0
Terdakwa, mantan Dirut PT PWU, Dahlan Iskan

Surabaya, bk – Senin, 29 November 2016, pemandangan di gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Suarabaya di Jalan Raya Juanda Sidaorjo, Jawa Timur, yang menyidangkan perkara kasus Korupsi di wilayah hukum Jawa Timur berbeda dari hari-hari sebelumnya.

Sebab, kehadiran mantan menteri BUMN di era Presiden SBY, Dahlan Iskan dan mantan Ketua DPRD Kota Surabaya, Wisnu Wardhana di gedung pengadil orang-orang yang diduga melakukan Tindak Pidana Korupsi itu, menjadi perhatian Khusus puluhan wartawan maupun reporter dari berbagai media masa yang ada di Jawa Timur.

Dahlan Iskan dan Wisnu Wardhana, menjadi perhatian media masa maupun seluruh rakyat Indonesia, sejak beberapa bulan lalu, setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melalukan penyelidikan maupun penyidikan dalam kasus dugaan Korupsi pelepasan asset daerah Provinsi Jawa Timur, yang dikelola oleh PT Panca Wira Usaha (PWU), dimana Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur Utama, sementara Wisnu Wardhana menjabat sebagai Ketua Tim Pelepasan asset.

Dalam pelepasan asset daerah Pemprov. Jatim di dua tempat yakni, Kediri dan Tulungangung, pada tahun 2002 – 2004 lalu, yang di duga tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku maupun sistim pelepasan asset, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 11,7 milliar. Akibatnya, penyidik Kejati Jatim menetapkan keduanya menjadi tersangka, serta menahannya di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Khusu Surabaya, Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur. Beberapa hari kemudian, pnanahan Dahlan Iskan dialihkan menjadi tahanan Kota, namun tidak bagi Wisnu Wardhana.

Dahlan Iskan, datang ke Pengadilan Tipikor tanpa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya, yang jauh berbeda saat dirinya diperiksa penyidik Kejati Jatim,selalu didampingi beberapa penasehat hukum. Termasuk saat Dahlan Iskan maju ke ruang sidang dan duduk di kursi terdakwa, tak seorang pun PH  yang mendampinginya.

Dihadapan Majelis Hakim yang di Ketua Hakim Tahsin, Dahlan Iskan menyampaikan, bahwa dirinya belum menerima berkas dakwaan dari Jaksa. Sehingga, Mantan Dirut PT PWU itu pun belum menunjuk Penasihat Hukum yang akan mndampinginya selama proses persidangan.

“Hingga saat ini, saya belum menerima surat dakwaan. Sehingga, sampai dengan saat ini saya dan keluarga masih belum menunjuk siapa penasihat hukum yang akan mendampingi saya. Saya lebih percaya kepada yang Mulia, untuk melihat perkara saya apakah salah atau tidak,” kata terdakwa, mengeluhkan.

Pernyataan Dahlan Iskan dihadapan Majelis Hakim, langsung ditanggapi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Trimo. "Kami sudah memberikan surat dakwaannya, yang diterima oleh Etik, staf dari penasehat hukum tersangka," kata JPU Trimo.

Ternyata yang dimakasud Dahlan, tidak lengkap termasuk BAP (Berita Acara Penyidikan). "Maksud saya berkas lainnya, yakni BAP yang belum saya terima," kata Dahlan, kemudian.

"Saya bersedia kalau dakwaannya tetap dibacakan, karena saya menyadari kesibukan Jaksa” kata Dahlan.

Majelis Hakim tak mau “terjebak” dalam sesuatu hal, sehingga permintaan terdakwa Dahlan Iskan pun akhirnya ditolak setelah Majelis Hakim berinding terlebih dahulu.

"Sidang kita tunda dan kita lanjutkan pada tanggal 6 Desember dengan agenda pembacaan surat dakwaan. Dan pada persidangan berikutnya, anda sudah harus didampingi penasehat hukum," kata Hakim Tahsin, dengan tegas. Dan sidang pembacaan surat dakwaan pun akhirnya batal dibacakan oleh JPU.

Pada sidang selanjutnya dalam perkara yang sama dengan terdakwa, Wisnu Wardhana (perkara terpisah), selaku ketua Tim pelepasan asset. Terdakwa yang didampingi Penasehat Hukumnya, Dading, Cs, dengan Majelis hakim yang sama, JPU membacakan surat dakwaannya. Dalam surat dakwaannya, JPU menyatakan bahwa, pelepasan asset daerah Provinsi Jawa Timur yang terletak di Kediri dan Tulungangung, tidak sesuai dengan perundang-undangan maupun sistim pelepasan asset. JPU menyebutkan, pelepasan asset Pemprov Jatim yang dilakukan oleh terdakwa bersama dengan Dahlan Iskan, belum mendapat persetujuan dari Dewan Provinsi Jawa Timur.

Tidak hanya itu. JPU juga menyatakan dalam surat dakwaannya, bahwa selisih harga pelepasan asset berbeda dengan NJOP (nilai jual opjek pajak), tidak melibatkan lembaga penafsir harga atau appraisal. Sehingga sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 11,7 milliar.

“Perbuatan terdakwa, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Sebagaimana diatur da diancam dalam pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 jo pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU Trimo.

Menanggapi surat dakwaan JPU, terdakwa melalui PH-nya, akan menyampaikan Eksepsi (keberatan) pada sidang berikutnya. “Kami akan mengajukan Eksepsi,” kata Dading, kepada Majelis Hakim. Dading pun menyampiakan permohonannya kepada Majelis Hakim untuk mengalihkan penanan terdakwa dari Rutan ke tahanan Kota mengikuti mantan Pimpinannya yakni, Dahlan Iskan.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top