![]() |
Tersangka Abdul Rahem Faqih (Kanan) |
Selain menetapkan Direktur Utama PT Indo Modern Minning Sejahtera (IMMS), Lam Chong San (Warga Negara Tiongkok), dan mantan Kepala Bidang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup (Kabid PB-BLH) Lumajang, R. Abdul Ghofur, yang juga mantan Camat lulusan SMEA itu dan saat ini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor, kini giliran Wakil Direktur CV Lintas Sumberdaya Lestari, Abdul Rahem Faqih, menjadi tersangka dan langsung menempati “kamar hotel prodoe” alias penjara yang sudah disiapkan oleh Penyidik Kejati Jatim.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dandeni Herdiana, kepada wartawan media ini saat dihubungi, Senin, 20 Juni 2016. “Ia benar. Dia sebagai Konsultan. Kita tetapkan sebagai tersangka dan langsung kita tahan,” kata Dandeni
Dalam kasus ini, CV Lintas Sumberdaya Lestari adalah sebagai Konsultan AMDAL (Analisi mengenai Dampak Lingkungan). Pada tahun 2009, Lam Chong San, selaku Direktur Utama PT IMMS, memberi kuasa kepada Vita Alfiana, selaku Direktur PT IMMS untuk mengajukan permohonan ijin usaha penambangan Eksplorasi galian pasir besi dan tempusari di Kabupaten Lumajang seluas 8.495,5 Ha, kepada Pemkab Lumajang, yang sudah mendapat ijin kuasa pertambangan (KP) Eksplorasi dengan Nomor persetujuan 503/01/427.14/2009 tanggal 30 Juni 2008, dengan masa berlaku 1 tahun. Berdasarkan surat Nomor 503/904/427.14/2009 tanggal 25 Agustus 2009. Selanjutnya, Pemda Lumajang memperpanjang ijin kuasa pertambangan tersebut yang berlaku selama 3 tahun yakni hingga 30 Juni 2011.
Pada permohonan ijin Kuasa Pertambangan oleh PT IMMS, ternyata tidak didukung atau tidak dilengkapi dengan ijin UKL-ULP (upaya pengelolaan lingkungan – upaya pemantauan lingkungan) yang seharusnya dilampirkan pada permohonan. Namun Pemda Lumajang tetap menerbitkan ijin PK kepada PT IMMS. Untuk memperoleh ijin usaha produksi pertambangan (IUP-OP) dari Pemkab Lumajang, Lam Chong San memberi kuasa kepada Vita Alfiana untuk menandatangani perjanjian kerjasama penyusunan dokumen AMDAL penambangan pasir besi di Kabupaten Lumajang, dengan CV Lintas Sumberdaya Lestari selaku Konsultan, yang ditanda tangani oleh Abdul Rahem Faqih selaku Wakil Direktur, dengan nilai kontrak kerja sebesar Rp 265 juta, dengan tenggang waktu 60 hari kerja.
IUP-OP adalah ijin yang diberikan, setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi operasional produksi yang meliputi, tahapan kegiatan kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian termasuk pengangkutan dan penjualan. Dokumen AMDAL yang tediri dari KA-ANDAL (kerangka acuan – analisis dampak lingkungan), ANDAL (analisis dampak lingkungan), RKL (rencana pengelolaan lingkungan), RPL (rencana pemantauan lingkungan) dan RE (Ringkasan Eksekutif), ini diperlukan sebagai salah satu syarat mutlak pengajuan permohonan untuk mendapatkan ijin usaha pertambangan kepada Pemkab Lumajang.
Dalam melakukan penyusunan dokumen AMDAL PT IMMS, CV Lintas Sumberdaya Lestari membentuk Tim yang dipimpin oleh Abdul Rahem Faqih. Penyusunan dokumen AMDAL seharusnya disusun berdasarkan peraturan maupun perundang-undangan yang berlaku daiantaranya, UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, PP No 27/1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 8/2006 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Dalam berita acara hasil rapat koordinasi Tim teknis komisi penilai AMDAL dan penyusun dokumen AMDL PT IMMS, ada kejanggalan. Sebab, Tim sudah bekerja sejak 19 Maret 2010, sementara surat permohonan IUP-OP dari PT IMMS tertanggal 24 Maret 2010, sementara Tim teknis baru dibentuk 26 Maret 2010, sehingga kegiatan Tim tersebut dianggap tidak sah. Selain itu, PT IMMS juga belum memperoleh ijin dari Kementerian terkait pelepasan lahan untuk eksplorasi. Mengingat lahan yang menjadi pertambagan adalah milik perhutani.
Kasus penambangan pasir di Kabupaten Lumajang menjadi perhatian Publik. Mulai dari pemulung hingga President, setelah salah seorang warga Lumajang tewas ditangan para “preman tambang” yakni, Salim Kancil, yang diotako Kepala Desa Selokawarawar, yang saat ini sudah disidangkan di PN Surabaya, dengan tuntutan seumur hidup.
Yang menarik perhatian seluruh rakyat Indonesia adalah penambangan pasir (Galian C) di Desa Selokawarawar, yang menghasilkan lembaran-lembran rupiah hingga puluhan juta per harinya, atau milliaran perbulan yang diduga mengalir ke kantong-kantong pribadi sebahagian para pejajabat Daerah Kabupaten, Provinsi dan bisa juga kemana-mana, dan bukan penambangan pasir besi (galian B) di Desa Pasirian.
Namun sepertinya, untuk menutupi kasus yang sebenarnya, maka saat ini yang disidangkan adalah kegiatan yang dilakukan PT IMMS. Walau pada thn 2011, PT IMMS telah membayar iuran tetap IUP Eksplorasi periose perpanjangan ke II Wilayah Lumajang, tanggal 25 Agustus 2010 sampai dengan 24 Agustus 2011, sebesar Rp 51.098.000, tanggal 16 Mei 2011 dan Rp 17.925.000 tanggal 18 Mei 2011 ke Pemerinta melalui Departmen Energi dan Sumberdaya mineral. Tahun 2012, pembayaran Iuran tetap IUP Produksi Blok Dampar Kabupaten Lumajang, periode 2011 – 2012 sebesar $US 4.780 atau Rp 43.426.300 tanggal 8 Mei 2012, dan Rp 132.841.800 tanggal 12 Mei 2012. Serta pada tahun 2013 sebesar Rp 159.329.161
Setelah PT IMMS diseret ke Pengadilan Tipikor, maka kasus penambangan pasir di Desa Selokawarawar menjadi “tenteram”. Dalam fakta persidangan, bahwa yang melakukan penambangan di milik PT IMMS sejak 2009 adalahm masyarakat setempat maupun dari luar. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :