0
Termohon Pailit Santoso Setiono: "Saya diremot  Kurator agar sidang Perkara Palit segera di Putus"
 
Pakar hukum Administrasi Dr. Emanuel Sudjatmoko, S.H., M.S: "Cek Kosong itu kalau ada nilai nominal dan tandatangan serta nama pemberi kuasa dari siapa, kalau tidak ada itu adalah lembaran Cek dan tidak sah"
 
Pakar Hukum Pidana, Filsafat Hukum dan Kriminologi Dr. M. Sholehuddin, SH, MH: "Siapapun boleh melaporkan adanya dugaan Tindak Pidana kalau ada bukti-bukti"   
BERITAKORUPSI.CO –
Benarkah ada “rekayasa” dalam Perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon dengan Eddy Prajitno selaku Pemohon di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Ngeri Surabaya pada Oktober 2021? Kalau benar, apakah pihak berwajib dapat mengusutnya untuk mengungkap kebenarannya?

Menurut Ahli Hukum Pidana, Filsafat Hukum dan Kriminologi dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya Dr. M. Sholehuddin, SH, MH kepada beritakorupsi.co mengatakan, siapapun boleh melaporkan kepada pihak yang berwajib kalau ada dugaan Tindak Pidana dengan disertai bukti-bukti

“Boleh, siapapun boleh melaaporkan kepada pihak yang berwajib kalau ada dugaan Tindak Pidana dengan disertai bukti-bukti,” kata Dr. M. Sholehuddin, SH, MH pada 17 Pebruari 2022

Sementara dalam perkara PKPU dan perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon dengan Eddy Prajitno selaku Pemohon I, Rudy (Kok Djiang) beralamat di di Jln. Ploso Timur 2/18 Surabaya selaku Pemohon II, Rizal Kurniawan, Simpang Darmo Permai Surabaya selaku Pemohon III dan Karyawan CV. Harta Abadi milik Santoso Setiono selaku Pemohon ke IV

Termohon Santoso Setiono pemilik CV Artha Abadi memiliki hutang atau pinjaman ke Pemohon Eddy Prajitno yang totalnya sebesar 5,6 miliar (belum termasuk bunga) dengan rincian; pinjaman pertama pada tanggal 10 Mel 2012 Rp2.200.000.000 dengan buna 10 persen dan akan dibayar/dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 10 Mei 2013 sesuai dengan surat perjanjian dibuat dibawah tangan dan ditanda-tangani oleh kedua belah pihak (Pemohon I dan Termohon) pada tanggal 10 Mel 2012 dan kemudian dibukukan (gewaarmerkt) oleh Haryanto Tjang selaku Notaris di Surabaya pada tanggal 31 Juli 2018. Hal ini tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor. 506/Pdt.G/2019 PN.Sby, Rabu, tanggal 11 September 20219

Pada September 2020, Santoso Setiono selaku pemilik CV Artha Abadi mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan Perkara Nomor: 40/Pdt.Sus – PKPU/2020/PN.Niaga Sby tanggal 7 September 2020

Putusan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut mengabulkan permohonan PKPU Santoso Setiono dan menunjuk Masrul SH., MH Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagai Hakim pengawas serta menunjuk dan mengangkat Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH Alferd Hutagaol) selaku Kurator yang pengurus dalam perkara PKPU

Sebelumnya, pada tahun 2019, Eddy Prajitno menggugat Santoso Setiono ke Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Perkara: 506/Pdt.G/2019/PN.Sby, Rabu, tanggal 11 September 20219. Dalam putusan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut, mengabulkan gugat Penggugat (Eddy Prajitno) yang dalam putusannya menyatakan; berdasarkan hukum bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji wan prestatie; Menghukum Tergugat untuk membayar hutang pokok kepada Penggugat yang jumlah seluruhnya sebesar Rp5.600.000.000 (Lima Miiyar Enam Ratus Juta Rupiah) secara tunai dan seketika: Menghukum Tergugat untuk membayar bunga yang diperjanjikan kepada Penggugat, secara tunai dan seketika, yang jumlah seluruhnya sebesar Rp13.284.000.000 (Tiga Belas Milyar Dua Ratus Delapan Puluh Empat Juta Rupiah)

Lalu pada Oktober 2021, Eddy Prajitno selaku Pemohon dan Santoso Setiono selaku Termohon  sama-sama mengajukan Permohonan Pailit ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Perkara: W14.U1/15775/HK.03/10/2020 tanggal 21 Oktober 2021

Dalam putusan Majelis Hakim menyatakan, bahwa Santoso Setiono beralamat di Jalan Kertajaya Indah III Nomor 26 Blok F Nomor 527 Kota Surabaya, pailit dengan segala akibat hukumnya; menunjuk Masrul SH., MH Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagai Hakim pengawas serta mengangkat Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH selaku Kurator

Dimana putuan tersbut diketuai Majelis Hakim Khusaini, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Dr. Sutarno, SH., MH dan I Ketut Tirta, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH

Nah, dugaan adanya “rekayasa” dalam perkara Pailit Santoso Setiono, warga Kertajaya Indah III Nomor 26 Blok F Nomor 527 Kota Surabaya selaku Termohoon dengan Eddy Prajitno, warga Lidah Kulon RT 003/RW 001 Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya selaku Pemohon terungkap setelah perkara tersebut di Putus oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Perkara: W14.U1/15775/HK.03/10/2020 tanggal 21 Oktober 2021

Hal ini disampaikan oleh salah satu Tim Kuasa Hukum Eddy Prajitno yakni Apriady Eliwitopo Sitinjak, SH kepada beritakorupsi.co beberapa waktu lalu saat ditemui di Pengadilan Negeri Surabaya, yang awalnya Apriady Eliwitopo Sitinjak, SH atau yang akrab disapa Apry ini enggan menjawab pertanyaan beritakorupsi.co namun kemudian bersedia menjelaskan

Menurut Apri, bahwa perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon, berawal dari Penasehat Hukum Eddy Prajitno, yaitu Erwin Sibarani, dari kantor “Sibarani, SH., MH dan Sitinjak, SH & Partners” yang beralamat di Perumahan Kutisari Indah Barat Gang V No. 28 Surabaya memberikan ke Kurator Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH (Alfred Hutagaol) pada September - Oktober 2021 setelah Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya memutus perkara PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) Santoso Setiono dengan Nomor Perkara : 40/Pdt.Sus – PKPU/2020/PN.Niaga Sby tanggal 7 September 2020

Namun menurut Apri, setelah disampaikan ke Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH (Alfred Hutagaol) selaku Kurator, Apriady tidak pernah lagi mengetahui kelanjutan proses PKPU hingga sidang perkara Pailit tersebut diatas diputus, karene Apriady tidak pernah dilibatkan oleh Erwin Sibarani, SH., MH

“Ya, awalnya Erwin yang memberikan ke Alfred (Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH) tapi setelah itu saya tidak tau lagi. Bahkan sidangnyapun saya tidak pernah diikutkan. Pernah sekali sidang diajak Alfred waktu itu Erwin tidak hadir. Tapi karena saya tidak tau dan tidak bawa berkas, saya bilang ke Alfred “saya tidak bawa berkas” tapi Alfred bilang “nggak apa-apa”. Saya masuk (ikut sidang), tapi karena saya tidak bawa berkasnya, saya sampaikan kepada Majelis Hakim “saya tidak membawa berkas dan mohon agar sidang ditunda” dan sidangpun ditunda saat itu,” kata Apri kepada beritakorupsi.co

Terkait adanya dugaan “rekayasa, Apry menjelaskan kepada beritakorupsi.co bahwa hal itu didengarnya langsung dari Erwin Sibarani, SH., MH saat bertiga (Apri, Erwin dan Santoso Setiono) sedang makan disalah satu rumah makan di Jalan Anjasmoro Surabaya

“Kalau itu Erwin yang bilang langsung ke saya setelah putusan perkara Pailit dan ada Pak Santoso yang mendengar saat itu. Waktu itu saya merasa kaget saat Erwin ngomong “ada yang nggak benar terhadap perkara tersebut”. Saya tanya “nggak benar gimana?” terus Erwin bilang “sepertinya ada rekayasa”. Erwin ngomong gitu saat kami bertiga (Apry, Erwin dan Santoso Setiono) sedang makan siang di rumah makan di Jalan Anjasmoro. Saya pun tanya ke Pak Santoso “loh ya ta Pak?” dan dijawab Santoso Setiono “ya seperti itulah,”  kata Apri. Hal itupun tidak dibantah oleh Santoso Setiono

Bahkan Santoso Setiono kepada beritakorupsi.co mengakui, bahwa dirinya (Sanstoso Setiono) “diremot” oleh Kurator Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH. Arti di “remot” menurut Sanstoso Setiono adalah disuruh atau diperintah

“Maksudnya diremot itu artinya disuruh, artinya disuruh datang kalau ini nggak usah datang, ini silahkan datang nanti kalu ditanya biar segera diputus bilang aja Pak Santoso tidak mampu,” kata Santoso melalui sambungan telepon WhastApp, pada Rabu, 9 Pebruari 2020

Apakah anda diarahkan oleh Kurator? Tanya beritakorupsi.co lebih lanjut, yang dijawab oleh Santoso Setiono “Ya kurang lebih seperti itulah”. Dan Santoso Setiono juga mengakui kalau setiap sidang perkara pailit, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH selalu hadir

Saat beritakorupsi.co menanyakan lebih lanjut terkait beberapa bukti dalam perkara PKPU seperti Kwitansi dan ‘lembaran Cek’, Apry tak bersedia mengomentari. Apry menyarankan beritakorupsi.co untuk menanyakannya langsung kepada Erwin Sibarani, SH., MH maupun kepada Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH

“Maaf, kalau itu lebih baik tanyakan langsung ke Erwin atau Alfred,” kata Apry

Sementara menurut Ahli Hukum Administrasi, Hukum  Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Pemerintahan Daerah, Pengantar Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, dan Pancasila dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Subaya Dr. Emanuel Sudjatmoko, S.H., M.S mengatakan kepada beritakorupsi.co, bahwa Cek tanpa nilai nominal dan nama si pemberi kuasa atau pemberi Cek, itu adalah lembaran Cek dan tidak sah

“Cek Kosong itu kalau ada nilai nominal dan nama pemberi kuasa dari siapa Cek itu tetapi tidak dapat dicairkan. Tetapi kalau itu tidak ada itu namanya lembaran Cek dan tidak sah,” kata Dr. Emanuel Sudjatmoko, S.H., M.S, pada 17 Pebruari 2022

Terkait adanya dugaan “rekayasa”, beritakorupsi.co pun menghubungi Erwin Sibarani, SH., MH dengan mengirimkan pesan ke Nomor WhastApp Erwin Sibarani, SH., MH (08133156xxxx) pada Minggu, 20 Februari 2022 sekitar pukul 16.38 WIB, namun hingga berita ini ditanyangkan tak ada tanggapan walau Erwin Sibarani terlihat sedang Online sekitar pukul 20.17 WIB

Selain mengirimkan pesan WhastApp ke Erwin Sibarani, SH., MH, beritakorupsi.co juga mengirimkan pesan yang sama ke  Kurator Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH. Bahkan beritakorupsi.co mengirimkan pesan dari nomor lain milik beritakorupsi.co karena nomor sebelumnya telah diblokir oleh Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH

Selain pesan WhastApp, beritakorupsi.co mencoba menghubungi Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH melalui telepon seluler (HP) namun Korator Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH tak bersedia menanggapi hingga berita ini ditanyangkan di laman beritakorupsi.co

Dugaan adanya ‘rekayasa’ dalam perkara PKPU dan perkara Pailit Santoso Setiono seperti apa  yang dijelaskan Apry maupun Santoso Setiono kepada beritakorupsi.co, membuat kecuarigaan yang semakin kuat bila dikaitkan dengan beberapa data yang dimiliki beritakorupsi.co diantaranya berupa Kwitansi yang tidak tercantum hari, tanggal, bulan maupun tahun kecuali jumlah nominal pinjaman atau hutang Santoso Setiono kepada Rudy (Kok Djiang) sebesar 1 miliar rupiah

Anehnya, dalam surat penyataan hutang Santoso Setiono kepada Rudy (Kok Djiang) sebesar 1 miliar rupiah yang dibuat oleh Santoso Setiono pada tanggal 10 Desember 2018, dengan sangat jelas menguraikan tanggal, bulan dan tahun serta jumlah hutang temasuk bunganya.

Selain Kwitansi, ada juga berupa ‘lembaran Cek’ bertuliskan Bank Jatim dengan stempel Capem Pogot. Namun dalam ‘lembaran Cek’ tersebut tidak tertera nilai nominal dan nama si pemberi ‘lembaran Cek’ termasuk tanggal, bulan maupun tahun kecuali hanya terdapat tandatangan

Anehnya lagi adalah, kedua Invoice atau bukti tagihan hutang antara Santoso Setiono kepada Rudy (Kok Djiang) maupun Rizal Kurniawan ‘tidak terdapat’ perjanjian hutang. Dalam surat penyataan hutang sebesar 1 miliar rupiah yang dibuat oleh Santoso Setiono kepada Rudy (Kok Djiang) pada tanggal 10 Desember 2018, dengan sangat jelas menguraikan tanggal, bulan dan tahun serta jumlah hutang temasuk bunganya.

Lalu mengapa dalam Kwitansi tidak mencantumkan tanggal, bulan dan tahun sebagaimana yang diuraikan Santoso Setiono dalam surat pernyataan hutang? Apakah Kwitansi tanpa menyebutkan hari, tanggal, bulan maupun tahun terkait hutang Santoso Setiono kepada Rudy (Kok Djiang) sebesar 1 miliar rupiah menjadi sah dalam sidang perkara PKPU dan perkara Pailit Santoso Setiono?

Selain itu, ada juga berupa Cek Kosong bertuliskan “Baank Jatim Capem Pogot” Bilyet Giro AB 141727 dengan dibubuhi tanda tangan tanpa nama yang dijadikan sebagai bukti dalam perkara pailit. Sahkah menurut hukum Cek Kosong tersebut sebagai bukti dalam persidangan?

Begitu juga tentang Pemohon IV yaitu Karyawan CV Harta Abadi milik Santoso Setiono yang menurut informasi sudah tidak bekerja lagi sejak 5 tahun lalu, diantaranya adalah Agung Siswanto selaku Koordinator Teknisi

Anehnya lagi dalam perkara PKPU dan perkara Pailit Santoso Setiono adalah, surat pernyataan yang dibuat oleh Santoso Setiono terkait kekurangan pembayaran-pembayaran terhadap beberapa mantan karyawan CV. Harta Abadi milik Santoso Setiono, juga tidak mencantumkan tanggal, bulan dan tahun berapa surat pernyataan tersebut dibuat.

Yang lebih anehnya lagi adalah, surat keterangan penghasilan yang dibuat oleh beberapa mantan karyawan CV. Harta Abadi milik Santoso Setiono yang menandatangani adalah Santoso Setiono dengan tanggal, bulan dan tahun yang sama.

Namun ada yang menjadi pertanyaan terkait alamat beberapa mantan karyawan  CV. Harta Abadi milik Santoso Setiono yang sama persis yaitu Abdul Manaf bagian Teknisi Umum alamat Manukan Ranu V Blok 20-G Nomor 19 Surabaya,  pegawai tetap masuk kerja Agustus 2013 penghasilan per bulan sebesar Rp3.200.000 dengan Suntoyo bagian teknisi umum alamat Manukan Ranu V Blok 20-G Nomor 20 Surabaya,  pegawai tetap masuk kerja Agustus 2013 penghasilan per bulan sebesar Rp3.200.000. Benarkah alamat kedua mantan karyawan CV. Harta Abadi tinggal serumah?

Informasi dari sumber beritakorupsi.co menyebutkan bahwa aset milik Santoso Setiono yang terletak di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya yang masuk dalam perkara pailit telah laku terjual kepada Leoni Natalia Kusumadjaya senilai Rp1.3 miliar termasuk aset Santoso Setiono di Jalan Kertajaya Indah III Nomor 26 Blok F Nomor 527 Kota Surabaya

Dari hasil penjualan aset Santoso Setiono yang terletak di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya, Eddy Prajitno tidak menerima sepeserpun. Dari data berupa pembagian yang dibuat oleh Kurator Santoso Setiono (dalam pailit) tanggal 14 Desember 2021 yang ditandatangai oleh Hakim Pengawas Imam Supriyadi, SH., MH, Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH dan Kurator Santoso Setino, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH menyebutkan, bahwa yang mendapat bagian dari hasil penjualan tersebut adalah Bank BNI sebesar Rp600 juta dari total 28.127.842.510, karyawan sebesar Rp277 juta ari total Rp498.600.000, biaya PKPU Rp20 juta dari total Rp20 juta, imbalan jasa pengurus Santoso Setiono pada saat penundaan kewajiban PKPU sebesar Rp300 juta dari total Rp1.059.000.000, imbalan jasa Kurator Rp99.750.000 dan biaya lain-lain (PPH) Rp33.250.000

Hal ini diakui oleh Santoso Setiono kepada beritakorupsi.co. Menurut Santoso Setiono, bahwa  Eddy Prajitno tidak mendapat bagian dari hasil penjualan asetnya yang terletak di di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya

“Ya Dia tidak dapat. Yang di Kertajaya pun sudah dijual, yang jual Kurator. Eddy Prajitno mendapat 89 juta dari 18 M. BNI Pangeran, berapa gitu loh dari 20 M, saya lupa. Saya juga bingung kog hutang saya di BNI dari 12 M atau 14 M jadi 28 M. Kalau ke Pak Eddy (Eddy Prajitno) kan dari 5,6 M menjadi 18 M termasuk bunga,” kata Santoso Setiono. (Jnt/Tim)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top