0
beritakorupsi.co - Ya’qud Ananda Gudban adalah salah satu dari 18 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang menjadi terdakwa dalam Jilid V ini, sekaligus menjadi perhatian publik dalam kasus Korupsi suap DPRD Kota Malang sebesar Rp5.5 miliyar  terkait pembahasan APBD dan APBD Perubahan Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu.

Sementara 17 terdakwa lainnya adalah ; 1. Suprapto sebagai Ketua Fraksi PDIP, 2. HM. Zainudin sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Malang/PKB, 3. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), 4. Salamet (Ketua Fraksi Gerindra), 5. Wiwik Heri Astuti (Wakil Ketua DPRD Kota Malang/Partai Demokrat), 6. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), 7. Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Partai Demokrat), 8. Abdul Hakim (Ketua DPRD/PDIP), 9. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Partai Golkar), 10. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB), 11. Syaifur Rusdi  (Fraksi PAN), 12. Tri Yudiani (Fraksi PDIP), 13. Heri Puji Utami  (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), 14. Heri Subianto  (Ketua Fraksi Demokrat), 15. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD/Partai Golkar), 16. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar) dan 17. Abdul Rachman (Fraksi PKB).

Sedangkan terdakwa dalam Jilid I adalah Jarot Edy Sulistyono (Kepala Dinas PU PAPARAN Kota Malang), terdakwa Jilid II Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019, dan terdakwa Jilid VI adalah Hendarwan (Swasta) sebagai penyuap Ketua DPRD Kota Malang terkait anggaran pembangunan Jembatan Kedungkandang, serta terdaka Jilid IV yaitu Moch. Anton selaku Wali Kota Malang periode 2013 - 2018.

Terdakwa Jilid I, II, III dan IV sudah diadili dan dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi memberikan suap (Jarot, Moch. Anton dan Hendarwan) kepada DPRD Kota Malang. Sementara Moch. Arif Wicaksono dinyatakan bersalah menerima suap dan gratifikasi.

Dalam Jilid VI, ada sebanyak 22 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 namun masih berstatus tersangka dan ditahan oleh KPK di Jakrta. Ke 22 anggota DPRD Kota Malang itu yaitu ; 1. Arief Hermanto,; 2. Diana Yanti (PAW dari Eka Satria Gautama karena meninggal),; 3. Hadi Susanto,; 4. Teguh Mulyono,; 5. Erni Farida; 6. Mulyanto,; 7. Choeroel Anwar,; 8. Ribut Harianto; 9. Indra Tjahyono,; 10. Sony Yudiarto; 11. Een. Ambarsari,; 12. Teguh Puji Wahyono,; 13. Letkol. Purn. Suparno; 14. Harun Prasojo,; 15. Afdhal Fauza,; 16. Ec. Imam Ghozali; 17. Sugiarto,; 18. Bambang Triyoso,; 19. Choirul Amri; 20. Syamsul Fajrih,; 21. Asia Iriani; 22. Mohammad Fadli.

Sementara yang menarik dalam Jilid V ini adalah terdakwa Ya’qud Ananda Gudban yang mantan calon Wali Kota Malang dalam Pilkada yang berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018, tidak terima atas surat akwaan JPU KPK yang menyatakan telah menerima uang Pokir masing-masing anggota sebesar Rp12.5 - Rp15 juta, uang sampah senilai Rp10 juta untuk setiap anggota  saat pembahasan Perubahan APBD TA 2015 yang berlangsung sekitar bulan Juni - Juli 2015, dan uang 1 persen dari total anggaran APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp125 juta untuk setiap anggota Dewan pada saat pembahasan bulan Nopember - Desember 2014.
Jangankan menerima uang pokir atau uang sampah, menghadiri pertemuan informal pun terkait pembahasan itu tidak ikut. Sehingga wanita cantik ini (terdakwa Ya’qud Ananda Gudban) melakukan Eksepsi atas surat dakwaan JPU KPK melalui Penasehat Hukumnya yang juga salah satu aktivis yakni Fatra M. Zein. Dari inti Eksepsinya Namun ayang, karena Eksepsinya ditolak oleh Majelis Hakim.

Memang ada beberapa terdakwa atau tersangka saat dihadirkan JPU KPK sebagai saksi dipersidangan yang mengatakan, bahwa terdakwa Ya’qud Ananda Gudban tidak mengetahui apakah menerima atau tidak, dan ada juga yang mengatakan tidak menerima. Bahkan mantan calon Wali Kota Malang ini dikenal salah satu anggota DPRD Kota Malang yang sangat vocal, apabila tidak sesuai dengan aturan yang ada.

“Terdakwa tidak menerima. Saya sering diingatkan agar tidak menerima uang selain gaji, diingatkan pada rapat Fraksi. Saya menerima, dan tidak melaporkan (ke terdakwa) karena saya takut dimarahi,” kata saksi Afdhal Fauza yang sama-sama satu Fraksi dengan terdakwa pada sidang pekan lalu.

Tapi, ada juga saksi yang juga sesama terdakwa yaitu Wiwik Heri Astuti selaku Wakil Ketua DPRD Kota Malang dari Fraksi Partai Demokrat yang mengatakan, bahwa terdakwa Ya’qud Ananda Gudban lah,  yang mengusulkan agar uang pokir itu ditambah menjadi Rp12.5 juta untuk setiap anggota Dewan, yang semula sebesarRp10 juta.

“Yang mengusulkan uang pokir menjadi Rp12.5 juta adalah Ananda,” kata Wiwik Heri Astuti pada sidang sebelumnya.

Selain terdakwa Wiwik Heri Astuti, ada juga terdakwa Heri Puji Utami  (Ketua Fraksi PPP-Nasdem) dan Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Partai Golkar) yang mengatakan, bahwa terdakwa Ya’qud Ananda Gudban hadir dalam pertemuan “iligal” alias tidak resmi itu.

“Terdakwa Ananda hadir, tapi saya langsung keluar saat itu,” kata Bambang Sumarto pada sidang 3 pekan lalu, dan dikuatkan dengan keterangan terdakwa Heri Puji Astuti.

Selain itu, pada sidang sebelumnya (Jilid V, IV dan Jilid III) Moch. Arif Wicaksono (terpidana) selaku Ketua DPRD maupun beberapa anggota DPRD lainnya diantaranya Subur Triyono mengatakan, bahwa semua anggota DPRD Kota Malang menerima uang pokir dan uang sampah. Kalau tidak menerima pasti sudah ribu. Sementara keributan yang terjadi bukan karena tidak ada anggota yang menerima, melainkan karena pembagian yang sama.

Anehnya, bila terdakwa yang dikenal sangat vokal dan dikatakan tidak menerima uang suap dalam pembahasan Perubahan APBD, dan tidak hadir dalam pertemuan saat pembahasan pokir, lalu mengapa terdakwa Ya’qud Ananda Gudban tidak memprotes pengesahan pembahasan Perubahan APBD menjadi APBD Perubahan TA 2015 yang berlangsung hanya 18 (depan belas) hari, yang seharusnya 3 bulan 2 Minggu belum termasuk di Provisni berdasarkan Permendagri Nomor 4 tahun 2015 tentang pembahasan Perubahan APBD Kabupaten/Kota.
Yang lebih anehnya lagi adalah, justru terdakwa turut menyetujui bahkan mengusulkan percepatan pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015, seperti yang terungkap dalam persidangan maupun penjelasan dari JPU KPK kepada media ini.

Usaha terdawa Ya’qud Ananda Gudban yang mengatakan tidak menerima uang suap dan tidak menghadiri rapat informal itu tak berhenti sampai di situ. Terdakwa Ya’qud Ananda Gudban pun menghadirkan saksi yang meringankan dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu, 7 Nopember 2018.

Pada Rabu, 7 Nopember 2018, terdawa Ya’qud Ananda Gudban menghadirkan Chusnum Juraid,  selaku Komisaris Media Malang Pos (Group Jawa Pos) sebagai saksi yang meringankan dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Cakra dan kemudian dipindah ke ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya diketuai Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana., SH., MH dengan dibantu dua Hakim Anggota (Ad Hoc) yaitu Dr. Lufsiana dan Samhadi.,SH., MH serta dihadiri JPU KPK Burhanudin, Arif Suhermanto dan Joko Hermawan

Selain terdakwa Ya’qud Ananda Gudban menghadirkan saksi yang meringankan, Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB) juga menghadirkan 2 (dua) orang saksi, yaitu Haryadi dan Edi Nurharyanto.

Kedua saksi ini hanya menjelaskan tentang kebaikan terdakwa sebelum dan setelah menjadi anggota DPRD Kota Malang. Keterangan kedua saksi ini sudah disiapkan sebelumnya dan diketik dikertas HVS lalu dibacakan dihadapan Majelis Hakim.

Sementara pertanyaan Penasehat Hukum (PH) terdakwa maupun terdakwa sendiri terhadap saksi ini, bukan seputar penerimaan uang pokir, uang sampah maupun pembahasan Perubahan APBD atau rapat informal terkait pembahasan pikor.

Pada hal terdakwa Ya’qud Ananda Gudban “diseret” JPU KPK ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili dalam kasus Korupsi suap dan atau gratifikasi yang diancam pidana dalam pasal 12 huruf a atau pasal 11 dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No 31 Tahun 1999 yang dirubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak pidana Korupsi atas perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun

Sedangkan pertanyaan JPU KPK Burhanudin terhadap saksi Chusnum Juraid yang mantan wartawan Jawa Pos dan kemudian Pimpinan Redaksi Malang Pos yang saat ini sebagai Komisaris, seputar Kode Etik Jurnali serta berita “pesanan”.

“Kalau wartawan itu menulis berita sesuai apa kata seseorang, apakah itu melanggar Kode Etik ? Misalnya saya ingin berita seperti ini..apakah itu boleh,” tanya JPU KPK Burhanudin.

Namun saksi mengatakan, sebagai Pimpinan Redaksi Malang Pos, dirinya sudah tidak turun lapangan dan hanya menerima berita dari wartawan, dan harusnya wartawan menolak.

“Saya sudah tidak turun lapangan, hanya menerima berita dari wartawan. Harusnya wartawan meolak,’ jawab saksi Chusnum Juraid

JPU KPK Burhanudin pun kembali bertanya, terkait kasus yang menyeret 41 anggota DPRD Kota Malang dan Wali Kota Malang Moch. Anton. Menurut saksi Chusnum Juraid, bahwa Malang Pos selalu mengikuti kasus perkara yang ditanyakan. Menurut Komisaris Malang Pos ini, bahwa kasus ini sangat menarik perhatian publik

“Mengikuti,” kata saksi.
JPU KPK Burhanudin pun sepertinya masih menyimpan sesuatu pertanyaan namun tak dilanjutkannya. Dan persidangan pun berakhir, serta dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Sesuai persidangan, Chusnum Juraidi, saat ditanya wartawan media ini terkait kasus yang menyeret anggota DPRD Kota Malang, mengatakan bahwa Malang Pos sejak awal KPK melakukan penyelidikan/penyidian selalu mengikuti.

“Mengikuti sejak awal,” jawab Chusnum Juraidi.

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot  Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya Dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.

Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.

Pada tanggal 17 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di  Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.

Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.

Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk  datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),  Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem),  Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).

Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD  dan Ketua Fraksi sebesar  Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp12.500.000.

Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar.

Hasilnya, Kemudian diterbitkanlah Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015. 

Akibat dari perbuatan para anggota DPRD Kota Malang yang menjadi terdakwa dalam aksus ini,  JPU KPK menjeranya dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No 31 Tahun 1999 yang dirubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak pidana Korupsi atas perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.  (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top