0
#Penerimaan Siswa SMPN 2 Tulungagung TA 2017/2018  melebihi Kuota dari 360 menjadi 406 Siswa, Sebahagian Rekomondasi dari Kadispendikbud, Kejaksaan dan Pejabat lainnya #
beritakorupsi.co – “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Bila guru telah terlibat dalam praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme, bisa jadi anak didiknya (siswa/i) akan mengikuti jejak sang guru, seperti yang terjadi saat ini, dimana ratusan pejabat mulai dari petani, Lurah/Kepala Desa, Kepala Dinas, anggota DPR, Jaksa, Polisi Hakim, Pengacara dan tak menutup kemungkinan oknum wartawan sendiri.

Kasus Korupsi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Polres Tulungagung terhadap 2 guru SMPN 2 Tulungagung pada tanggal 16 Juni 2017 lalu menambah jumlah guru yang diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.

Kedua guru SMPN 2 Tulungagung yang saat ini diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya adalah Rudy Bastomi (44) selaku Waka (Wakil Kepala) Kesiswaan SMPN 2 Tulungagung sekaligus Ketua Panitia PPDB tahun ajaran 2017/2018, dan Supratiningsih (56) selaku Kepala Sarana dan Prasarana (Sarpras) SMPN 2 Tulungagung merangkap sebagai  panitia PPDB Tahun ajaran 2017/2018.

Kedua tersangka/terdakwa ini dijerat dengan pasal penerima dan pemberi yakni pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Anehnya, dalam kasus ini tak ada sipemberi yang diamankan oleh tim Saber Pungli Polres Tulungagung. Yang ditangkap hayan sipenerima, sama halnya dengan kasus OTT yang dilakuan oleh Polres lainnya. Lalu apakah pelaku dalam Perpres Nomor 86 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar atau UU Korupsi pasal 5 dn pasal 11 hanya sipenerima ? Bagaimana dengan sipemberi ?

Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

 (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 11; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Pada tanggal 17 Juni 2017, Kedua pahlawan tanpa jasa ini diringkus oleh tim Saber Pungli Polres Tulungagung dengan barang bukti berupa uang sekitar Rp 35.500.000,  yang terbungkus dalam beberapa amlop berlogo SMPN 2 Tulungagung daftar orang tua calon siswa/i.

Selain itu, Tim Saber Pungli juga menyita barang bukti lainnya, berupa satu bendel daftar hadir orang tua, satu bendel daftar hadir siswa, satu bendel daftar rekapan peserta uji kompetisi, satu buku PPDB jalur tes uji kompetensi 2017/2018, tujuh berkas siswa yang mendaftar PPDB SMPN 2 Tulungagung, satu bendel amplop kosong berkop SMPN 2 Tulungagung dan satu tas warna hitam.

Uang itu terkumpul dari beberapa orang tua calon sisa/i SMPN 2 Tulungagung yang mendaftar dan sedang mengikuti tes jalur kompotensi yang diadakan oleh panitia PPDB. Uang itu akan dipergunakan untuk membeli meja dan bangku di 4 kelas tambahan. Pemungutan uang dari orang tua calon siswa ini tak ada aturan yang memperbolehkannya.

Selain itu, penerimaan siswa/i di SMPN 2 Tulungagung tahun ajaran 2017/2018 juga menyalahi aturan. Sebab jumlah sisawa/i yang harusnya diterima sesuai kuota sebanyak 360 namun faktanya menjadi 406 siswa. Anehnya, yang dilaporkan ke Dinas pendidiakan hanya penambahan 1 kelas baru. Penerimaan siswa/i diluar kuota juga pernah terjadi pada tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 417 siswa. Ada dugaan, bahwa pemungutan dana “siluman” dari orang tua siswa/i bisa jadi dilakukan, hanya saja tak terungkap.
Terjadinya penerimaan siswa/i “siluman” diluar kuota karena adanya rekomndasi dari beberapa pejabat di Kabupaten Tulungagung, diantaranya dari Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung sebanyak 32 orang siswa dan sisanya dari Kejaksaan dan pejabat lainnya.

Sebab, pada April 2017, petugas Inspektorak Kabupaten Tulungagung melakukan Sidak (Inpfeksi mendadak), namun saat itu petugas Inspektorat tak menemukan adanya “kenakalan” guru.

Sebelum terjadi OTT, pada 19 Mei 2017 diadakan rapat antara pihak sekolah dengan Komite sekolah yang dipimpin oleh Eko selaku Kepala Sekolah. Dalam rapat itu dibahas mengenai pemungutan dana dari orang tua calon siswa yang besarnya 600 ribu per siswa (orang tua).


Pada tanggal 16 Juni 2017, Kedua guru SMPN 2 Tulungagung yang terjaring OTT terkait “pungutan liar” saat pelaksanaan ujian kompetensi bagi calon siswa/i SMPN 2 Tulungagung. Pada saat tes uji  kompetensi bagi calon siswa/i  juga didampingi orang tua masing-masing dan diadakan di ruang Ketua PPDB Rudy Bastomi yang satu ruangan dengan tim penguji, yang juga guru di SMPN 2 Tukungagung.

Setiap orang tua calon siswa/i menyerahkan amplop berisi uang kepada Rudy Bastomi dan ada juga yang langsung melalui Eko, Kepala Sekolah lalu dikumpulkan ke Rudy Bastomi, yang nantinya setelah terkumpul seluruhnya, uang tersebut akan diserahkan ke Kepala Sekolah. 

Orang tua calon siswa/i yang menyerahkan sejumlah uang, sudah dipasytikan akan diterima sekalipun gagal dalam tes kompetensi.

Hal inilah yang terungkap dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan 6 orang saksi yang diahdirkan oleh JPU Anik dkk dari Kejari Tulungangung dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketua Hakim I Wayan Sosisawan, pada Jumat, 19 Januari 2018.

Ke- 6 saksi tersebut diantaranya Suharno (Kepala Dinas Pendidikan) Kabupaten Tulungagung, Eko (Kepala SMPN 2 Tulungangung), Sulam (Ex. Lurah yang menjabat sebagai Komite Sekolah),  Edi, Suratno, Purmono masing-masing sebagai guru SMPN 2 Tulungangung yang merangkap sebagai panitia PPDB bagian penguji.

Kepada Majelis Hakim, saksi Eko selaku Kepala SMPN 2 Tulungangung dan Sulam mantan Lurah yang menjadi Sekretaris II Komite Sekolah “melakukan pembohongan”. Karena keterangan yang diucapkan para pejabat ini tak sesuai dengan fakta.

Saksi Sulam menjawab tidak ada, atas pertanyaan Majelis Hakim terkait hasil rapat mengenai penambahan ruang kelas dan besaran pungutan dari orang tua calon siswa yang ditentukan oleh Kepala Sekolah. Pada hal, Ketua Komite Sekolah mengakui bahwa Kepala Sekolah SMPN 2 Tulungagung menentukan besaran pungutan yakni Rp 600 ribu per orang tua calon siswa.

“Rapat tanggal 19 Mei 2017 belum ada membahas besar tarikan,” kata saksi Sulam.

Anggota Majelis Hakim pun menyarankan agar saksi berkata jujur. Namun saksi yang mantan pejabat ini tetap tak mau jujur. “Saudara juju raja, karena pada minggu lalu, Ketua Komite Sekolah mengakui besar pungutan 600 ribu per calon siswa,” kata Hakim Mahin.

Anehnya, mantan lurah yang kemudian menjadi Komite Sekolah ini tidak tau kalau dirinya menjabat sebagai Sekertaris II Komte Sekolah. Ketidak tahuannya itu dikatakan saat Penasehat Hukum terdakwa menanyakkan tentang jabatannya di Komite Sekolah. Bahkan Majelis Hakim pun menganjurkan agar saki Sulam berobat

Saksi Eko tak mau kalah dengan saksi Sulam, malah keterangan orang nomor satu di sekolah milik pemerintah ini bisa jadi akan “menyeret”-nya ke penjara. Karena ternyata ada 12 amplop berisis uang yang disita dan dijadikan sebagai barang bukti dipersidangan. Uang itu adalah uang pungutan dari orang tua calon siswa SMPN 2 Tulungagung.

Namun dengan PD (Percaya Diri) sambil tertawa, Eko tak mengakui. Bahkan pejabat yang satu ini tak mengakui sejak kapan terdakwa melakukan pemungutan dana. Dan pada saat OTT dilakukan oleh tim Saber Pungli Polres Tulungagung, Eko mengakui sedang rapat di Dinas.

“Saya tidak tau. Penarikan dana diperbolehkan sesuai dengan Peraturan Meneteri,” kata Eko. Saat Majelis Hakim menanyakkan Permen (Peraturan Meneteri) dan tahun berapa, Eko menjawab lupa.

Atas keterangan Eko, Hakim Mahin maupun Ketua Majelis Hakim I Wayan langsung menanyakkan JPU Anik terkait barang bukti. JPU Anik pun menjelaskan bahwa ada 12 amplop berisi uang yang berasal dari saksi.

“Ada 12 amplop,” jawab JPU Anik kepada Ketua Majelis sambil menunjukkan amplop dimaksud yang dijadikan sebagai barang bukti.

Majelis Hakim juga menanyakkan anggaran untuk pembelian meubler terhadap saksi. Menurut saksi, bahwa untuk pembelian meubler di 4 ruang kelas itu berasal dari Dinas Pendidikan karena proposal yang diajukannya pada Juni sudah terealisasi pada oktober 2017.

“Dari Dinas Pendidikan, proposalnya sudah diterima,” kata Kepala Sekolah ini.

Sementara Majelis Hakim menanyakkan perbedaan antara pungutan dan sumbangan terhadap Kepala Dinas Pendidikan. Pejabat nomor satu di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung ini menjelaskan, bahwa sumbangan adanya kesepakatan, sementara kalau pungutan tidak.

“Kalau sumbangan karena ada kesepakatan dan tidak dipaksa, dan ada Permenya” kata Kepal Dinas ini. Namun Suharno menjawab lupa Permen nomor berapa saat ditanya Majelis Hakim.

Majelis Hakim juga menanyakkan terkait APBD-Perubahan atun anggaran 2018 untuk SMPN 2 Tulungagung. Suharno menjelaskan, bahwa terpaksa dia lakukan karena melihat kondisi.

“Apaka karena terjadi OTT atau karena kondisi ?,” tanya anggota Majelis Hakim Hahin. “Karena kondisi,” jawab saksi.

Dari keterangan pejat di Dinas Pendidikan Tulungangung ini mengingatkan atas keterangan terpidana kasus Korupsi suap OTT yang dilakukan KPK terhadap Ketua DPDR Kota Mojokerto Purnomo. Purnomo mengatakan, bahwa uang suap itu adalah rejeki dari “Tuhan”.

Pada hal, dua kata itu tak jauh beda pengertiannya. sama dengan padi, beras dan nasi bila diterjemahkan ke dalam bahas inggris sama dengan raice. Lalu apakah sumbangan diperbolehkan dilakukan oleh sekolah-sekolah walau tidak ada aturan perundang-undangan sebagai paying hukum ? Bisa jadi orang tua

Aneh memang! Mengapa penyidik Polres Talungagung tidak “menyeret” Eko dalam kasus ini ? Sementara sebagai perbandingannya, saat KPK melakukan OTT suap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya, KPK juga menyeret Bupati Pamekasan A. Syafi’i sebagai tersangka (saat ini menjadi terpidana).

Pada hal dalam kasus OTT tersebut, tak ada bukti tetapi dari pengakuan Rudi Indra Prasetya dan Soetjipto Utomo selaku Kepala Inspektorat (juga saat ini sebagai terpidana) mengakui, bahwa kasus yang menimpa para pejabat di Kabupaten Pamekasan itu karena Bupati.

Lalu ada apa dengan saksi Eko selaku Kepala Sekolah SMPN 2 Tulungagung, yang terlibat dalam pemungutan dana dari orang tua calon siswa, apalagi barang bukti ada yang disita, namun hingga saat ini masih aman dan nyaman menjalankan tugsanya ?

Usai persidangan. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungangung Suharno kepada wartawan media ini mengatakan, bahwa sekolah diperbolehkan untuk menerima sumbangan berdasarkan Permen. Saat ditanya Permen nomor berapa dan tahun berapa, Suharno menjawab lupa, tapi tahunnya diingatnya yakni  2017

“Saya lupa tapa, tahun 2017 awal,” jawabnya

Saat ditanya lebih lanjut terkait jumlah siswa diluar kuota dan pengawasan secara langsung setelah dimulainya belajar mengajar tahun ajaran 2017/2018 termasuk jumlah anggaran dalam APBD-P, Kepala Dinas Pendidikan ini menjawab tidak tau. Suharno menjelaskan, bahwa Kepala Sekolah SMPN 2 Tulungagung hanya memberitahukannya adanya penambahan kuota 1 kelas, dan Ia juga mengatakan telah dilakukan pengawasan secara langsung.

“Saya tidak tau, saya hanya dilapori kalau ada penambahan ruang kelas. Ada pengawasan secara langsung. Kalau anggaran dalam APBD-P sebesar Rp 80 juta untuk pembelian meja dan bangku, setelah meliha kondisi sekolah. Kan kasihan anak-anak, sudah terlanjur diumumkan diteriam,” jawabnya.

Pada hal, terjadinya jumlah kuoata karena adanya rokomondasi dari pejabat di Kabupaten Tulungagung termasuk dari Suharno selaku Kepala Dinas Pendidikan sebayak 32 orang siswa.

Terkait Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dimaksud adalah Permendikbud No 11 tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 6 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam Permendikbud Nomor 11 tahun 2017 ini adalah tentang penyaluran Bantuan Pemerintah di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bukan tentang penerimaan bantuan dari orang tua siswa atau orang tua calon siswa.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top