0
#Kuasa Hukum para Tergugat “dihinggapi penyakit bisu”, sementara Laporan di Polda Metro Jaya 3 Tahun tak kunjung tuntas#

 
beritakorupsi.co – Tergugat sepertinya tak menghargai waktu selama 2 minggu  yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menyerahkan bukti-bukti dalam persidangan yang berlangsung dengan agenda pembuktian, pada Selasa, 31 Oktober 2017

Pada sidang sebelumnya (17 Oktober 2017), Majelis Hakim yang diketuai Isworo dan dibantu Panitra pengganti (PP) Suswanti memberikan waktu selama 2 minggu terhadap Tergugat I PT. Bank Kesejahteraan Ekonomi, di Gedung IKP RI, Jalan RP. Suroso No. 21. Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, tergugat II Bank Kesejahteraan Ekonomi, Kantor Cabang Pembantu Kemayoran, di Wisma Iskandarsyah,  Jalan Iskandarsyah Kav 12 - 14. Blok. B No 10 Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tergugat III Lusi Lusmiati (Kepala Kesejahteraan Ekonomi Cabang Pembantu Kemayoran), warga Komplek Walikota, Jalan Nuri Blok. A2/19 RT 001/RW 006 Kel. Sukapura, Kec. Cilincing Jakarta Utara, tergugat III Elvira Emilia Salam, warga Jl. Asem Baris Raya No. 124 RT 002 RW 007 Kel. Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, dan turut tergugat OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk menyerahkan bukti-bukti gugtan.

Ternyata, kehadiaran para Kuasa Hukum tergugat I, II, III dan tergugat IV hanya sekedardar menghadiri persidangan yang berlangsung di ruang sidang R. Soerbekti 2, sementara bukti-bukti terkait gugatan prinsip ketidak hati-hatian Bank yang mengikabatkan kerugian materi dan inmaterial dialami tergugat tak dapat ditunjukkan.

Majelis Hakim pun akhirnya menunda persidangan dengan agenda yang sama, yakni memberikan waktu terhadap para tergugat untuk kembali menyerahkan bukti-bukti yang dimilikinya terkait gugatan yang dilayangkan Sri Dewi Sartika selaku penggugat melalui Kuasa Hukumnya Edy Wijaya, Lauren dkk dari kantor RBS dan Fatnrs.

“Kalau begini, sidang kita tunda minggu depan, supaya para tergugat menyerahkan bukti-buktinya,” ucap Ketua Majelis Hakim setelah para tergugat terlihat bingung dan sibuk sendiri karena tak bisa menyerahkan bukti-bukti yang dimiliki terkait dengan gugatan penggugat.

Dan untuk yang Keduakalinya, Kuasa Hukum para tergugat kembali “dihinggapi penyakit bisu” alias tak mau memberikan komentarnya saat ditanya wartawan media ini seusai persidangan. bahkan terkesan mengindar agar dari wartawan.

“Saya tidak bisa berkomentar, karena saya bukan layer utama. Dari tergugat Empat, Elvira,”  ucap salah seorang Kuasa Hukum Elvira Emilia Salim. Sementara Kuasa Hukum tergugat lainnya mencari jalan lain untuk mengindari wartawan.

Sementara menurut Edy Wijaya selaku Kuasa Hukum penggugat Sri Dewi Sartika mengatakan, bahwa tergugat I, II dan tergugat III yang diwakili 1 orang, ternyata belum siap. Dan bahkan bukti-bukti yang diserahkan salah. Sementar bukti yang diserahkan tergugat IV (Elvira Emilia Salim), baru sebahagian yakni surat keterangan waris.

“Yang tidak ada buktinya tadi dari Bank Kesejahteraan Ekonomi, T1, T2 dan T3 atau Bank Kesejahteraan Ekonomi pusat,  Bank Kesejahteraan Ekonomi, Kantor Cabang,  dan Kepala Cabang si Anisa. Bukan nggak ada tapi belum siaplah mereka, salah-salahan buktinya berantakanlah,” ucap Edy

“Kalau tergugat Emapat baru sebahagian yang diajukan terkait surat keterangan waris copy dari copy dan surat pernyataan. Hanya Tiga dokumen aja yang diserahkan ke Majelis tadi,” ujar Edy

Edy menambahkan, turut tergugat yakni OJK telah memberikan beberapa bukti diantaranya, Undang-Undang, peraturan OJK, peraturan Bank Indonesia dan E-mail ke Bank Kesejahteraan Ekonom.

“Kalau dari turut tergugat yaitu OJK, memberikan terkait dengan Undang-Undang, peraturan OJK, peraturan Bank Indonesia, E-mail ke Bank Kesejahteraan Ekonomi, surat yang yang pernah kita kirimkan ke OJK surat konformasi dan surat yang pernah dikirim ke Bu Dewi. Intinya kan yang digugat adalah tergugst Satu, Dua dan tergugat Tiga,” pungkasnya.

Kasus ini pun tidak hanya digugat melalui PN Jakarta Pusat, melainkan adanya laporan kepolisian ke Polda Metro Jaya sejak Desember 2015 lalu, dengan Nomor Laporan  LP/5543/XII/2015 Dit Reskrimum tanggal 24 Desember 2015. Namun entah mengapa, kasus ini hingga Tiga tahun penyidik Polda Metro Jaya belum dapat menuntaskan.

Pelapor hanya menerima surat SP2HP (Surat Pemberitahuan Hasil Perkembangan Penyidikan) yang ke- V tanggal 26 Oktober 2017. Namun samapai kapan pelapor menerima surat SP2HP, belum diketahui juga. Apakah kasus yang dilaporkan Sri Dewi Sartika ke Polda Metro jaya tak berarti ?

Kasus ini bermula pada tahun 2013 lalu, seperti yang diceritakan Sri Dewi Sartika atau Dewi. Saat suami penggugat sebagai ahli waris dari alm. Rahman Rahim Salam, yang meninggal dunia pada tanggal 22 Januari 2013. Semasa hidup alm Rahman yang berprofesi sebagai konsultan perusahaan Jepang, alm. Rahman mempekerjakan 2 adik kandungnya di kantornya yaitu Edwin Salim dan Elvira Emilia Salim yang baru lulus dari salah satu Unifersitas.

Karena keduanya adik kandung, alm. Rahman tak pernah merasa curiga apa bila suatu saat terjadi sesuatu terhadap dirinya. Dan istri alm pun tak pernah mencampuri urusan kantor suaminya. Namun petaka yang tak pernah diduga sebelumnya dating juga. Berawal setelah Rahman Rahim Salam meninggalkan istri dan kedua anaknya pada tanggal 23 Januari 2013.

Belum genap 40 hari setelah Rahman Rahim Salam meninggal, Elvira menghubungi Dewi untuk bertemu dimakam suaminya. Mengira sang adik ipar akan mengajak jiarah bersama, Dewi pun menemui sangk adik ipar dengan menajak anaknya, walau awalnya merasa berat hati.

Dimakam sang suaminya, sangk adik ipar menyodorkan surat kuasa mengurus harta peninggalan alm. Termasuk rekeningnya di Bank Kesejahteraan Ekonomi berupa tabungan dan doposito yang tidak diketahui Dewi, berapa jumlah uang sang alm. Suaminya itu. Karena merasa ditekan dengan berbagai alasan, diantaranya bahwa Lurah telah menunggu Elvira. Dengan terpaksa dan tidak mau rebut serta tidak merasa curiga, Dewi akhirnya menandatangani surat yang telah disiapkan oleh Elfira. Dan surat kuasa yang ditandatangani Dewi, tidak menyebutkan untuk menutup buku tabungan atau rekening alm.

Beberapa bulan setelah sang adik kandung alm. Memperoleh yang “diinginkan”, sejak itupula tak ada kabar, tak ada laporan sama sekali. Berulang-ulang Dewi menghubungi Elvira, Elfira terkesan menghindar dengan berbagai alasan. Beberapa bulan kemudian, Elvira mengajak Dewi berkumpul di rumah orang tua alm. Rahman. Dalam pertemuan tersebut, Elvira memberitahukan, ada uang sebanyak 3 milliyar rupiah. Namun 2 milliar telah dibuat untuk membayar pengobatan alm Rahman selama di Rumah Sakit tanpa menunjukkan bukti kwitansi,

Janji tinggal janji, bukti kwitansi pembayaran hutang alm. Sebesar Rp 2 milliyar tak kunjung ada. Benarkah alm. Meninggalkan hutang di Rumah Sakit sebesar Rp 2 milliyar tanpa sepengetahuan istri alm Rahman ? Adaikan benar, mengapa pihak Rumah Sakit tidak memberitahukannya kepada Dewi selaku istri alm. Rahman dan justru memberitahkannya kepada pihak lain (Elvira) ?.

Tak tinggal diam. Dewi pun menemui pihak Rumah Sakit dan ternyata diketahui bahwa biaya pengobatan alm selama beberapa hari di rumah sakit hanya sebesar 95 juta dan selama 3 tahun sekitar Rp 700 juta.

Tragis ! Usaha Dewi untuk mengetahu jumlah tabungan dan deposito sang alm. Suaminya ke Bank Kesejahteraan Ekonomi tak diperolehnya seperti memperoleh informasi dari pihak rumah sakit. Kepala Cabang Bank Kesejahteraan Ekonomi hanya mengatakan, kalau uang alm. Tak banyak.

Anehnya, untuk memberikan keterangan terkait jumlah tabungan alm. Rahman ke Sistrinya, harus mendapat persetujuan dari Elvira. Ada apa antara Kepala Cabang Bank Kesejahteraan Ekonomi dengan Elvira terkait jumlah tabungan alm. Rahman ?. berbagai cara telah dilakukan. Termasuk mengirim surat melalui OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan menyurati Bank Indonesia selaku induk perbankan di Indonesia, juga tak berhasil.

Untuk mencari kepastian dan keadilan hokum, Dewi pun akhirnya melaporkannya ke Polda Metro Jaya dengan memberikan kuasa agar penyidik Polda dapat memperoleh informasi dari pihak Bank. Alhasil, ternyata uang alm. Rahman yang dicairkan Elvira sekaligus menutup rekening sekitar Rp 6 milliar. sementara yang diberitahukan Elvira adalah sebesar Rp 3 milliyar dikuarangi hutang alm. Rahman sebanyak Rp 2 milliyar.

Dari kejadian inilah, Dewi menempuh jalur hokum dengan melayangkan gugatan dan laporan ke Polisi. Gugatan di PN Jakarta Pusat sudah mulai disidangkan, sementara laporan di Polda Metro Jaya, 3 tahun tak kunjung tuntas. Pelapor hanya menerima surat SP2HP sebanyak 5 kali. Dan sampai kapan pelapor akan menerima surat SP2HP juga belum diketahuinya hingga saat ini. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top