0
Dari Kanan, Dr. Herry Sinurat., ST., MMT., SH., MH
beritakorupsi.co - Pemerintah kini telah memberikan jaminan payung hukum terhadap pelaku jasa konstruksi, untuk menjalankan usahanya di Indonesia dengan dikeluarkannya UU RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang sebelumnya dengan UU  Nomor 18 Tahun 1999.

“Pemerintah telah memberikan payung hukum terhadap pelaku jasa konstruksi untuk menjalankan usahanya dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, yang ditandai  dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017. Ini lebih lengkap dari pada Undang-undang sebelumnya, yakni Undang-undang Nomor 18 tahun 1999,” kata Herry Sinurat.

 Hal itu dikatakan Dosen pada Prodi Magister Manajemen Teknologi ITS Surabaya ini, yang juga Pemberi Keterangan Ahli LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah)  untuk Penanganan Permasalahan Hukum PBJP (Pengadaan Barang Jasa Pemerintah) ini, dalam acara sosialisaSi UU Nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi, yang diselenggarakan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Aceh di Hotel Grand Nanggroe Banda Aceh, pada Selasa,  21 Nopember 2017.

Menurut Dr. Herry Sinurat, bahwa pelaksanaan kontrak pekerjaan konstruksi baik untuk  Kontrak Pemerintah  maupun  Kontrak Privat,  selama fase kontraktual yang berlangsung sejak dilaksanakannya Penandatanganan Kontrak sampai dengan Serah Terima Kedua / Final Hand Over : FHO , adalah  merupakan hubungan   keperdataan. Jadi tidak boleh dilakukan intervensi penegakan hukum oleh Aparat Penegak Hukum, kecuali pada kondisi - kondisi yang mengakibatkan   terjadinya Kerugian benda dan Jiwa, Suap, Gratifikasi dan OTT.

"Kalau dulu, bila ada kesalahan pada saat pengecoran atau ngelas pada proyek pembangunan gedung, ada yang dipidana. Tetapi dengan keluarnya Undang-undang Nomor 2 tahun 2017, yang lebih jelas mengatur tentang kesalahan kontraktor atau pihak swasta dalam menangani proyek infrastruktur  tidak bisa dipidanakan. Namun, kegagalan pekerjaan konstruksi, kesalahan perencanaan dan konstruksi yang rusak saat pembangunan, adalah merupakan hukum keperdataan,” ucap Putra kelahiran Pematang  Siantar, Sumatera Utara ini.

Pria yang meraih penghargaan dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia ( Leprid ) sebagai Peraih Diversifikasi Ilmu Teknik Sipil dan Hukum dengan Jenjang Pendidikan Sebidang  ini menambahkan, Undang-undang No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah lex specialias atau bersifat Khusus, menjunjung tinggi prinsip kesetaraan kedudukan  antara pengguna dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, yang memuat tentang hak dan  kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pihak yang berkontrak.

"Lex Specialis, tidak dikenal istilah kegagalan konstruksi, sebelum proyek selesai dan diserah terimakan dari penyedia jasa kepada pengguna jasa , tidak ada penegakan hukum, baik dari Kepolisian,  Kejaksaan dan pihak lainnya, seandainya proyek tersebut mengalami kerusakan. Kalau ini yang terjadi, dapat dikategorikan sebagai peristiwa wanprestasi baik terhadap biaya, mutu dan waktu. Solusinya adalah Penyedia Jasa harus melakukan  oleh perbaikan lagi, termasuk  apabila kerusakan tersebut terjadi  masa pemeliharaan," katanya dengan senyum yang disambut tepuk tangan para peserta.

Dr. Herry Sinurat menjelaskan, bahwa UU Jasa Konstruksi ini tidak lagi berorientasi hanya kepada urusan bidang PUPR tetapi mencakup penyelenggaraan pekerjaan konstruksi di Indonesia secara utuh antara lain yang pertama ; Adanya pembagian peran berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi; 2, Menjamin terciptanya penyelenggaraan tertib usaha jasa konstruksi yang adil, sehat dan terbuka melalui pola persaingan yang sehat; 3, Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi melalui kemitraan dan sistem informasi, sebagai bagian dari pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi; 4, Lingkup pengaturan yang diperluas tidak hanya mengatur usaha jasa konstruksi melainkan mengatur rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan; 5, Adanya aspek perlindungan hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi agar tidak mengganggu proses pembangunan. Perlindungan ini termasuk perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi. Pada UU  Jasa Konstruksi yang baru tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan konstruksi hanya ada klasul kegagalan bangunan. Hal ini sebagai perlindungan antara pengguna dan penyedia jasa saat melaksanakan pekerjaan konstruksi;

6, Perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia dalam bekerja di bidang jasa konstruksi, termasuk pengaturan badan usaha asing  dan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia, juga penetapan standar remunerasi minimal untuk tenaga kerja konstruksi; 7. Adanya jaring pengaman terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi; dan 8, Mewujudkan jaminan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-nilai keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K4). 9, Penyelesaian sengketa jasa konstruksi lebih memprioritaskan jalur non litigasi melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

“Kalaupun ada kegagalan setelah penyerahan akhir hasil jasa konstruksi,  berdasarkan UU Nomor 2 tahun 2017, yang menentukan gagal tidaknya adalah Penilai Ahli yang ditetapkan oleh Menteri PUPR",  ujar Harry Sinurat, yang sering dihadirkan JPU menjadi Ahli di Pengadilan Tipikor Surabaya mengakhiri.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top