0
Kajati Jatim, Maruli Hutagalung
Surabaya, bk – “Saya sudah tanya sama Kjr (Kajari) Jombang, tidak ada penarikan uang. Itu inisiatif para terdakwa sendiri. Saya sudah perintahkan, tidak boleh terjadi lagi hal demikian.tks”.

Kalimat diatas adalah pesan singkat (SMS) dari Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Maruli Hutagalung, ke nomor HP wartawan media ini, pada Kamis, 16 Juni 2016. Pesan singkat (SMS) Maruli, adalah menjawab pertanyaan media ini pada Rabu, 15 Juni 2016, terkait adanya penarikan biaya untuk menyewa Bus mini jenis ELF oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang kepada para terdakwa yang terjerat dalam kasus dugaan Korupsi kredit fiktif dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), untuk menghadiri persidangan dari rumah tahanan (Rutan) Jombang ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suraya di Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur.

Dalam kasus dugaan Korupsi KUR, yang dikucurkan Pemerintah melalui Bank Jatim cabang Jombang, pada Oktober 2010 hingga Maret 2012 lalu sebesar Rp 24 M, yang merugikan negara senilai Rp 19,5 milliar, penyidik Polda Jatim menetapkan 12 terdakwa yang terdiri dari Kepala Cabang Bank Jatim, cabang Jombang, 2 penyelia dan 9 analisis.

Ke 12 terdakwa itu, semula ditahan di Rutan Kls I Medaeng, Sidoarjo, kemudian dipindahkan ke Rutan Jombang. Untuk menghadiri persidangan di Pengadilan Tipikor, para terdakwa ini ditarik biaya angkutan untuk menyewa satu unit Bus mini Jenis ELF, dengan besarnya berfariasi antara 200 hingga 300 ribu rupiah per orang (terdakwa) untuk sekali sidang. Hal itu seperti yang diungkapkan keluarga terdakwa kepada media ini di Pengadilan Tipikor, sesaat setelah para terdakwa dan petugas Kejari Jombang dengan pengawalan dari Kepolisian Polres Jombang, meninggalkan gedung Pengadilan Tipikor sekitar pkl 15.00 wib, setelah persidangan dinyatakan ditunda oleh Majelis Hakim, pada Rabu 15 Juni 2016.

“Bayar, Mas, tergantung dari besar gajinya. Ada yang dua ratus ribu, ada yang Tiga ratus ribu untuk sekali jalan. Itu sudah sejak awal, Mas. Ada satu yang ditarik 125 ribu karena sudah pensiun,” kata keluarga terdakwa. Dari ungkapan keluarga terdakwa, tidak ada yang mengatakan atas inisiatif.

Desas-desus terkait adanya penarikan biaya dari terdakwa yang ber- status tahanan, sebanrnya bukan hal baru, baik dipidana umum maupun di pidana korupsi. Hanya saja, terdakwa maupun keluarganya merasa takut. Hal itu diakui juga oleh salah seorang pengacara, Robert P, setelah membaca berita di media ini, terkait adanya penarikan untuk sewa kendaraan. “Kasus terdakwa harus bayar kendaraan, itu sudah bukan rahasia. Klien saya pun harus bayar kendaraan milik Kejaksaan Sidoarjo setiap sidang di Tipikor. Apa boleh kesepakatan untuk anulir ketentuan UU (undang-undang) ? Itu klien saya yang sampaikan, bahkan mengeluh kog harus bayar “angkutan” ?,” kata Robert lewat BlackBerry Messenger (BBM).

Anehnya, apakah perintah orang nomor satu di Lembaga Adiyaksa yang berkantor di Jalan Raya Ahmat Yani itu hanya untuk Kejari Jombang, atau seluruh Kejari di Jawa Timur ?  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top