseorang. “Kalau dari Polrestabes nggak ada tanggapan apa-apa. Karena itu hak seseorang mau menulis surat kemanapun, itu hak dia,” balasnya melaui SMS.

Sementara Kabid Humas Polda Jawa Timur, belum menanggapi, mengingat adanya kegiatan Napak Tilas Pahlwan Polisi M.Yasin di Suarabaya. “Sabar ya,” kata Kombes Pol Raden Argo melalui pesan WhatsApp.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top