0
Surabaya, bk – Beberapa hari lagi, umat Islam diseluruh dunia akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1437 H, tepatnya tanggal 7 dan 8 Juli 2016.

Di hari yang fitri itu, setiap keluarga, sanak saudara maupun orang-orang disekir akan berkumpul untuk saling bermaaf-maafan, namun hal itu tidak bagi Samsul Huda dan Rudi, yang saat ini meringkuk di rumah tahanan negara (Rutan) Sidoarjo, karena dituduh melakukan Korupsi “Sapi” pada tahun 2012 lalu, sebab hukum memang “kadang” tidak padang bulu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Sidoarjo, menyeret terdakwa Samsul Huda dan Rudi ke Pengadilan Tipikor untuk diadili, karena tuduhan melakukan Korupsi dana bantuan sosial (Bansos) untuk pembelian Sapi betina pada tahun 2012 lalu, sebesar Rp 500 juta yang bersumber dari APBN lewat Pemprov Jatim. Saat itu, di tahun 2012 lalu, Kelompok Tani (Poktan) Bangkit Bersama (BB) Desa Sarirogo, Sidoarjo, memperoleh dana dari Pemprov Jatim sebenar Rp 500 juta. Dana itu dicairkan lewat rekening Abdul Kodim (terpidana) selaku Ketua Kelompok Tani. Uang sebesar Rp 500 juta, kemudian dibelikan sapi betina sebanyak 57 ekor. Selaku anggota Kelompok Tani, terdakwa pun kebagian beberapa ekor sapi.

Anehnya, sapi yang dibeli dari uang bantuan pemerintah pusat itu, sudah tidak ada lagi. Kasus ini tak jauh beda dengan kasus Kredit Usaha Pembibitan/Peternakan Sapi (KUPS) yang dikucurkan Bank Jatim Cabang Jombang, sebesar Rp 49 milliar untuk pembelian 2000 ekor Sapi dari negara Kanguru. Sapi Jombang dan Sapi Sidoarjo “hilang ditelan waktu” dan berujung ke Pengadilan Tipikor. Menurut terdakwa Samsul Huda dan Rudi, bahwa Ketua Poktan Abdul Kodim, memberikannya sebanyak 9 ekor sapi, tapi yang diterimanya hanya 7 ekor. Yang dua ekor menrut terdakwa diambil Ketua Kelompok yakni, Abdul Kodim. Karena yang 7 ekor tersebut tidak produktif, selanjutnya terdakwa menjual dan membeli 1 ekor sapi yang produktif sebagai pengantinya.

“Kami diberikan 9 ekor Sapi produktif oleh Abdul Kodim, tapi yang kami terima hanya Tujuh, sedangkan yang Dua ekor, diambil Abdul Kodim. Kalau produktif kan bisa belahirkan, ini nggak (“jangkankan sapi, perempuan aja belum tentu semua melahirkan, pikir wartawan media ini dalam hati”). Karena tidak produktif, saya jual terus saya beli gantinya. Sampe sekarang masih ada. Sapi bantuan itu ada yang mati, ada yang sakit terus dijual. Uangnya ya sama Abdul Kodim itu,” kata terdakwa kepada media beberapa waktu lalu.

Dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor, yang diketuai Majelis Hakim HR. Unggul Warso Murti, pada saat pemeriksaan saksi yang dihadirkan JPU terungkap, ada saksi yang diduga sengaja tidak dimasukkan dalam dakwaan maupun dalam daftar saksi-saksi oleh penyidik Kejari Sidoarjo. Bisa jadi hal itu dilakukan, untuk pekerjaan ditahun berikutnya agar tetap memperoreh anggaran untuk penanganan kasus Korupsi.
Terdakwa Samsul Huda, seuasia persidangan

Surabaya, bk – Beberapa hari lagi, umat Islam diseluruh dunia akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1437 H, tepatnya tanggal 7 dan 8 Juli 2016.

Di hari yang fitri itu, setiap keluarga, sanak saudara maupun orang-orang disekir akan berkumpul untuk saling bermaaf-maafan, namun hal itu tidak bagi Samsul Huda dan Rudi, yang saat ini meringkuk di rumah tahanan negara (Rutan) Sidoarjo, karena dituduh melakukan Korupsi “Sapi” pada tahun 2012 lalu, sebab hukum memang “kadang” tidak padang bulu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Sidoarjo, menyeret terdakwa Samsul Huda dan Rudi ke Pengadilan Tipikor untuk diadili, karena tuduhan melakukan Korupsi dana bantuan sosial (Bansos) untuk pembelian Sapi betina pada tahun 2012 lalu, sebesar Rp 500 juta yang bersumber dari APBN lewat Pemprov Jatim. Saat itu, di tahun 2012 lalu, Kelompok Tani (Poktan) Bangkit Bersama (BB) Desa Sarirogo, Sidoarjo, memperoleh dana dari Pemprov Jatim sebenar Rp 500 juta. Dana itu dicairkan lewat rekening Abdul Kodim (terpidana) selaku Ketua Kelompok Tani. Uang sebesar Rp 500 juta, kemudian dibelikan sapi betina sebanyak 57 ekor. Selaku anggota Kelompok Tani, terdakwa pun kebagian beberapa ekor sapi.

Anehnya, sapi yang dibeli dari uang bantuan pemerintah pusat itu, sudah tidak ada lagi. Kasus ini tak jauh beda dengan kasus Kredit Usaha Pembibitan/Peternakan Sapi (KUPS) yang dikucurkan Bank Jatim Cabang Jombang, sebesar Rp 49 milliar untuk pembelian 2000 ekor Sapi dari negara Kanguru. Sapi Jombang dan Sapi Sidoarjo “hilang ditelan waktu” dan berujung ke Pengadilan Tipikor. Menurut terdakwa Samsul Huda dan Rudi, bahwa Ketua Poktan Abdul Kodim, memberikannya sebanyak 9 ekor sapi, tapi yang diterimanya hanya 7 ekor. Yang dua ekor menrut terdakwa diambil Ketua Kelompok yakni, Abdul Kodim. Karena yang 7 ekor tersebut tidak produktif, selanjutnya terdakwa menjual dan membeli 1 ekor sapi yang produktif sebagai pengantinya.

“Kami diberikan 9 ekor Sapi produktif oleh Abdul Kodim, tapi yang kami terima hanya Tujuh, sedangkan yang Dua ekor, diambil Abdul Kodim. Kalau produktif kan bisa belahirkan, ini nggak (“jangkankan sapi, perempuan aja belum tentu semua melahirkan, pikir wartawan media ini dalam hati”). Karena tidak produktif, saya jual terus saya beli gantinya. Sampe sekarang masih ada. Sapi bantuan itu ada yang mati, ada yang sakit terus dijual. Uangnya ya sama Abdul Kodim itu,” kata terdakwa kepada media beberapa waktu lalu.

Dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor, yang diketuai Majelis Hakim HR. Unggul Warso Murti, pada saat pemeriksaan saksi yang dihadirkan JPU terungkap, ada saksi yang diduga sengaja tidak dimasukkan dalam dakwaan maupun dalam daftar saksi-saksi oleh penyidik Kejari Sidoarjo. Bisa jadi hal itu dilakukan, untuk pekerjaan ditahun berikutnya agar tetap memperoreh anggaran untuk penanganan kasus Korupsi.

Sosok saksi yang tidak tercantum dalam dakwaan maupun daftar saksi terkait perkara ini adalah Darno. Hal itu terungkap dalam persidangan atas keterangan dari Kelima saksi yaitu, Bambang Sudarto, Solikin, Romli, Ratna dan Nunig. Kelimanya adalah Staf di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sidoarjo.

Saat itu juga ada yang mengejutkan, akibat kejelian Ketua Majelis Hakim, yang menyidangkan kasus ini. Sebab terungkap sebuah “kertas hitam” alias saksi yang “disembunyikan” oleh Kejari Sidoarjo. Sebab, nama saksi tersebut tidak tercantum dalam daftar saksi-saksi yang akan dihadirkan oleh JPU dalam persidangan. Nama yang dimaksud adalah, Darno. Ketua Majelis Hakim pun, heran karena nama Daro tidak dijadikan sebagai saksi dan saat itu juga, Ketua Majelis langsung meminta kepada JPU untuk menghadirkan sosok Darno dalam persidangan berikutnya. Bisa jadi, menurut Majelis Hakim, Darno, berperan penting untuk mengungkap kasus korupsi dana bansos untuk pembelian sapi sebesar Rp 500 juta itu.

Tidak hanya itu, Ketua Majelis Hakim juga sempat mengingatkan Saksi Bambang Sudarto atas keterangannya yang berbeda dengan keterangannya sebelumnya dengan terdakwa/terpidana Abdul Kodim, selaku Ketua Kelompok Tani (Poktan) Bangkit Bersama. Dari keterangan saksi-saksi atas pertanyaan Majelis Hakim juga terungkap, bahwa para saksi itu tidak melaksanakan tugasnya untuk melakukan pengawasan terhadap ternak sapi yang didanai dari uang rakyat itu. Sehingga, dari jumlah sapi sebanyak 57 ekor yang dibeli dari anggaran sebesar Rp 500 juta, hingga kini habis tanpa “jejak”.

“Berarti saudara tidak melaksanakan tugas anda,” kata Ketua Majelis Hakim saat itu. Menjelang “finis” kasus ini, JPU meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara, masing-masing 2 tahun Dan 6 bulan, denda 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. JPU juga menuntut pidana tambahan berupa Uang pengganti sebesar Rp 40 juta, bila tidak dibayar diganti pidana penjara selama 1 tahun. Kedua terdakwa diancam pidana sesuai pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan,” kata JPU. Menanggapi tuntutan JPU, Penasehat Hukum (PH) terdakwa dari Yayasan Legundi Keadilan Indonesia (YLKI) akan menyampaikan pembelaannya. Usai persidangan, terdakwa menuding bahwa tuntutan Jaksa tidak manusiawi. “Tuntutan Jaksa tidak manusiawi,” kata terdakwa saat ditemui media ini.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top