0
“Nama EAT (Erik Armando Talla.Red) tak asing lagi dikalangan Media dan Wartawan di Malang serta Pejabat, karena EAT juga di duga terlibat dalam beberapa kasus Korupsi proyek di beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Timur” -

BERITAKORUPSI.CO – Nama EAT (Erik Armando Talla.Red), adalah seorang pegusaha yang tak asing lagi dikalangan Media dan Wartawan di Kota Malang Raya termasuk dikalangan pejabat.

Karena EAT diduga terlibat dalam beberapa kasus Korupsi proyek pengadaan dibeberapa Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Diantaranya proyek pengadaan di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang tahun 2011, dimana kasus ini menghantarkan Bupati Malang periode 2010 – 2015 dan periode 2016 - 2021 Rendra Kresna dan Ali Murtopo (kontraktor) diadili kasus Korupsi Suap fee proyek pekerjaan peningkatan fisik dan mutu pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang tahun 2015

Ali Murtopo saat ini sudah berstatus terpidana setelah Majelis Hakim menjatuhkan hukuman (Vonis) pidana penjara selama 3 tahun dari 4 tahun tuntutan JPU KPK. Selain pidana penjara, Ali Murtopo juga dihukum untuk membayar denda sebesaar Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan serta pidana membayar uang pengganti sejumlah Rp1.8 milliar subsidair 1 tahun penjara.

Ali Murtopo dinyatakan bersalah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tindak  Pidana Korupsi No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP

Sedangkan Rendra Kresna di Vonis pidana penjara selama 6 tahun dari 8 tahun tuntutan JPU KPK. Selain pidana penjara, Rendra Kresna juga dihukum pidana untuk membayar denda sebesaar Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan serta hukuman pidana membayar uang pengganti sejumlah Rp4.075.000.000 (empat miliyar tujuh puluh enam juta rupiah) subsidair 1 tahun penjara. Juga pencabutan hak (Politik) untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah Rendra Kresna selesai menjalani pidana penjara.

Rendra Kresan dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf b Undang-Undang Tindak  Pidana Korupsi No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian EAT juga diduga terlibat berasama Hedrawan Maruszma anak almarhum mantan Jamwas Kejaksaan Agung RI, selaku Komisiari PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK) dalam kasus Korupsi suap Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp250 juta terkait proyek jembatan Kedungkandang Kota Malang Tahun 2015

Dalam kasus ini, KPK telah menyeret Hedrawan Maruszma ke Pengadilan Tipikor dan sudah divonis pidana penjara selama 2 tahun (telah berstatus terpidana). Sedangkan Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019 belum diadili, namun Moch. Arif Wicaksono diadili dalam kasus Korupsi suap pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 bersama 41 anggota DPRD periode 2014 – 2019 termasuk Wali Kota Malang, Moch. Anton dan Kepala Dinas PU Jarot Edy Sulistlyono (semuanya telah berstatus terpidana)
Serta dugaan keterlibatan EAT dan HM (Hedrawan Maruszma.Red) dalam kasus proyek pengadaan di Dinas PU Kabupaten Mojokerto. Dalam kasus ini, KPK telah menyeret Kepala Dinas PU Kab. Mojokerto Zaenal Abidin ke Pengadilan Tipikor Surabaya dan saat ini sedang menjalani proses persidangan.

Dan setelah 1 tahun Rendra Kresna selaku Bupati Malang diadili dan di Vonis pidana penjara selama 6 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada Kamis, tanggal 9 Mei 2019, kini giliran EAT akan segera menyusul setelah KPK menjebloskan EAT ke penjara sebagai tersangka bersama-sama RK

Kamis, 30 Juli 2020, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhirnya menahan tersangka EAT (Erik Armando Talla) dalam kasus dugaan Korupsi penerimaan gartifikasi bersama-sama Renda Kresna selaku Bupat Malang periode 2010 – 2015 dan 2016 – 2021

Penahan tersangka EAT disampaikan oleh Juru bicara KPK Ali Fikri dalam Konferensi Pers yang dikirimkan ke beritakorupsi.co.

“Hari ini (Kamis, 30 Juli 2020), kami akan menyampaikan perkembangan penyidikan salah satu perkara yang ditangani KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi RK (Rendra Kresna.Red) selaku Bupati Kabupaten Malang periode 2010 – 2015 dan 2016 – 2021 yang dilakukan bersama-sama dengan tersangka EAT,” kata Ali Fikri

Ali Fikri menjelaskan, untuk kepentingan penyidikan, setelah memeriksa saksi sebanyak 75 orang, KPK melakukan penahanan tersangka EAT selaku orang kepercayaan Bupati RK.

Tersangka EAT ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 30 Juli 2020 sampai 18 Agustus 2020 di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur. Sebelum dilakukan penahanan, tersangka EAT sudah menjalani protokol kesehatan dalam rangka mitigasi penyebaran wabah Covid-19.

Tersangka EAT ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan RK dan telah diumumkan KPK sejak tanggal 10 Oktober 2018.

Tersangka RK sebelumnya juga telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim dan saat ini sedang menjalani hukuman dalam perkara Korupsi penerimaan suap terkait penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan pada Dinas Pendidikan pemerintah Kabupaten Malang TA 2011.

Ali Fikri pun menjelaskan konstruksi kasus yang menyeret EAT dan RK, yaitu bahwa tersangka EAT merupakan kontraktor, dan memiliki perusahaan CV. TB, CV. TA, CV. dan PT. AAP sejak tahun 2010-2015.

Perkara ini bermula pada tahun 2010, setelah RK terpilih sebagai Bupati Malang, RK meminta EAT selaku orang kepercayaan dan tim suksesnya untuk melakukan pengkondisian Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan Kabupaten Malang yang dilelang melalui e-Proc di LPSE Kabupaten Malang. Atas permintaan tersebut EAT melakukan pengkondisian lelang dari tahun 2011 sampai 2013.

Selain itu, atas perintah RK, EAT juga mengumpulkan dan diduga menerima gratifikasi berupa uang terkait dengan fee dari para pemenang lelang Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Tahun 2011 dan 2012.

Tersangka EAT selaku orang kepercayaan RK sebagai Bupati Kabupaten Malang periode 2010-2015 dan 2016-2021 diduga secara bersama-sama dengan RK menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban RK selaku Bupati Kabupaten Malang periode tahun 2010-2015 dan 2016-2021.

Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat dan barang elektronik, bahwa EAT selaku orang kepercayaan RK Bupati Malang periode tahun 2010 – 2016 dan periode tahun 2016 – 2021 dan kawan-kawan diduga menerima gratifikasi berupa uang dari sejumlah pihak

Diantaranya, pengkondisian pengadaan barang dan jasa di seluruh Dinas Kabupaten Malang pada tahun 2011 sampai tahun 2013 dengan fee untuk Bupati yang jumlahnya antara 7% hingga 15%.

Menerima dan mengumpulkan fee-fee dari pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang tahun 2011 dan tahun 2012 untuk RK selaku Bupati Malang periode tahun 2010 – 2015 dan periode tahun 2016 – 2021.

Teknis penerimaan dana tersebut, diterima melalui EAT, selanjutnya atas persetujuan/pengetahuan RK digunakan untuk kepentingan RK. Tersangka EAT diduga berperan menerima fee-fee proyek dari rekanan untuk kepentingan RK.

Bahwa penerimaan-penerimaan dana tersebut diberikan karena berhubungan dengan jabatan RK sebagai Bupati Malang. Jumlah total dugaan penerimaan gratifikasi oleh RK dari tahun 2010 sampai dengan 2018 bersama-sama dengan Tersangka EAT berjumlah sekitar Rp7,1 Miliar.

Bahwa RK dari tahun 2010 sampai dengan 2018 bersama-sama dengan Tersangka EAT tidak melaporkan dugaan Gratifikasi yang Ia terima kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), terhitung 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya Gratifikasi tersebut.

Atas perbuatan tersebut, EAT bersama RK selaku Bupati Kabupaten Malang periode tahun 2010 – 2015 dan periode tahun 2016 – 2021, dejerat melanggar Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuatan Kepala Daerah yang menerima gratifikasi adalah perbuatan yang melanggar sumpah jabatan seorang Kepala Daerah. Perbuatan ini sangat mencinderai rasa keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya.

“Untuk itu KPK mengingatkan untuk seluruh kepala daerah, agar tetap memegang teguh janji dan sumpah jabatan selaku kepala daerah dengan tidak melakukan praktek dan perilaku yang koruptif dengan kewenangan yang dimilikinya,” kata Ali Fikri. (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top