0
Dr. Safarudin Refa, Sp.M, tiga dari kana saat foto bersama dengan pendukungnya usai sidang PK


#Kasus Korupsi RSSA Malang Rp 8,4 Juta, Diduga Rekayasa  Untuk Menutupi Kasus Yang Lebih Besar Rp 20 M#


beritakorupsi.co -  Mencari keadilan ibarat mencari Mutiara di dasar laut. Ungkapan inilah yang barangkali dirasakan Dr. Safarudin Refa, Sp.M, KVR dalam kasus perkara Korupsi Pengelolaan jasa sarana SMF Mata pada pelayanan Kusus (ODC) RSUD. Dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang, yang menipa dirinya pada tahun 2005 hingga 2008 sebesar Rp 8.400.000 atau Korupsi senilai Rp 2.800.000 per tahun.

Pada tahun 2009, Dr. Refa, dituduh telah melakukan Tindak Pidana Korupsi dana ODC (One Day Care) atau dana retribusi jasa pelayanan yang tak dibayarkan antara lain, retribusi peralatan operasi pasien yang melakukan operasi di RSSA yang dikenakan sewa sarana operasi antara Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per masien sejak tahun 2006 – 2008 lalu, yang jumlahnya sebesar Rp Rp 8.400.000. biaya tersebut berdasarkan Keputusan Direktur RSUD. Dr. Saful Anwar Nomor 440/2472/308/2004 tentang Penyempurnaan Petunjuk Pelaksanaan Penyelengaraan Pelayanan Khusus Di RSU. Dr. Saiful Anwar, yang ditandatangani oleh Dr. Aman Ardjito Endarso, SKM, tanngal 1 Mei 2004

Keputusan Direktur RSUD. Dr. Saful Anwar Nomor 440/2472/308/2004 diduga bertentangan dengan Perda (Peraturan Daerah) Nomor 10 tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Provinsi. Sebab, Keputusan Direktur RSU. Dr. Saiful Anwar diduga belum mendapat persetujuan DPRD Tk I dan Gubernur Jatim.

Dana sebesar Rp 8,4 juta yang dikatakan di Korupsi Dr. Refa adalah, dana retribusi atau biaya operasi/rawat pasien di SMF Mata Rumah Sakit Siful Anwar, yang tidak disetorkan oleh Dr. Refa ke kasir Moblisasi dana SMF Mata. Apakah dokter di rumah sakit pemerintah mengurusi uang ? Apakah pasien yang berobat ke Rumah Sakit ber Plat merah membayar biaya langsung ke dokter atau harus berurusan dulu dengan bagian Administrasi Rumah Sakit ? inilah yang menjadi teka teki yang belum terjawab hingga saat ini.

Dr. Safarudin Refa, Sp.M, KVR atau yang akrab disapa Dr. Refa, adalah salah satu dokter Spesialis Mata senior, yang sudah mengabdi selama 30 tahun, dengan pangkat/Golongan IV E, jabatan sebagai Ketua SMF Mata dan Konsultan RSSA (Rumah Sakit Saiful Anwar) Malang serta Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Brawijaya (Unibra) Malang hingga sekarang.

Namun nasibnya saat tragis. Pada tahun 2015, Hakim Agung Mahkamah Agung RI, Artidjo Alkostar, menjatuhkan Vonis 1 tahun penjara denda sebesar Rp 50 juta subsidair 6 bulan kurungan tanpa ada uang pengganti. Pada hal, dalam putusan tersebut, Dia (Dr. Refa, dinyatakan terbukti melakkan Korupsi dana ODC sebesar Rp 8,4 juta). Dr. Refa dijerat dengan pasal 8 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sebelumnya, pada tahun 2009, Dr. Refa di Vonis bebas murni oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Malang, karena tidak terbukti melakukan Korupsi dana ODC sebesar Rp 8.400.000.  Namun JPU dari Kejari Malang, tidak terima putusan itu, lalu JPU kasasi. JPU “ngotot” bahwa Dr. Refa Korupsi dana ODC selama 3 tahun sejak 2005 hinnga 2008 sebesar Rp 8,4 juta atau Rp 2.800.000 per tahun atau sebesar Rp 233.333,3 per bulan atau Rp 233.333,3 : 24 hari kerja = Rp 9.722,2.

Dr. Refa tidak mencari bebas atas putusan Hakim Agung Mahkamah Agung RI, tapi Ia ingin mencari keadilan, walau Ia (Dr. Rfa) sadari, tidak semudah membalikkan telapak tangan dan ibarat mencari mutiara di dasar laut, namun Ia tetap berupaya dengan mengajukan memori Peninjauan Kembali (PK) memalui Majelis Hakim PN Malang.

Alasan PK bukan tidak beralasan. Dr. Refa memiliki bukti baru (Novum) yang belum pernah ditunjukkan dipersidangan diantaranya, surat keterangan dari Drs Abd Manan Msi, selaku Kepala Penerimaan dan Pendapatan Keuangan RSUD. Dr. Saiful Anwar, yang menyatakan bahwa, pasien katarak yang dilakukan operasi oleh Dr. Safarudin Refa, Sp,M di RSUD. Dr. Saful Anwar sebagai pasien Askes, bukan pasien pelayanan Khusus ODC Mata dan telah diklaim kepada PT Askes Cabang Malang dan telah dibayarkan ke RSUD Dr. Saiful Anwar.

Selain surat dari Kepala Penerimaan dan Pendapatan Keuangan RSUD. Dr. Saiful Anwar, juga ada surat keterangan dari PT Askes No. 1165/13-08/0908 perihal data pasien Askes kamar operasi ruang mata, yang ditandatangani oleh Roni Kurnia, selaku Kepala PT Askes, tertanggal 3 September 2008, yang ditujukan kepada Direktur RSU. Dr. Saiful Anwar Malang. Kemudian Kwitansi pembayaran oleh beberapa pasien melalui kasir RSSA pada tahun 2008.

Pada sidang PK yang berlangsung di PN Malang, Abd. Manan memberikan kesaksian di hadapan Majelis Hakim yang diketua Hakim Rekman. Abd. Manan menyatakan bahwa, Pasien adalah pasien Askes.

“Pasien Dr Refa sejumlah 21 pasien x Rp 400.000 = Rp 8,4 juta, telah membayar uang jasa sarana RS dan pasien Askes yangg di operasinya telah di klaim oleh RSSA ke PT Askes, semua terlihat di pembukuan keuangan RSSA,” kata saksi Abd. Manan, dihadapam Majelis Hakim

Usai persidangan, Dr. Refa menngakatan kepada media ini bahwa, apa yang disampaikan saksi PK adalah sekaligus membantah laporan dan rekayasa yang di sampaikan pelapor oknum-oknum  Struktural di RSSA.

“Apa yang disampaikan Abdul Manan adalah membantah  laporan rekayasa yang disampaikan oleh oknum-oknum pelapor ke Pengawas Prop Jatim, ke Gubernur dan Kajari Malang serta memperkuat putusan bebas murni oleh Majelis Hakim PN Malang. Pertanyaan saya adalah, dari mana Badan pengawas Propinsi mendapat data bahwa terjadi selisih kurang bayar jasa sarana pelayanan khusus ODC Mata. Pasti ada sumbernya bukan berasal dari dalam kantor Abd Manan,” kata Dr. Refa.

Dari sejumlah data yang diperoleh, sebelum ada penyelidikan/penyidikan yang dilakukan oleh Kejari Malang terhadap Dr. Refa, sekitar Maret 2008, ada laporan dari masyarakat ke Kejagung bahwa, di RSUD. Dr. Saiful Anwar ada dugaan Korupsi dana Askes, Korpri, Farmasi, bagian Gizi, Jasa Pelayanan dokter, perawat, karyawan RSSA dan lain lain.

Dan dari data yang dihimpun, laporan tersebut juga masuk ke Kejari Malang. Dan Kejari Malang sempat memeriksa sebanyak 32 orang pejabat struktural di RSUD termasuk Abd. Manan. Anhenya, hasil dari pemeriksaan yang dilakukan Kejari Malang, hingga saat ini “tidak jelas”.

Lalu sekitar Mei 2008, Inspektorat Provinsi Jatim turun gunung. Lalu memeriksa kebagian Mata. Dari sana, Inspektorat “mengambil” data-data pasien dari kamar operasi. Jumlah pasien dalam data tersebut dikalikan julah dana sarana/prasarana. Pada hal, jumlah pasien tersebut tidak seluruhnya dibagian mata melainkan data pasien secara umum. Yang tau mana pasien mata dan pasien liain adalah petugas kamar operasi dengan petugas Askes.

Beberapa bulan kemudian, Dr. Refa dijadikan tersangka oleh penyidik Kejari Malang dan meminta bantuan BPKP Provinsi Jatim untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara. Dalam hasil penhintungan tersebut muncul nilai kerugian sesebar Rp 60.800.000 atau Rp 400.000 X 152 paien. Jumlah 152 pasien ditangani oleh 10 dokter. Dr. Refa adalah urutan ke 5 nilai kerugian yang dituduhkan sebesar Rp 8,4 juta.
  
Hasil Audit BPKP Jatim tanggal 23 januari  2009 ditulis selisih kurang bayar jasa Sarana pelayanan Khusus ODC mata sebesar Rp 60.800.000 oleh 10 dokter mata tidak membayar Retribusi selama 3 taun  sejak 2005 - Mei 2008. Dokter tersebut diantanranya; 1. Dr Maksum Efendi sebesar Rp 11.600.000, 2. Dr Budi Sulistia (Rp 11.600.000), 3. Dr Hariwati (Rp 9.600.000), 4. Dr Hariyah (Rp 8.800.000), 5. Dr Safaruddin Refa   (Rp 8.400.000), 6. Dr Sonny  Agung (Rp 5.200.000), 7.Dr Elfina (Rp   2.000.000), 8. Dr Seskoati (Rp 1.600.000), 9. Dr Anny S (Rp 1.200.000) dan 10. Dr  Debby sebesar Rp 800.000.

Lalu, mengapa penyidik Kejari Malang, hanya menetapkan Dr. Refa sebagai tersangka. Sementara kerugian negara sebesar Rp 52.400.000 “diamankan’ ?. Sementara, Direktur RSUD. Dr. Saiful Anwar, saat dihubungi media ini ke Nomor Telepon Seluler (HP)-nya di 08560799XXXX terkait dengan kasus ini, tak mau menanggapi.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top