0
        
“Majelis Hakim menyatakan, barang bukti (BB) tetap dalam berkas untuk pembuktian dalam perkara lain. Siapa tersangka baru?” - 

BERITAKORUPSI.CO – “Wasit telah membunyikan pulit panjang sebagai pertanda berakhirnya pertandingan. Sedangkan Majelis Hakim memukulkan Palunya sebanyak Tiga kali sesaat setelah seesai membacakan putusannya dalam sidang perkara”

Begitu juga dalam sidang perkara Korupsi suap Ketuk Palu pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp4.8 milliar yang telah berakhir, setelah Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya membacakan putusannya dan menjatuhkan hukuman (Vonis) pidana penjara selama 8 (delapan) tahun, denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kurungan dan hukuman piadan membayar uang pengganti sejumlah Rp4.8 milliar subsidair pidana penjara selama 1 (satu)  tahun dan 6 (enam) bulan seta pencabutan hak Politik (melih dan dipilih dalam jabatan publik) terhadap terdakwa Supriyono Selaku Ketua Dewan yang terhormat (DPRD) di Kabupaten Tuungagung dari Fraksi PDIP periode 2014 - 2019, pada Selasa, 04 Agustus 2020

Sidang yang berlangsung diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda Sidaorjo, Jawa Timur adalah agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yakni Kusdarwanto, SE., SH., MH dan Sangadi, SH terhadap terdakwa Supriyono yang didampingi Tim Penasehat Hukumnya dari Jokowi Center (Tim 7 Jokow Centre Foundation) yaitu Chairil Anwar Yatim Koto yang dihadiri Tim JPU KPK Mufti Nur Irawan dkk
Yang menarik dari perkara ini adalah berakhirnya “Kekuasaan” Supriyono yang disebut-sebut sebagai “Poweful atau orang yang berkuasa” di Kabupaten Tulungagung bersama adindanya yaitu Suharminto yang juga anggota DPRD Kab. Tulungagung periode  2014 – 2019 dan 2019 – 2024

Dan hari ini pula (Selasa, 31 Maret 2020) adalah hari yang paling bersejarah bagi Supriyono selaku Ketua Dewan yang terhormat (DPRD) sekaligus Ketua Banggar (Badan Anggaran) DPRD yang juga sebagai “Powerful” di Kabupaten Tulungung, karena untuk terkahir kalinya si Supriyono duduk di kursi pesakitan gedung pengadil orang-orang Koruptor di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, yang biasanya si Supriyono  duduk dikursi empuk di gedung legislator Kabupaten Tulungung

Berakhirnya perkara ini bukan berarti berhenti sampai disini saja. Bisa jadi akan menyeret tersangka baru dalam kasus Korupsi suap Ketuk Palu pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018, sebab Majelis Hakim menyatakan dalam putusannya, barang bukti (BB) tetap dalam berkas untuk pembuktian dalam perkara lain

Selain itu, sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, yang menikmati uang haram ketuk palu bukan hanya terdakwa Supriyono, meliankan para anggota DPRD Kabupatena Tulungagung lainnya periode 2014 – 2019

Anggota Legisator Kab. Tulungagung yang kecipratan aliran uang haram ketok palu dan fee Pokir (pokok-pokok pikiran) dan sudah mengembalikan, diantaranya Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto (ketiganya selaku Wakil Ketua DPRD), Imam Sapingi, Leman DwiPrasetvo, Heru Santoso, Nurhamim, Choirurrohim, Muti'iin, Mashud, Subani Sirab, Sunarko, Riyanah, Asrori, Adrianto, Gunawan, Faruq Tri Fauzi, Widodo Prasetyo, Fendy Yuniar, Imam Koirodin, Sofyan Heryanto, SaifulAnwar, Basroni, Susilowati, Sutomo, Ahmad Baharudin, Joko Tri Asmoro, Wiwik Triasmoro, Amang Armanto Anggie, Suprapto, Imam Ngakoib, Makin, Samsul Huda, Sumarno, Agung Darmanto dan Michael Utomo serta Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) Kab. Tulungagung.
Bahkan uang suap yang telah dinikmati para anggota Dewan yang terhormat itu, sudah dikembalikan ke kas negara melalui rekening KPK pada saat penyidikan maupun selam proses persidangan

Sehingga Majelis Hakim mengatakan kepada para anggota Dewan yang terhormat itu saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Supriyono, pengembalian uang tidak menghilangkan pidana sesuai pasal 4 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Dan Majelis Hakim juga menyebutkan, adanya aliran uang dari Dinas PU ke Suharminto, adinda terdakwa sebesar Rp1,2 milliar yang belum dikembalikan

Selain itu pula, beberapa waktu lalu, juru bicara Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan kepada beritakorupsi.co, KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang

“Bahwa fakta-fakta hukum dalam persidangan tentu sudah dicatat dengan baik oleh JPU dan akan menjadi bahan analisa yuridis di dalam surat tuntutannya. KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan UU. Perkembangannya tentu nanti KPK sampaikan kepada masyarakat dan rekan-rekan media,” kata Ali Fikri, Jumat, 12 Juni 2020

Selain akan menyeret anggota DPRD Tulungagung periode2014 – 2019, bisa jadi akan menyeret pejabat Pemprov Jatim sesuai fakta yang terungkap dalm persidangan terkait pencairan DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BK Prov (Bantuan Keuangan Provinsi) ke 25 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Dimana pencairan tersebut ada uang “siluman” alias fee sebesar 7 persen dari jumlah anggaran yang dicairkan ke setiap Kabupaten/Kota salah satunya ke Kabupaten Tulungagung

Hal itu sesuai pengakuan dari Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Sarana dan  Prasarana yang saat ini sudah pensiun dini, dan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Timur yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Bank Jatim, saat keduanya dihadirkan sebagai saksi di persidangan untuk terdakwa Supriyono, pada Selasa, 9 Juni 2020
Saat itu (Selasa, 9 Juni 2020), kedua pejabat Pemprov Jatim ini (Budi Juniarto dan Budi Setiyawan) mengakui telah menerima uang, namun lupa berapa jumlah yang diterimanya. Budi Setiawan hanya mengingat bahwa jumlah uang yang dinikmatinya adalah sebesar 2.5 milliar rupiah

Sementara dalam putusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Supriyono terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama.

Terdakwa Supriyono juga dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana Kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 12 B Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP  sebagaimana Dakwaan Kumulatif Kedua

Terkait pembelaan Penasehat Hukum terdakwa Supriyono yang meminta agar dibebaskan, Majelis Hakim pun menolak dengan tegas, karena berdasarkan fakta, bukti dan saksi dipersidangan bahwa perbuatan terdakwa adalah menguntungkan diri sendiri dari pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung TA (Tahun  anggaran) 2015, TA 2016, TA 2017 dan TA 2018

Selain itu, Majelis Hakim juga menyatakan, bahwa uang yang dinikmati terdakwa bukan hanya dari uang ketuk palau dan fee Pokir, melainkan uang dari para Kepala Sekolah, yaitu Mat Yani, Suparlan, Kardiyanto, Syamsuri, Sri Wahyuni, Efendi Sumaini, Nanang Supriyanto dan Tarmuji

Majelis Hakim menyatakan, total uang yang dinikmati terdakwa adalah sejumlah Rp4.850.000.000 yang harus dikembalikan ke kas negara. Majelis Hakim juga menyebutkan, uang sebesar Rp500 juta yang sudah dikembalikan ke kas negara melalui KPK diperhitungkan sebagai pengembalian.

Menurut Majelis Hakim dalam putusannya, atas perbuatan terdakwa haruslah dihukum pidana. Selain hukuman pidana, terdakwa juga dihukum pidana tambahan berupa membayar denda dan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp4.850.000.000

Majelis Hakm juga menyatakan, untuk menghindari negara ini dikelola oleh orang-orang yang menggunakan jabatan atau kedudukannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kolega maupun kelompoknya serta melindungi publik atau masyarakat dari fakta, infomasi, persepsi yang salah tentang calon pemimpin yang akan dipilihnya, maka perlu kiranya mencabut hak Terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik.
“Mengadili : 1 (satu). Menyatakan terdakwa Supriyono  terbukti  secara sah dan meyakinkan  bersalah melakukan Tindak Pidana Kejahatan sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama dan Dakwaan Kumulatif Kedua ; 2 (dua). Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Supriyono oleh karena itu dengan pidana  penjara selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar lima ratus juta rupiah (Rp500.000.000) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan. Menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Empat milliar Delapan ratus Lima puluh juta rupiah (Rp4.850.000.000) selambat-lambalnya 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 (tahun) tahun dan 6 (enam) bulan. Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabutan hak Terdakwa untuk dipilih dan menduduki dalam jabatan publik selama 4 (empat) tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani huuman pokok ; 3 (tiga). Barang Bukti tetap dalam berkas untuk pembuktian dalam perkara lain ; 4 (empat). Membayar ongkos perkara sebesar Lima ribu rupiah (Rp5000),” ucap Ketua Majelis Hakim Hisbulah Idris.

Putusan (Vonis) Majelis Hakim terhadap terdakwa Supriyono sama dengan tuntutan JPPU KPK, kecuali subsidair uang pengganti lebih ringan 6 (enam) bulan dan pencabutan hak politik terdakwa lebih ringan 1 (satu) tahun

Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya langsung mengatakan banding. Sementara Tim JPU KPK Mufti Nur Irawan dkk mengatakan pikir-pikir

“Kami langsung banding,” kata Chairil Anwar Yatim Koto

Saat beritakorupsi.co menanyakan alasan terdakwa melakukan upaya hukum banding, Chairil Anwar Yatim Koto tak menjelaskannya. Alasannya tak etis. Selain itu, belum membaca secara lengkap putusan

“Kami menghormati putusan Hakim, tapi kami tidak menerima. Tidak etislah saya sampaikan disini dan kami juga belum membaca putusan secara lengkap,” kata Chairil Anwar Yatim Koto seusai persidangan.

Diberitakan sebelumnya. Supriyono, selaku Ketua DPRD Kab. Tulungagung Periode 2014 – 2019, diseret oleh JPU KPK ke pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili sebagai terdakwa Korupsi Suap uang “ketok palu” Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 dan fee pokir yang totalnya sebesar Rp4.8 milliar.

Tersertnya si Supriyono yang disebut-sebut sebagai “Powerful atau orang yang berkuasa” di Kabupaten Tulungagung ini, bermula dari pengakuan Sutrisno selaku Kepala Dinas PU Kab. Tulungagung di hadapan Majelis Hakim pada tahun 2018 lalu

Pada tahun 2018, Sutrisno dan Bupati Syahri Mulyo (keduaya sudah terpidana) bersama seoarng pengusaha kontraktor yaitu Susilo Prabowo alias Embun, ditangkap KPK karena diketahui melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap.
Sutrisno dan Syahri Mulyo menerima uang suap yang totalnya sebesar Rp138 miliar dari Embun (mantan terpidana) dan beberapa kontraktor lainnya, diantaranya Abror selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso selaku pengurus Apeksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat selaku pengurus Gapeknas (Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung, dan pengurus Asosiasi lainnya di Kabupaten Tulungagung termasuk Ari Kusumawati selaku Ketua Gapeksindo.

Pemberian uang oleh para kontraktor terhadap Kepala Dinas PU dan Bupati Syahri Mulyo adalah sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen dari nilai anggaran pekerjaan yang didapat dan dikerjakan oleh para kontrakor di Tulungagung itu.

Pada saat Syahri Mulyo dan Sutrisno diadili  terungkap dalam fakta persidangan, bahwa total uang fee proyek yang diterima (terpidana) Syahri Mulyo dari beberapa Kontraktor dan Asosiasi Konstruksi di Kab. Tulungagung sejak 2014 sampai 2018 adalah sebesar Rp138 milliar.

Dalam persidangan itu pula terungkap, bahwa uang haram tidak hanya dinikmati oleh Syahri Mulyo dan Sutrisno, melinkan mengalir juga jug ke DPRD Kabupaten Tulungagung sebagai uang “ketok palu” untuk pembahasan/pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kab. Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, TA 2016, TA 2017 dan TA 2018

Selain itu, juga terungkap dalam persidangan terkait aliran uang haram ke beberapa pejabat lainnya melalui Yamani (Kabid BPPKAD) dan Sukarji (Kabid Dinas PUPPRR) Kab. Tulungagung, diantaranya Sekda Indra Fauzi, Kepala BPAKD Hendry Setiyawan, Sudigdo (Kepala Bapeda)

Sementara Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur dan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda Provinsi Jawa Timur menikmati uang haram dari pencairan DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BK Prov (Bantuan Keuangan Provinsi) ke 25 Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebesar 7 persen

Sementara Sutrisno (terpidana) selaku Kepala Dinas PU juga membeberkan dalam persidangan, adanya permintaan proyek-proyek oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD termasuk Suharminto selaku Ketua Fraksi PDIP DPRD Tulungagung serta Komisi D. Supriyono dan Suharminto adalah saudara kandung yang sama-sama dijuluki sebagai “Powerful atau orang kuat” di Kab. Tulungagung
Sedangkan terpidana Syahri Mulyo selaku Bupati Tulunagung mengatakan (juga pada persidangan yang sama, 14 April 202), kalau terdakwa Supriyono selalu menekan pihak eksekutif setiap pembahasan APBD. Bila permintaannya tidak dikabulkan, maka pihak Dewan akan menggunakan haknya.

Sutrisno bersama Syahri Mulyo diadili sebagai terdakwa kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK pada tahun 2018, yang membeberkan permintaan proyek-proyek APBD oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD kab. Tulungagung kepada Dinas PU dengan nilai puluhan milliaran, dan prorek-proyek tersebut dikerjakan oleh beberapa rekanan, diantaranya Ari Kusumawati selaku Ketua Aspeksindo Kab. Tulungagung

Keterangan Ari Kusumawati saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Sutrsino mengatakan (Sidang pada tanggal 12 Mei 2020), bahwa ada kewajiban yang belum dibayar oleh Ari Kusumawati ke Dinas PU. Alasan Ari Kusumawati saat itu, bahwa Supriyono dan Suhermanto meminta sejumlah dana.

Menurut Ari Kusumawati, itu adalah hanya alasannya agar tidak membayar fee proyek ke Dinas PU. Sebab, jika menyebutkan kedua orang “kuat dan berpengaruh” di Tulungagung, tak mungkin akan ditagih oleh Dinas PU. Sedangkan Ari Kusumawati dan terdakwa Supriyono serta Suharminto adalah hubungan yang sangat dekat.

“Itu hanya alasan saya agar tidak membayar fee. Kalau menyebutkan nama Keduanya, tak mungkin ditagih,” kata Ari Kusumawati pada persidandan (tanggal 12 Mei 2020).

Sedangkan pemberian uang oleh Kepala Dinas PU ke Kepala BPPKAD Kabupaten Tulungagung adalah berasal dari kegiatan belanja modal sejak tahun 2014 hngga 2018 sebesar Rp25.518 miliar dengan rincian, tahun 2014 sebesar Rp2.507 M, tahun 2015 sebesar Rp4.405 milliar, tahun 2016  sejumlah Rp5.381 M dan tahun 2017 sejumlah Rp6.740 M serta tahun tahun 2018 sebanyak Rp4.500. Selain itu, juga diambil dari  sumber dana kegiatan rutin mulai dari tahun 2014 - 2018  sebesar Rp2.985 M

Keterangan Sutrisno, Sukarji dan Yani adalah saling berkaitan terkait pemberian uang dari Dinas PU ke BPPKAD, dan dari BPPKAD ke beberapa pihak lainnya termasuk ke terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD

Dalam fakta perisidangan sejak terdakwa Supriyono diadili terungkap dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU KPK sebanyak 48 orang, yang terdiri dari beberapa pejabat Kab. Tulungagung dan anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019

Ke-48 saksi itu adalah, 1. Hendry Setiawan (Kepala BPPKAD),; 2. Yamani (Kabid di BPPKAD),; 3. Sukarji selaku Kabid Dinas PU Sutrisno (Sidang pada 14 April 2020),

Saksi ke 4. Imam Kambali, 5. Adib Makarim (keduanya selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019), 6. Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), 7. Sudigdo (Kepala Bapeda), 8. Wiyono selaku staf Sekwan (persidangan pada 21 April 2020).

Kemudian saksi ke- 9, Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung,; 10. Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung Komisi D dari Fraksi Grindra),; 11. Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus Wakil Ketua Banggar (sidang pada 5 Mei 2020),
Dan saksi ke- 12, Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa Supriyono,; 13. Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung),; 14. Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung),; 15. Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020),

Saksi ke- 16. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 17. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 18. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 19. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 20. Hj. Susilowati selaku anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP (persidangan Selasa, 2 Juni 2020),

Selanjutnya saksi ke- 21 adalah Sofian Heryanto, 22. Wiwik Tri Asmoro,; 23. Widodo Prasetyo, Imam N,; 24. Ansoro,; 25. Samsul Huda,; 26. Suprajito,; 27. Subani Sirat,; 28. Agung Darmanto,; 29. Marikan,; 30. Sumarno (persidangan Selasa, 9 Juni 2020),

Serta saksi ke- 31. Sutomo,; 32. Sunarko,; 33. Maicel Utomo,; 34. Mashut,; 35. A. Baharudin,; 36. Ferdi Yuniar,; 37. Gunawan,; 38. Farouk,; 39. Khoirul Rohim,; 40. Basroni,; 41. Saiful Anwar,; 42. Heru Santoso,; 43. Rianah,; 44. Nurhamim,; 45. Muti’in,; 46. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C),; 47. Joko Tri asmoro,; 48. Imam Choirudin (persidangan Selasa, 16 Juni 2020)

1. Pada persidangan pada tanggal 14 April 2020
Keterangan Hendrik Setiawan menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa yang mengendalikan APBD Tulungagung adalah terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD. Hendrikpun membeberkan penyerahan uang ke terdakwa, yang sebelumnya ada permintaan dari terdakwa ke Bupati Syahri Mulyo (terpidana)

“Pertemuan di Hotel Safana Malang, dihadiri 21 orang dalam pembahasan anggaran. Terdakwa meminta ke Bupati. Penyerahan uang biasanya 3 kali setahun, yang pertama antara bulan Maret atau April, hari raya dan akhir tahun. Tahun 2014 sebesar 500 juta, 2015 sebesar 1 milliar, tahun 2016 1 milliar, tahun 2017 1 milliar, tahun 2018 sebesar 500 juta untuk pembahaasan PBD, yang menyerahkan Yamni. Uang itu dari Dinas PU,” kata Hendrik saat itu

Dan apa yang disampaikan oleh Hendry Setyawan, juga dibenarkan oleh Yamani selaku Kabid di BPPKAD. Yamani menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang itu diterima dari Dinas PU melalui Sukarji. Hal itupun tidak dibantah oleh Sukarji selaku Kabid di Dinas PU.
Sukarji membeberkan asal usul sejumlah uang yang diserahkan ke BPPKAD, yaitu berasal sebagai fee proyek APBD Kab. Tulungagung sebesar 15 persen (5 persen dibayar di awal dan 10 persen dibayar setelah pekerjaan selesai).

“Itu sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen, yang dibayar didepan sebesaar 5 persen dan sisanya di akhir setelah dikurangi pajak,” kata Sukarji pada persidangan yang sama (14 April 2020)

2. Persidangan pada tanggal 21 April 2020
JPU KPK menghadirkan 5 orang saksi, yaitu Imam Kambali, Adib Makarim (Keduanya selaku Wakil Ketua DPRD), Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), Sudigdo (Kepala Bapeda) dan Wiyono (Staf Sekwan)

Kepada Majelis Hakim saat itu, Imam Kambali mengakui telah menerima uang terkait pembahasan APBD. Uang yang diterimanya sebesar Rp190 juta setiap tahun untuk 25 orang anggota Banggar (Badan Anggaran) DPRD Tulunagung periode 2014 – 2019.

“Saya kenal. Saya lupa Bu, tapi terima. Kalau saya tidak salah sebesar seraatus sembilan puluh juta (Rp190 juta) untuk dua puluh lima (25 orag) Badan Anggaran,” kata si Imam.

Apa yang dijelaskan si Imam, tak jauh beda dengan keterangan si Adib Makarim. Si Imam dan di Adib sama-sama menerima uang “suap”.

“Uang pokir juga tapi saya lupa berapa. Saya sudah kembalikan 230 juta,” jawab si Adib.

Si Adib juga mengakui menerima uang dari Yamani pada tahun 2014 sebesar Rp190 juta untuk anggota Banggar sebagai uang ketok palu APBD tahun 2015. Sementara tahun 2016, diterima melalui stafnya di Dewan, yaitu dari si Wiyono

“Saya dikasih oleh Pak Yamani, katanya untuk Banggar. Uang itu dikasih sebelum sidang paripurna,” kata si Adib mengakui.

3. Sidang pada tanggal 2 Juni 2020
Keterangan si Budi Fatahila Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kab. Tulungagung kepada Majelis Hakim mengakui, bahwa dirinya pernah menerima uang di kantor BPPKAD pada tahun 2017 sebesar Rp200 juta dari Yamani, Staf BPPKAD. Uang itu diberikan kepada terdakwa

Dan pada tahun 2018 sehari setelah KPK meringkus si Syahri Mulyo, si Budi Fatahilah Mansyur kembali menerima uang di kantor BPPKAD sbesar Rp500 juta dari Hendry Setiawan selaku Kepala BPPKAD. Dan uang tersebut diserahkan ke ajudan terdakwa, yaitu si Pendi Kristian atas persetujuan terdakwa
4. Pada persidangan pada Selasa, 5 Mei 2020
Tim JPU KPK Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung, Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung, Komis D dari Fraksi Hanura)

Kepada Majelis Hakim, Imam Sopingi selaku anggota Dewan yang terhormat ini mengakui menerima uang, tapi tidak tau sumbernya dari mana, walau awalnya si Imam Sopingi “pura-pura pikun” namu akhirnya tak dapat mengelak setelah JPU KPK membacakan keterangannya dalam BAP Nomor 15.

Tak hanya itu. Anggota Banggar DPRD Kab. Tulungagung ini juga tak mengakui aliran uang dari Dinas PU maupun uang Pokir, yang masing-masing anggota Dewan menerima uang pokir sebesaar Rp150 juta.

“Ya betul sekali, tapi tidak tau sumbernya dari mana,” jawab si Imam Sopingi.

5. Persidangan pada Selasa, 12 Mei 2020
JPU KPK menghadirkan si Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa, si Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung), si Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung) dan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020)

Kepada Majelis Hakim, si Pendi mengakui pernah menerima uang sebesar Rp500 juta. Uang itu diambilnya dari rumah Budi Fatahila Mansyur selaku Sekwan atas perintah Sekwan. Dan atas perintah Big Bos pula, si Pendi pun menyimpan uang “panas” itu hingga saat ini (maksudnya hingga persidangan, Selasa, 12 Mei 2020)

“Pernah, lima ratus juta. Saya ambil ke rumah Pak Budi karena diminta untuk mengambilnya. Saya diminta untuk menyimpan. Uang itu sehari setelah OTT (Operasi Tangkap Tangan) di Tulungagung. Masih saya simpan sampai sekarang. Apakah saya kembalikan dari mana uang itu saya terima atau saya kembalikan ke KPK?,” tanya si Pendi “pura-pura bego”.

Giliran si Mat Yani dan si Kardiyanto memberikan keterangan justru “memalukan”. Bayangkan saja, sebagai Pendidik Akhlak, moral dan Budi Pekerti bagi ratusan anak-anak sekolah di Kabupaten Tulungagung, ternyata “Hobby berindehoi” bersama terdakwa di Kafe Dinasti yang ada di Tulungagung

“Saya sebelumnya tidak kenal dengan terdakwa. Saya kenal dari Mat Yani yang menunjukan saat di Kafe. Uang yang saya berikan lima puluh tiga juta ke Mat Yani,” kata Kardiyanto.

Terkait jumlah uang untuk “membeli” jabatan Kepala Sekolah, Kardianto mengakui telah menyerahkan uang sebanyak Rp53 juta, salah satunya melalui Mat Yani. Dan apa yang katakan si Kardiyanto, diakui si Mat Yani.
Mat Yani adalah kawan dekatnya si terdakwa. Melalui Mat Yani yang merekomondasikan almarhum Suharno ke terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD untuk diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung.

Jumlah uang yang diterima si Mat Yani dari beberapa guru yang akan diangkat menjadi Kepala Sekolah adalah sebesar Rp395 juta. Para guru tersebut diantaranya adalah Suparlan, Kardiyanto, Syamsuri, Sri Wahyuni, Efendi Sumaini, Nanang Supriyanto dan Tarmuji

Dari Rp395juta, Mat Yani menyerahkan ke terdakwa Supriyono sebesar Rp250 juta. Dan Rp145 diserahkan ke si Bedud alias Suharminto. Manurut Mat Yani, bahwa Suharminto adalah salah satu Powerful atau orang yang berkuasa di Tulungagung bersama terdakwa Supriyono. Tapi ada bagian “Makelar” yang diambil Mat Yani yaitu sebesar Rp35 juta. Dan Mat Yani berjanji akan mengembalikannya dalam waktu sebulan

“Jumlahnya Rp395 juta. Saya serhkan ke terdakwa sebesar Rp250 juta. Dan Rp145 juta, saya serahkan ke Suharminto. Dia Powerful di Tulungagung,” kata Mat Yani.

Sedangkan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPPRD, terkadang “pikun atau tiba-tiba terserang penyakit lupa” saat ditanya JPU KPK terkait uang ketok palu saat pembahasan APBD Kab. Tungagung

Tapi sepandai-pandainya orang menyembunyikan yang bau, suatu saat akan tercium juga. Peribahasa inilah yang tepat bagi anggota Dewan ini. Sebab saat si Budi berusaha mengatakan tidak ada menerima, atau kadang menjawab lupa, tapi akhirnya diakui juga. Uang suap yang diterima si Budi sebesar Rp270 juta, dan sudah dikembalikan ke KPK.

“Yang saya terima sebesar Rp270 juta dan sudah saya kembalikan,” jawab si Budi.

6. Persidangan Selasa, 2 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 9 orang saksi, yaitu 1. Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi  (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia),; 2. Nanang Supriyanto (Pengusaha Kontraktor),; 3. Ari Kusumawati selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia),; 4. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),;  5. Susilo Prabowo alias Embun (pengsaha Kontraktor),; 6. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 7. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 8. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 9. Hj. Susilowati (anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP).

Keterangan saksi Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun pada  persidangan saat itu, tak jauh beda dengan keterangannya pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung

Kepada Majelis Hakim, Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun menjelaskan, bahwa fee proyek yang mereka berikan ke Bupati melalui Kepala Dinas PU maupun Sukarji selaku Kabid Dinas PU adalah sebesar 15% dari besaran anggarann proyek yang dibayarkan sebayak dua kali, yaitu 10% diawal dan 5 persen setelah proyek selesai dikerjakan.

“Besarnya lima belas persen. Sepuluh persen dibayar di awal dan lima persen diakhir,” kata para saksi.
Sedangkan keterangan Ari Kusumawati juga demikian. Namun Ari Kusumawati tidak memberikan fee proyek ke Dinas PU melainkan ke Supriyono dan Suharminto

Sementara si Suparlan dan Sri wahyuni yang Keduanya selaku Kepala Sekolah SMPN Tulungagung ini tak membantah telah memberikan sejumlah uang ke terdakwa Supriyono melalui Mat Yani. Mat Yani adalah orang kepercayaan Si Supriyono. Terdakwa Supriyono dan Suharminto alia Bedud adalah kakak beradik yang sama-sama dijuluki sebagai Powerfulnya Kabupaten Tulungung.

Sementara Hj. Susilowati mengakui menerima uang sebesar Rp34 juta dari Yuono selaku staf Sekawan, yang menurutnya bahwa uang tersebut sudah dikembalikan ke kas negara melalui KPK

7. Persidangan tanggal 9 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 11 orang anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019, yiatu Sofian Heryant, Wiwik Tri Asmoro, Widodo Prasetyo, Imam N, Ansoro, Samsul Huda, Suprajito, Subani Sirat, Agung Darmanto, Marikan dan Sumarno,

Kepada Majelis Hakim, ke- 11 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui menerima uang ketok palu Pembahasan/pengesahan APBD Kabupatena Tulungagung dan uang POKIR (Pokok Pokok Pikiran)

Dan 8. Persidangan pada Selasa, 16 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 18 orang anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019, yaitu ; 1. Sutomo, 2. Sunarko, 3. Maicel Utomo, 4. Mashut, 5. A. Baharudin, 6. Ferdi Yuniar, 7. Gunawan, 8. Farouk , 9. Khoirul Rohim, 10. Basroni, 11. Saiful Anwar, 12. Heru Santoso, 13. Rianah, 14. Nurhamim, 15. Muti’in, 16. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C), 17. Joko tri asmoro, 18. Imam Choirudin

Ke- 18 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui kepada Majelis Hakim, menerima uang ketok palu dan fee Pokir, uang tersebut sudah dikembalikan oleh para anggota dewan yang terhormat ini ke kas negara melalui KPK.

9. Kemudian persidangan pada tanggal 7 Juli 2020.
Sesuai fakta dalam persidangan, akhirnya Tim JPU KPK membacakan surat tuntutan terhadap terdakwa Supriyono dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama  2 (dua) tahun serta pencabutan hak politik terdakwa selama 5 (lima) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman.

Supriyono dijerat sebagai terdakwa penerima suap sebagaimana dalam pasal  12 huruf a (Dakwaan Kesatu alternatif Pertama ) dan sebagai terdakwa penerima gratifikasi sebagaimana dalam pasal  12 huruf B (Dakwaan Kumulatif Kedua) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana

10. Kemudian persidangan pada tanggal 4 Agustus 2020.
Sesuai fakta dalam persidangan pula, Majelis Hakim pun menjerat terdakwa Supriyono sama dengan dakwaan JPU KPK, dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan serta pencabutan hak politik terdakwa selama 4 (empat) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman.

(Jen/Pri)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top