![]() |
Terdakwa Dalam Kasus Perkara Korupsi PT PWU |
beritakorupsi.co - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur (Jatim) menambah hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Oepoyo Sarjono menjadi 1 tahun dan 6 bulan dari hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, dalam kasus Tindak Pidana Korupsi penjualan Aset Pemprov Jatim yang dikelola PT Panca Wira Usaha (PT PWU) pada tahun 2003 lalu dalam Jilid II, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp11.071.914.000.
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur dengan Nomor Perkara No. 46/PID.SUS/TPK/2018/PT.SBY tanggal 3 Oktober 2018 oleh Heri Sukemi., SH., MH selaku Ketua Majelis Hakim dengan dibantu dua Hakim anggota yakni Moh. Ichwan., SH,. M.Hum dan Dr. H. Ansori., SH., MH menyatakan, bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tidak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana
Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur terhadap terdakwa Oepoyo Sarjono terkait hukuman pidana tambahan berupa denda dan pengembalian kerugian negara, sama dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dalam perkara Nomor 186/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Sby tanggal 29 Juni 2018 yakni denda sebesar Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan. Uang Pengganti sebesar Rp2.095.457.000 yang sudah dititipkan oleh terdakwa kepada penyidik Kejati Jatim pada saat dirinya ditetapkan menjadi tersangka dirampas untuk negara.
Terkiat putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur terhadap terdakwa Oepoyo Sarjono, hingga saat ini belum diketahui apakah JPU Kejati Jatim maupun terdakwa akan melakukan upaya hukum kasasi, mengingat putusan ini sama dengan tuntutan JPU, sementara yang melakukan upaya hukum Banding adalah terdakwa sendiri melalui Penasehat Hukumnya. Yang mungkin berharap akan mendapatkan putusan bebas, sama dengan Dahlan Iskan.
Sementara terdakwa melalui Penasehat Hukumnya, Gatra, saat dihubungi media ini, tak banyak memberikan tanggapan. Gatra hanya meng “Ia” kan kalau hukuman kliennya ditambah dari 1 tahun menjadi 1 tahun dan 6 bulan.
Kalau JPU dan terdakwa tidak melakukan upaya hukum Kasasi, kapan JPU akan mengeksekusi terdakwa Oepyo Sarjono, mengingat terdakwa tidak ditahan hingga saat ini. Memang penyidik Kejati Jatim sempat melakukan penahanan terhadap terdakwa Oepoyo Sarjono, begitu juga terhadap Dahlan Iskan, namun tak lama hanya seminggu karena alasan sakit. Tetapi perlakukan itu “tidak berlaku” bagi setiap tersangka/terdakwa yang sakit pula.
Tetapi bisa jadi, tersangka akan melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung, dengan berharap mendapatkan putusan bebas, atau untuk mengulur tindakan dari JPU melakukan eksekusi.
Dalam kasus Jilid II ini, Kejati Jatim menetapkan 2 tersangka/terdakwa, yaitu Oepoyo Sardjono selaku Direktur Utama PT Sempulur Adi Mandiri (PT SAM), dan Sam Santoso sebagai Direktur PT SAM. Keduanya selaku pembeli 2 (dau) asset milik Pemprov. Jatim yang terletak di Kediri dan Tulungagung. Kedua aseet ini di kelola dan dijual oleh PT Panca Wira Usaha (PT PWU) pada tahun 2003.
Karena tersangka Sam Santoso dikatakan sakit tanpa ada upaya dari JPU mendatangkan dokter pemerintah untuk memeriksa kesehatan Sam Santoso, akhirnya hanya Oepoyo Sarjono lah yang diadili, hingga “Tuhan memanggil” Sam Sntoso beberapa waktu lalu di Singapur (kabar kematian Sam Santoso diterima media ini dari Penasehat Hukum Sam Santoso).
Namun dalam kasus ini, keduanya ditetapkan menjadi tersangka selaku pembeli Aset PT PWU bukan sebagai pemilik perusahaan PT SAM, melainkan sebagai pribadi yang diuntungkan sebesar Rp8 miliyar lebih dari total kerugian negara sebesar Rp11.071.914.000. Hal inilah yang diucapkan oleh 5 (lima) Majelis Hakim saat membacakan putusan dalam Jilid I dengan terdakwa Wisnu Wardhana selaku Ketua Tim penjualan Aset, dan terdakwa Dahlan Iskan selaku Direktur Utama PT PWU, pada tanggal 21 April 2017.
Sementara dalam Jilid I, dengan terdakwa Dahlan Iskan selaku Dirut PT PWU dan terdakwa Wisnu Wardhana selaku Ketua Tim Penjualan Aset. Kdua terdakwa ini, dijerat oleh JPU dengan ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Oleh JPU, terdakwa Dahlan Iskan dituntut pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan, dan tuntut juga untuk membayar uang pengganti sebesar Rp4,1 milliyar rupiah atau pidana penjara selama 3 tahun dan 5 bulan. Namun oleh Majelis Hakim, terdakwa Dahlan Iskan Divonis pidana penjara selama 2 tahun, denda sebesar Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan. Sedangan uang pengganti dalam tuntutan JPU, tidak ada dalam putusan Majelis Hakim.
Dan untuk terdakwa Wishnu Wardhana, dituntut pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu dituntut untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2.5 miliyar, dan kalau tidak membayar hartanya akan disita oleh Jaksa. Kalau hartanya tidak mencukupi diganti dengan penjara selama 3 tahun.
Terdakwa ini pun sama-sama mendapatkan hukuman ringan. Karena Majelis Hakim menghukum terdakwa Wishnu Wardhana dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda sebersar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Hukuman pidana untuk membayar kerugian negara juga diperkecil oleh Majelis Hakim menjadi sebesar Rp1.5 miliyar, atau pidana penjara selama 1 tahun bila tidak membayar.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa benar pada bulan Agustus 2003, terdapat 5 penawar yang memasukkan surat penawarannya seolah-olah proses lelang sudah berlangsung. Sebelum dibuka penawaran lelang pada tanggal 30 Agustus 2003, sudah dilakukan pembayaran oleh Sam Santoso berupa BG yang jatuh tempo pada tanggal 23 September 2003. Semua uang tersebut masuk ke PT PWU pada tanggal 25 September 2003.
Majelis Hakim menyatakan, adanya rekayasa lelang mulai dari kesepakatan harga dan pembayaran pada tanggal 30 Agustus 2003. Pada hal, persetujuan RUPS baru dilakukan pada tanggal 3 September 2003, dan taksiran harga dari lembaga terkair baru dilakukan sekitar pertengahan Oktober 2003, setelah dilakukan transaksi dan pembayaran atas asset yang terletak di Kediri dan Tulungagug. Negoisasi kedua harga penjualan asset yang oleh Wishnu Wardana selaku penjual, dengan calon pembeli yang diwakili oleh Sam Santoso, baru dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2003.
Pada hal, lanjut Majelis Hakim, pembayaran sudah dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2003. Penanda tanganan Akte No 39 tentang pembatalan atas Akte No 5 dan 6 tentang Akte jual beli yang ditanda tangani oleh terdakwa Dahlan Iskan selaku penjual milik PT PWU Jatim, dengan Oepoyo Sarjono dan Sam Santoso selaku pembeli setelah dilakukannya pembayaran.
Majelis menyatakan, bahwa terdakwa Dahlan Iskan selaku Dirut PT PWU bersama-sama dengan Wishnu Wardana selaku Ketua Tim Pelepasan asset adalah perbuatan yang sewenang-wenang karena jabatan yang melekat pada dirinya.
Pelepasan aseet di dua tempat tesebut seluas ribuan meter persegi berupa bangunan dan tanah, tidak sesuai dengan prosedur, diantaranya harga penjualan dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), tidak melibatkan tim penilai hara tanah (Appraisal), tidak melalui proses lelang, tidak membuat pengumuman di media nasional berbahasa Indonesia, sudah ada pembayaran sebelum jadwal pembukaan lelang, dan pelaksanaan RUPS serta penandatanganan Akte jual beli antara Dahlan Iskan dengan Sam Santoso, Direktur PT Sempulur Adi Mandiri (PT SAM), dan kemudian Akte tersebut dibatalkan setelah adanya pembayaran. Penanda tanganan Akte tersebut di kantor Dahlan Iskan di Graha Pena, Jalan Ahmat Yani Surabaya bukan di kantor Notaris.
Sebelumnya, terdakwa Dahlan Iskan bersama Tim Penasehat Hukumnya mengatakan, bahwa apa yang dilakukan oleh terdakwa Dahlan Iskan sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT), dan tidak perlu persetujuan DPRD Jatim. Sementara menurut terdakwa Dahlan Iskan, bahwa pelepasan asset tersebut menjadi tanggung jawab Wishnu Wardana karena sudah di delegasikan.
“Berkat Tuhan” pun berpihak kepada terdakwa Dahlan Iskan, karea Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur, membatalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang memeriksa dan mendengarkan langsung keterangan saksi-saksi termasuk dari terdakwa sendiri serta barang bukti yang diperlihatkan JPU dalam persidangan.
Dahlan Iskan pun Divonis BEBAS oleh 5 (lima) Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur, yakni DR. Andriani Nurdin. SH., MH,; Mulijanto. SH., MH,; Syamsul Ali. SH., MH,; Irwan Rambe. SH., MH, dan H. Moch. Ichwan. SH., M.Hum, pada tanggal 31 Agustus 2017 dalam Nomor Perkara No. 49/PID.SUS/TPK/2017/PT.SBY.
Sementara Wishnu Wardhana tetap dianggap bersalah oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur, namun diberi “bonus” 6 bulan.
Karena Dahlan Iskan divonis bebas, Kejati Jatim pun tak tinggal diam. Saat ini Kejati Jatim menunggu putusan dari Hakim Agung di Mahkamah Agung RI, apakah akan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur atau Pengadilan Tipikor Surabaya ?. (Tim beritakoruspi.co)
Posting Komentar
Tulias alamat email :