0

“JPU tidak menjelaskan dalam surat dakwaan maupun tuntutan berapa kerugian keuangan negara dan siapa yang harus bertanggung jawab?. Lalu apakah hanya untuk memenjarakan Terdakwa???”   

BERITAKORUPSI.CO -
“Lain ladang lain belalang, lain orang lain sudut pandang”. Mungkin seperti bunyi Peribahasa inilah yang terjadi dalam penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telihat jelas berbeda walau dasar hukum yang digunakan untuk menyeret seseorang sebagai Tersangka adalah Undang-Undang yang sama

Undang-undang yang dugunakan dalam penanganan kasus Korupsi oleh Kejaksaan dan KPK adalah Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Anehnya, saat penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi oleh kedua lembaga penegak hukum tersebut terlihat berbeda, padahal Jaksa di KPK juga berasal dari Kejaksaan dan Undang-undang yang yang digunakan juga sama
Pebedaannya adalah, bila kasus Korupsi yang ditangani oleh KPK ter-urai jelas dan terang benderang, baik tempat dan waktu kejadian, jumlah kerugian keuangan negara terutama seseorang yang ditetapkan sebagai Tersangka/Terdakwa yang jelas lebih dari satu orang sebagai pihak yang bertanggung jawab yang akan dituntut secara hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengembalikan sejumlah uang sebagai uang pengganti atas terjadinya kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut

Berbeda pula bila kasus Korupsi itu ditangani oleh Kejaksaan. Bedanya adalah kerugian keuangan negara dimana Tersangka/Terdakwanya yang diseret ke Pengadilan Tipikor untuk diadili terkadang hanya seorang diri dan bukanlah pihak yang bertanggung jawab yang akan dituntut untuk mengembalikan sejumlah uang sebagai uang pengganti atas terjadinya kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut

Pertanyaannya adalah, apakah Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterapan hanya untuk mengadili atau memenjarakan seseorang tanpa perlua penyelamatan uang negara dalam perkara Korupsi? Apakah proses hukum terhadap perkara kasus korupsi sama dengan proses hukum terhadap kasus kriminal seperti pelaku copet atau maling sehingga kerugiaan keuangan negara tidak perlu diselamatkan yang penting ada pihak yang dinyatakan bersalah dan dipenjarakan?

Kasus seperti ini dapat dilihat dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Prasarana Pendidikan (pembangunan gedung SMAN 3 Kota Batu) di Desa Sumbergondo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu Tahun 2014 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp4.080.978.800 berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan (BPKP) Propinsi Jawa Timur SR- 249/PW13/5/2021 tanggal 19 Mei 2021

Dalam perkara ini, ada Terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukan TINDAK PIDANA KORUPSI yaitu Edi Setiawan selaku Anggota Tim Perencanaan dan Penyelesaian Pengadaan Tanah (TP3T) Pemerintah Kota Batu. Terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan di Vonis pidana penjara selama 6 tahun, tetapi tentang kerugian keuangan negara sebesar Rp4.080.978.800 entah siapa yang diuntungkan, siapa yang menikmati dan siapa pula yang wajib bertanggung jawab tidak disebutkan

Yang lebih anehnya lagi adalah kasus perkara Tindak Pidana Korupsi ‘Tanah Kas Desa’ Desa Warungdowo, Kecamatan Pohjentrek, Kabupaten Pasuruan yang menyeret warga Desa Warungdowo sebagai Terdakwa yaitu Mch. Romli yang membuka usaha bengkel di tanah negara bekas RVO (Recht van Opstal) Nomor 1251 atas Nama N.V. Pasoeroean Stroomtram Meij Teis Gravenhage” yang diklaim sebagai Tanah Kas Desa berdasarkan daftar Letter C Desa Warungdowo yang didaftarkan pada tahun 2002 oleh Sekretaris Desa ‘atas perintah Kepala Desa sebelumnya’ dengan Nomor Persil 76 Kelas Desa d.II dan SPPT Nomor Objek Pajak 35.14.180.002.000-2471.7    
Bayangkan, seorang warga biasa yang membuka usaha bengkel di tanah yang disebut sebagai Tanah Kas Desa sejak tahun 2013 dengan memperoleh Surat Keterangan Usaha dari Kepala Desa yang melaporkannya ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, saat ini diadili di Pengadilan Tipikor sebagai Terdakwa kasus Korupsi “TKD”

Yang tak kalah anehnya adalah metode penghitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.233.969.000 yang dilakukan oleh Tim Kejaksaan dan Inspektorat Kabupaten Pasuruan adalah “Rencana pembangunan lapak dikurangi lapak yang sudah dibangun dan dikalikan dengan rencana jumlah retribusi”

Dari kasus tersebut diatas tak jauh beda dengan kasus yang meneyeret Rafwanadi selaku PPTK yang menjabat sebagai Kasi Pengelolaan Media Komunikasi Publik di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten pamekasan sebagai Terdakwa dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Diskominfo Kab. Pamekasan Tahun Anggaran 2021

Baca juga: Siapa Pelaku Utama dan Berapa Kerugian Dalam Perkara Korupsi di Diskominfo Kab. Pamekasan? - http://www.beritakorupsi.co/2022/07/siapa-pelaku-utama-dan-berapa-kerugian.html

Anehnya dari kasus ini adalah bahwa dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan tidak menyebutkan berapa jumlah kerugian keuangan negara dan / atau JPU juga tidak menyebutkan apakah sudah dikembalikan/ditipikan. Dan hal inipun disampaikan oleh Penasehat Hukum Terdakwa yakni Suliasi

Suliasi menjelaskan dalam Eksepsinya, penyebab kasus ini terjadi bukan karena Terdakwa, termasuk hasil audit Inspektorat Kabupaten Pamekasan yang disita oleh Kejari Pamekasan tetapi tidak di uraikan dalam surat dakwaannya terhadap Terdakwa.  
“Berdasarkan Laporan Hasil Audit Inspektorat Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor: 700/25/432.200/LHA/2022 tanggal 11 April 2022, berkaitan dengan tidak sesuainya ketentuan mengenai belanja cetak baliho yang menyebabkan Diskominfo harus mengembalikan pada kas daerah telah dengan tegas dijelaskan dalam laporan tersebut,” ungkap Suliasi

Penyebabnya, kata Suliasi, bukan karena Terdakwa melainkan KPA tidak melakukan review dan pemeriksaan hasil pekerjaan terhadap jumlah baliho yang telah dicetak oleh penyedia jasa dalam realisasi cetak baliho. KPA dalam menyusun HPS (harga perkiraan sendiri) tidak berdasarkan pada harga pasar, sehingga menyebabkan adanya selisih harga.

“Semua itu tertuang dalam laporan hasil audit Inspektorat Daerah Kabupaten Pamekasan. Namun sama sekali tidak tertuang dalam dakwaan, meski laporan hasil audit tersebut telah disita oleh Kejaksaan Negeri Pamekasan,” ujar Suliasi

Dalam Laporan Hasil Audit Inspektorat Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor: 700/25/432.200/LHA/2022 tanggal 11 April 2022, menjelaskan bahwa telah terdapat 11 kegiatan yang didalam realisasinya BELUM sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sehingga, dari total 11 kegiatan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp254.667.750, sebagaimana terurai dalam Laporan Hasil Audit Inspektorat Daerah Kabupaten Pamekasan.

Yang dipertanyakan Suliasi dalam Eksepsinya adalah, “mengapa dari 11 kegiatan tersebut hanya belanja alat/Bbahan untuk kegiatan kantor, bahan cetak (cetak baliho) yang diproses hukum?. Padahal Pengaduan Masyarakat yang diajukan oleh LSM bukan mengenai cetak baliho

Tidak adanya kerugian negara dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Diskominfo Kab. Pamekasan Tahun Anggaran 2021, tidak hanya disebutkan dalam surat dakwaan melainkan dalam surat tuntutan JPU pun tidak dijelaskan. Itulah sebabnya Terdakwa hanya dituntut pidana penjara selama 5 tahun denda sebesar Rp200 juta Subsider pidana kurungan selama 4 bulan  
Tidak adanya kerugian keuangan negara juga dijelaskan JPU kepada Wartawan seusai persidangan, Selasa, 6 September 2022. “Tidak ada,” jawab JPU.

“Tidak ada atau sudah dikembalikan,” tanya Wartawan ingin tau lebih jelas. Namun oleh JPU di jawab “ tidak ada kerugian negara, sudah dikembalikan”. Padahal JPU tidak menyebutkan dalam dakwaan maupun tuntutannya bahwa kerugian negara  sudah dikembalikan atau dititipkan

Pertanyaannya dalah, apakah Kejari Pamekasan hanya menuntut Terdakwa agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya memenjarakannya? Sementara kerugian keuangan negara tidak dijelaskan secara rinci dan siapa yang harus bertanggung jawab?

Sementara tuntutan pidana penjara terhadap Terdakwa Rafwanadi tertuang dalam surat tuntutan JPU dari Kejari Pamekasan yang di bacakan dalam persidangan yang berlangsung diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur (Selasa, 6 September 2022) dihadapan Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim Darwanto, SH., MH dengan di bantu 2 Hakim anggota yaitu A.A. Gd. Agung Parnata, SH., MH dan Hakim Ad Hock Alex Cahyono, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Sikan, S.Sos., MH dengan dihadiri Penasehat Hukum Terdakwa dan dihadiri pula oleh Terdakwa secara Teleconference (Zoom) dari penjara alias Rutan (Rumah Tahanan Negara) Kabupaten Pamekasan karena masih dalam kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019)

Dalam surat tuntutan JPU menyebutkan bahwa perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 12 huruf i Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

“MENUNTUT: Supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini, MEMUTUSKAN :

1. Menyatakan Terdakwa Rafwanadi, S.Sos., MM telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi melanggar Pasal 12 huruf i Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun denda sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) Subsider 4 (empat) bulan kurungan,” ucap JPU

Atas tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH memberikan kesempatan terhadap Terdakwa maupun melalui Penasehat Hukum-nya untuk menyampaikan Pledoi atau Pembelaan pada persidangan selanjutnya yang akan kembali digelar pekan depan. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top